2

868 49 3
                                    

Diamku bukan berarti aku tak tahu.
Diamku sejatinya memberimu waktu.
Waktu untukmu menoleh dan berdekatan denganku.

Jam dinding berbentuk bulat dengan gambar mi instan di bagian tengah itu baru menunjukkan pukul empat lebih tiga puluh menit. Tetapi, beberapa karyawan mulai ada yang berkemas. Ada yang memasukkan botol minum. Ada yang mengeluarkan jaket dan mulai memakainya. Ada yang menyisir tambut yang sebelumnya menjadi korban kefrustrasiannya.

Grace termasuk golongan terakhir. Dia menyisir rambut tebalnya sambil menatap komputer. Seharian dia cukup frustrasi menangani laporan prodak mi instan yang baru diluncurkan. Hasilnya cukup memuaskan, tetapi masih perlu banyak evaluasi sana sini.

Kringg.... Suara telepon tiba-tiba memecah keheningan yang tercipta.

Hampir semua karyawan kompak menoleh dengan wajah harap-harap cemas. Pasalnya, mendapat telepon saat menjelang jam pulang kantor adalah hal yang paling dihindari. Mereka bisa menebak jika ujung-ujungnya diminta lembur.

"Grace, diminta ke ruangan Pak Bos."

"Ha?" Grace menatap rekan kerjanya yang barusan mengangkat telepon. Dia menggedarkan pandang, mendapati temannya yang tersenyum lega. "Lagi?" Pasalnya ini ketiga kalinya dia dipanggil.

"Buruan!" seru salah seorang.

Grace menghela napas panjang lantas beranjak. "Semoga bukan perintah lembur, ya!"

"Jangan ngomong gitu!" Semua karyawan serempak mengingatkan.

"Hahaha...." Ada hiburan tersendiri saat mengerjai rekan-rekannya. Yah, siapa yang mau lembur coba? Grace juga tidak mau.

"Tapi, ngapain dia nyari gue lagi?" gumam Grace harap-harap cemas. Dia mengusap dada yang tiba-tiba terasa sesak. Khawatir Ale akan memarahinya kembali.

Begitu sampai di ruangan teratas, Grace disambut oleh sekretaris Ale. Wanita itu telah membuka pintu dan mempersilakan masuk. Tindakan itu justru membuat Grace kian takut. Ibarat ayam, ayam itu dipeluk erat sebelum akhirnya dipotong.

"Huh. Enggak!" Grace mencoba berpikir jernih. Dia melangkah mantap masuk ke ruangan bosnya, tetapi tidak mendapati seseorang yang tadi duduk di kursi hitam itu. Sontak Grace menoleh ke meja sekretaris bosnya, tetapi wanita itu dengan cepat menghilang.

"Permisi!" teriak Grace sambil mengedarkan pandang.

Tidak ada tanggapan.

Grace melangkah masuk sambil melongok. Perhatiannya tertuju ke sebuah pintu di ujung yang sedikit terbuka. Ah, bahkan dia baru menyadari di sana ada pintu. Tadi pagi, sangking takutnya sampai-sampai tidak menyadari keadaan sekitar.

"Permisi, Pak Ale," ujar Grace lebih kencang. Dia berdiri di tengah ruangan sambil memperhatikan interior ruang kerja Ale.

Ruangan itu didominasi warna putih dan biru. Di bagian tembok sebelah kanan terdapat foto-foto pejabat perusahaan dari masa ke masa. Hingga sampai ke pejabat terakhir, yakni Ale yang berada di bagian paling bawah.

Grace menatap sisi tembok kiri, melihat sebuah peta dengan logo mangkuk yang dipasang. Jelas itu peta sebaran mi instan yang dijual perusahaannya. Lantas, perhatian Grace tertuju ke beberapa figura berisi rekor muri di samping peta besar itu.

"Emang keren, sih," gumam Grace.

"Kamu baru tahu perusahaan sekeren itu?"

Tubuh Grace berjingkat mendengar suara berat itu. Dia menoleh ke sumber suara, mendapati bosnya mengenakan kemeja lengan pendek dengan rambut klimis. Wajah bosnya terlihat segar dan sorot matanya tampak berbinar.

Suami Penggantiku Adalah Boskuحيث تعيش القصص. اكتشف الآن