Bab 2.1. Larasati

13 0 0
                                    

Larasati, gadis berusia sepuluh tahun itu berlari ke dalam rumah. Langkahnya lurus menuju dapur, mengambil segelas air putih untuk diteguk. Ia kehausan setelah berjam-jam bermain bersama teman-teman sebayanya. Namun saat ia hendak kembali keluar, pandangannya tertuju pada seorang anak laki-laki gundul yang berdiri di sebelah pamannya. Bocah itu mengendus-endus makanan di piring paman, tampak kesusahan untuk meraihnya di sela tangan paman yang tidak berhenti menyuap ke dalam mulutnya.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya paman keheranan.

"Itu, Paman, lucu!" jawab Lara sembari menunjuk bocah botak di sebelah pamannya.

"Apa?"

Paman tampak mencari-cari objek yang membuat sang keponakan tertawa, namun tidak menemukan yang aneh di sekelilingnya.

"Itu lho, Paman, anak laki-laki botak di sebelah paman. Dari tadi dia mau ngambil makanan paman. Kenapa nggak dikasih aja sih, Paman, kan kasihan?" Lara menjelaskan.

Sesaat paman mengernyit bingung ke sebelahnya. Lalu matanya menyorotkan ketakutan begitu menatap Lara.

Sejak saat itu ia resmi diasingkan oleh keluarga besarnya sendiri. Hanya adik bungsu almarhum ibunya, yang bersedia untuk merawatnya.

👻👻👻

"Lara, bangun! Lara,"

Gadis itu menggeliat, berpindah posisi dari telentang menjadi miring di atas kasurnya. Masih enggan untuk membuka mata.

"Lara, nanti kamu terlambat bekerja!"

Namun lelaki itu tidak akan berhenti menyerukan namanya sebelum ia terjaga. Maka bergegas Lara mengumpulkan nyawa, bangkit dari tidurnya lalu membuka pintu kamar. Menemukan sosok pamannya yang mengenakan celemek, usai menyiapkan sarapan. Lelaki itu menerobos masuk lalu melipat selimutnya yang masih berantakan.

"Paman Krisna sakit?" tanya Lara.

Wajah lelaki itu tampak pucat.

"Tidak, tidak, paman tidak sakit. Tidak boleh sakit. Harus urus Lara." jawab Paman Krisna sembari melewatinya.

Lara mencekal lengan lelaki akhir tiga puluhan itu.

"Lara sudah besar, bisa mengurus diri sendiri." geramnya, yang terkadang jengkel dengan sikap lelaki canggung yang terlalu perhatian terhadap kesejahteraannya ini. "Nanti paman istirahat di rumah saja, tidak usah jualan." imbuhnya.

"Tapi, harus cari uang untuk Lara." jawab Paman Krisna dengan kerutan ragu di keningnya. "Beli makanan untuk Lara. Beras, daging, telur, susu, sayur--"

"Ya ampun, Paman, cuma bolos sehari nggak akan bikin Lara kelaparan. Lagipula Lara sudah bisa cari uang sendiri sekarang, paman nggak perlu cari uang lagi." balas Lara.

"Tapi--" Paman Krisna masih tidak yakin dengan usulannya.

"Sudah, ayo kita sarapan! Setelah itu paman minum obat, lalu tidur. Hari ini istirahat saja dulu di rumah, tidak usah bekerja!" potong Lara sembari menyeret lelaki itu ke ruang makan.

👻👻👻

Lara memulas lipstik ke atas bibirnya, memastikan penampilan sudah cukup rapi melalui pantulan cermin. Usai memastikan sang paman masih berbaring di kamar, ia pun bergegas keluar rumah menuju kantor. Langkahnya teratur menyusuri gang menuju jalan raya, tempat dimana halte bus berada. Satu tahun setelah ia bekerja, Lara memilih menggunakan angkutan umum daripada sepeda motor yang dengan susah payah dibelikan oleh pamannya dari uang hasil tabungan beliau. Ia berterima kasih atas usaha pamannya tersebut, akan tetapi perjalanan ke kantor lebih praktis ditempuh dengan angkutan umum. Jelas alasannya karena menggunakan kendaraan pribadi sangat melelahkan dan macet.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Handsome GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang