9

529 34 3
                                    

Untuk saat ini, aku hanya berpura-pura peduli.

Segenap tenaga dan hati, aku berjanji

Kepedulian ini tak akan pernah memiliki arti

Wanita yang mengenakan piama saten berwarna biru dongker itu menggeliat. Tidurnya terganggu oleh sesuatu yang menggelitik. Dia bergeser menjauh tetapi tidak bisa. Hawa panas yang menggelitik itu juga tidak mau berhenti.

Tengkuk Grace meremang. Dia menoleh, melihat Ale tertidur dengan posisi wajah dekat dengan tengkuknya. Seketika dia menyibak selimut lalu turun dari ranjang. "Dasar buaya darat! Lo nggak berhak meluk-meluk!"

Ale yang sebelumnya tidur nyenyak seketika terganggu. Dia mengerjab, tapi matanya terasa susah untuk dibuka. Satu alis Ale terangkat lalu mengedarkan pandang. "Emm, Grace?" tanyanya heran.

Grace berdiri dengan tangan terkepal. Dia ingat saat awal tidur posisinya masih agak jauh dari Ale. Tetapi saat bangun, lelaki itu benar-benar menempel dengan tubuhnya. Sudah jelas lelaki itu pasti mencari kesempatan.

"Apa, sih?" tanya Ale sambil mengubah posisi menjadi terlentang. Sungguh, dia masih sangat mengantuk. Dia yakin sekarang masih tengah malam.

"Wah, gila!" Grace geleng-geleng melihat Ale yang tampak biasa saja. "Keluar!"

Pengusiran itu membuat Ale terjaga sepenuhnya. Dia memperhatikan Grace dan baru menyadari wajahnya memerah. Perhatiannya lalu tertuju ke kedua tangan Grace yang terkepal erat. "Apa lagi, sih?"

"Lo tuh modus!"

"Modus apa?"

"Pas gue tidur lo nyari kesempatan, kan?" tuduh Grace.

Ale seketika duduk. Sungguh, dia sangat malas jika baru tidur langsung dimarahi. "Apa lagi sekarang?"

"Lo nggak berhak nyentuh tubuh gue!"

"Hahaha...." Ale tertawa sumbang. Tidak berhak? Bahkan Ale sangat berhak atas tubuh Grace. Ale lalu tersenyum mengejek. "Kamu lupa? Kamu istriku."

Grace menggeleng tegas Dia masih tidak percaya dan tidak akan percaya jika dirinya sudah menikah dengan Ale. "Enggak. Sampai kapanpun lo bukan suami gue!" jawabnya. "Inget itu! Sampai kapanpun1"

Rahang Ale mengeras. Dia turun dari ranjang mendekati wanita yang membuatnya naik darah. Kedua tangannya mencengkeram pundak Grace, kali ini tidak ada kelembutan lagi. Mata biru Ale menyorot tajam, amarahnya tersulut. "Terserah apa katamu," tekannya. "Oh ya, siapa yang kamu anggap suami? Ernes?"

Grace menyentak tangan Ale lalu mundur beberapa langkah. "Ya! Cuma Ernes yang gue cinta bukan lo bos yang tukang perintah."

Senyum sinis Ale semakin terukir. Cinta? "Ernes kayaknya nggak cinta."

"Atas dasar apa lo ngomong gitu?" Hati Grace sakit mendengar ucapan Ale. Dia tahu dan yakin jika Ernes tidak seperti itu. Mata Grace tiba-tiba buram. Dia mendongak, agar tidak ada air mata yang lolos.

"Baru sadar?" tanya Ale menggoda.

Wajah Grace kian memanas lalu membuang muka. Dia tidak akan terpancing dengan ucapan Ale. Meski dia mulai ragu cinta Ernes. Hampir dua minggu dia dikurung di rumah Ale dan tidak ada tanda-tanda Ernes mencarinya.

"Lo yang nyekap dia," jawab Grace ingat ucapan Ale di hari pernikahan. "Jangan bilang kalau ini cuma permainan lo!"

"Gue sebenernya nggak nyekap?"

"Terus, lo bohongi gue?"

Ale mengacak rambut. "Dia bebas di luar sana," jawabnya. "Gue nggak nyekap. Yah, paling cuma ngajak ngobrol di tempat tertutup selama beberapa jam."

Suami Penggantiku Adalah BoskuWhere stories live. Discover now