Astagfirullah Moka - 6

138 28 5
                                    

BONUSSSSSSSSSS GAISS HAHAHA


***Flashback on***

Malam itu, di dalam kamar mewah kapal pesiar yang tenang, Moka sedang memberikan pijatan lembut pada punggung Al. Cahaya lampu redup, dan suara ombak yang pelan mengalun menambahkan keintiman di udara. Meskipun tampak tenang, sebuah ponsel tiba-tiba berdering di saku celana milik Moka. Dengan ragu, Moka meminta izin kepada Al untuk ke toilet menerima panggilan tersebut. Moka menatap layar dengan bingung saat menyadari panggilan dari nomor tak dikenal. Setelah napas dalam, Moka menjawab panggilan tersebut.

"Moka, ini ibuk nak." Ucap seorang wanita di seberang telepon dengan menangis. Hati Moka berdesir, dan dunia di sekitarnya seolah-olah berputar lebih cepat. Kekhawatiran moka tak bisa dibendung lagi mendengar ibunya yang menangis.

"Ibuk, kenapa nangis? Tenang dulu buk ada apa?" ucap Moka dengan suara lembut, mencoba memberikan ketenangan pada ibunya yang terisak.

"Moka, ibuk takut, tiba-tiba ada rentenir datang mengatakan ayahmu dulu memiliki hutang sebesar 500 juta" Suara ibu Moka terdengar gemetar, penuh keputusasaan, menciptakan benang-benang kecemasan yang merayap di dalam diri Moka.

"APAAAAA??? 500 juta? Gilaaaa! Gak mungkin buk!" ucap Moka dengan nada terkejut dan tidak percaya, mencoba mencari klarifikasi atas angka yang begitu besar itu.

"Ibuk juga gak tau nak, ibuk takut.. mereka akan mengambil rumah ini jika dalam waktu dekat kita tidak bisa melunasi ini, atau jaminannya kamu harus pulang ke Indonesia dulu kata pria-pria ambon itu" Moka merasakan getaran panik di dalam dirinya, mendengar konsekuensi yang sangat berat jika mereka tidak segera menyelesaikan hutang tersebut. Situasi semakin rumit, dan Moka merasa seperti ditendang dari segala arah oleh takdir yang mendalam.

"Ibuk sekarang tenang! Moka akan usahain sebisa mungkin. Ibuk jangan nangis!" ucap Moka dengan tekad dalam suaranya, meskipun kekacauan dan ketidakpastian terus menghantui pikirannya. Keputusasaan dan kekesalan bergelombang dalam dirinya, namun Moka bertekad untuk tidak menunjukkan kerapuhannya di hadapan ibunya yang sudah terlalu banyak menderita.

"Sialan dramatis sekali hidupku ini, sudah gendut sering di bully, baru saja aku ingin bernafas tenang meninggalkan indonesia. Lalu apalagi sekarang? Masalah hutang? Hah sialan, sebenernya gue ngelakuin kesalahan apa sih di masa lalu astagaaa" Moka merasa tertekan oleh situasi yang tiba-tiba ini, dan keinginannya untuk melindungi orang-orang yang dicintainya memaksa dirinya mencari cara cepat mendapatkan uang.

Setelah menutup panggilan, Moka kembali ke dalam kamar Al dengan hati yang berat. Saat melanjutkan pijatan pada Al, pikiran Moka terus berputar mencari solusi. Jam tanan mahal milik Al yang terletak di meja dekat tempat tidur menarik perhatiannya. Pikiran Moka melayang pada nilai jam tangan berharga itu dan betapa ia bisa menjualnya untuk mendapatkan uang sebanyak itu. Namun, konflik batin Moka semakin dalam, tahu bahwa mencuri adalah tindakan yang tidak benar, namun ketidakmampuannya untuk memberikan jaminan keamanan pada keluarganya memaksa dirinya mencari jalan pintas.

Saat menjelang akhir sesi pijatan, keputusan itu sudah bulat di benak Moka. Ia merasa seperti tak ada pilihan lain. Setelah memberikan pijatan terakhir pada Al, Moka berpura-pura tertidur, bahkan moka mengetahui semua perbuatan yang dilakukan Al terhadapnya malam itu, mulai dari menggendongnya ke kasur, hingga tangan Al yang dengan lembut membelai setiap sudut demi sudut wajah bulat Moka, sedikit takut sebenarnya bahwa pria tersebut akan melakukan hal yang bukan-bukan.. tetapi Moka memilih tetap berpura-pura tidur dan menunggu Al juga tertidur sebelum akhirnya Moka memutuskan untuk menyelinap ke meja tempat jam tangan berharga itu berada. Dengan hati-hati, ia mengambil jam tangan tersebut dan menyelipkannya ke dalam saku celananya.

MokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang