11

477 32 2
                                    

Ketika kita sama-sama berhenti mencaci

Aku berharap kebahagiaan datang menghampiri

Sore hari Grace duduk di ruang tengah, dengan Nina yang duduk di sampingnya. Dia ingin tahu semua tentang Ale. Tentu saja untuk memuluskan rencananya.

Nina duduk di lantai. Sekali-sekali melirik takut-takut ke Grace yang tampak berpikir. Sebenarnya, Nina kagum dengan kecantikan majikannya. Wajah berbentuk oval dengan kulit bersih tanpa jerawat. Tapi, sayang majikannya ketus terlebih kalau marah.

"Sudah lama kerja di sini?" tanya Grace.

"Lumayan, Nyonya."

Grace mengambil kue kering dan melahapnya. Sambil mengunyah, dia menatap Nina yang masih menunduk. "Apa Ale sering bawa cewek?"

"Hanya Nyonya yang datang."

"Uhuk...." Grace tersedak kue keringnya. Dia mengambil secangkir teh lalu menegaknya hingga tersisa setengah. "Jangan bohong."

Nina menggeleng tegas.

"Jadi, itu semua bener?" tanya Grace memastikan.

"Iya, Nyonya."

Satu informasi lagi. Ternyata Grace orang pertama yang dibawa Ale ke rumah. Entahlah, dia merasa spesial dan hal itu bisa dijadikan alat untuk menyerang Ale.

"Ehm."

Grace dan Nina sama-sama menoleh. Ale berdiri di penghubung ruang tamu dan ruang tengah. Grace yang sadar lebih dulu segera berdiri dan beringsut mendekat. Hari ini Grace akan membuat Ale terlena.

"Suami udah pulang?" sambut Grace dengan senyum yang dibuat-buat.

Tidak disangka, Grace menarik lengan Ale. Hingga dia menghadap istrinya. Kedua tangan Grace mulai melepas jas yang dikenakan. Ale mengernyit mendapati perlakuan itu. Seketika dia tahu, Grace berusaha merayunya seperti dini hari tadi.

"Capek nggak?" tanya Grace sok perhatian. "Mau mandi air hangat?"

Ale berbalik saat Grace melewatinya dan menuju tangga. Seketika dia mengikuti. Sesampainya di kamar, Ale menutup pintu lalu masuk ke kamar mandi. Dia kembali kaget melihat Grace menyiapkan air hangat. "Tumben sekali kamu baik? Nggak rencanain sesuatu, kan?"

Tubuh Grace menegang. Tebakan Ale sepenuhnya benar. Seketika Grace mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja. Dia menuangkan sabun ke bathtub, lalu menggoyangkan air agar sabun itu berbusa. "Enggak."

"Kenapa mendadak baik?"

Grace berdiri, berjalan menuju wastafel dan membersihkan tangan. Selama mencuci tangan, dia merasa Ale menatapnya. Tapi, Grace pura-pura tak tahu. Walau dalam hati dia harap-harap cemas, takut Ale tahu apa yang direncanakan.

"Memang gue salah kalau baik? Gue capek berantem." Grace menatap Ale sambil tersenyum samar. Meski senyum itu terasa kaku.

Ale tentu saja masih belum yakin Grace tiba-tiba menjadi baik. Orang berbuat baik pasti ada dua golongan. Dia memang tulus atau ada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Ale berharap Grace termasuk ke golongan pertama.

"Terus, ngapain masih di situ?" tanya Ale melihat Grace masih menatapnya. "Mau ikutan mandi?"

"Yang bener aja!" Grace menghentakkan kaki lalu keluar dari kamar mandi. "Cowok aneh!" Dia bergidik masih terngiang ucapan Ale.

***

Setelah menyiapkan air hangat untuk Ale, Grace menuju kolam renang dan berdiri di pinggiran. Barusan dia mencoba merayu, tapi setiap apa yang dilakukan hatinya selalu diliputi perasaan takut.

Suami Penggantiku Adalah BoskuOnde histórias criam vida. Descubra agora