01# Hiruk Pikuk Ibukota

330 48 4
                                    

Langit ibukota terlihat sangat cerah malam ini, ditemani gugusan bintang yang menyebar luas di hamparan nabastala yang terlihat begitu bahagia. Rasanya, seakan-akan nabastala lainnya juga merasakan hal yang sama, seperti seorang puan yang kini sedang meminum kopi yang dia pesan barusan.

"Tya, kamu enggak pulang? Nanti dicariin suami kamu, lho." Wanita yang sedang sibuk berdialog bersama seorang tuan itu menoleh kearah seseorang yang baru saja memanggilnya. Cantya, wanita itu kini menatap sebuah arloji di tangannya yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

"Iya, bener. Ini udah malem." Laki-laki yang ia kenali bernama Rama itu juga sama-sama menoleh kearah arloji di tangannya.

Cantya kini duduk di sebuah cafe di tengah-tengah hiruk pikuk Kota Jakarta yang ramai. Walaupun sudah cukup larut, namun Jakarta tak akan pernah menjadi sepi. Wanita itu dikelilingi teman-temannya semasa SMA dulu, memang hanya untuk sekedar melepas rindu. Di sana, ada tiga orang laki-laki yang ia kenali bernama Rama, Aji, dan Radit, juga seorang wanita yang kerap ia sapa Senja. Entah mengapa mereka tiba-tiba Cantya temui saat ia sedang memesan minuman di sini sore tadi, dan kini mereka berakhir bercengkrama hingga larut.

"Tya, aku permisi bentar. Mau ke toilet dulu, ya!"

"Iyaa." Jingga bangkit dari duduknya, meninggalkan Cantya bersama tiga orang laki-laki yang kini sibuk mengenang masa sekolah mereka dulu.

"Enggak! Ada yang lebih absurd lagi." Aji, laki-laki yang Cantya kenal adalah sosok yang paling random. Laki-laki itu menatapnya, lalu menepuk bahu Cantya yang tak jauh darinya.

"Kamu inget Dika, ngga? Anak kelas kita yang dulu celananya robek?" Cantya terdiam sejenak, memikirkan sosok yang baru saja disebut Aji. Hingga beberapa saat kemudian wanita itu membulatkan matanya sembari menutup mulut, dan berakhir tawa Cantya pecah.

"Inget, kan?" Cantya mengangguk, membuat Aji juga tertawa bersamanya. Namun tidak dengan dua orang lainnya.

"Kenapa-kenapa?" Tanya Rama.

"Jadi dulu, waktu kita ada pelajaran Olahraga, ada anak kelasan kita yang namanya Dika. Orangnya ngga suka diatur. Dan waktu itu pelajaran Olahraga, dia ngga bawa celana training."

"Ohh, Dika yang lengan bajunya biasa dilipet itu?" Radit sepertinya baru mengingat sosok Dika, yang membuat Cantya mengangguk.

"Dia udah disuruh ganti pake celana temennya, tapi engga mau. Akhirnya dia pake celana dari seragam putih abu-abu. Nah, waktu itu pelajaran split kan, dan iya.. Celananya robek." Rama dan Radit terdiam, sampai akhirnya Aji menambahkan.

"Dia caper banget waktu itu ke adek kelas, sok paling bisa, sampai akhirnya celananya robek, nah, sangking malunya, seminggu dia engga masuk setelah itu."

Akhirnya tawa dua laki-laki itu pecah bersamaan dengan Aji dan Cantya. Memang masa putih abu-abu mereka tak akan pernah bisa dilupakan. Saat-saat mereka baru mengenal arti pertemanan yang sesungguhnya. Semua kebersamaan dan cerita-cerita itu membuat Cantya melupakan waktu, sampai tanpa dia sadari jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, sangat larut untuk seorang wanita yang keluar.

Cantya melupakan, sosok Mahesa yang kini sudah kelewat uring-uringan karena khawatir istrinya berada di mana.

*****

"Juan ngga tau juga, Bang. Masa belum pulang, sih?"

Juan kini terduduk di ruang tengah dengan wajah khawatir. Menatap Mahesa yang kini juga sama-sama bingung. Laki-laki itu duduk dengan tidak nyaman, terlihat dari wajah khawatir yang terlihat, juga gurat lelah sosok yang baru saja beristirahat setelah seharian bekerja.

"Abang baru pulang kerja, Ju, lembur malem ini. Tapi Abang kita Cantya di kamar, tapi engga ada. Kamu dari mana?"

"Juan dari rumah Yogi, buat tugas bareng-bareng sama Ricky juga. Tadi jam setengah sepuluh pulang. Juan kira kakak udah tidur, ya udah Juan biarin."

2. Asmaraloka Milik Bandung | Lee HeeseungWhere stories live. Discover now