"Abang akan cerita, setelah kepergian kamu apa yang terjadi"

Aurora diam, maniknya enggan menatap Axel.

'Al, Aurora kecelakaan' Nathan masuk ke ruangan Allaric di markas Xavierous dengan wajah sendu.

'Aurora di Rumah Sakit Harapan'

Allaric yang sedang sibuk menyusun potongan kebenaran dari Vanilla pun terenyak, ia menatap Nathan terkejut. Manik abu itu memerah, tanpa basa-basi berlari keluar markas dan membelah jalanan dengan kecepatan tinggi menunju rumah sakit.

Tanpa sadar air mata jatuh dari pelupuk Allaric, pandangannya memburam karena air mata terus-menerus memaksa keluar dari manik abunya. Allaric tak menyadari bahwa didepannya terdapat seorang kakek yang sedang menyebrang jalan, karena terkejut, ia lantas membanting stir ke trotoar jalan. Allaric terjatuh, namun sakit itu seolah tak terasa bagi Allaric.

Tanpa mempedulikan fisiknya yang terluka, Allaric kembali bangkit dan meraih motornya dengan tertatih. Darah merembes melewati siku dan kakinya, namun Allaric kembali melajukan motornya seolah tak terjadi apapun padanya.

'Sekali aja, Ra. Beri aku kesempatan untuk bahagiain kamu'

Sesampainya Allaric di rumah sakit, ia segera berlari dan melepaskan helmnya dengan asal. Bertanya pada resepsionis rumah sakit, setelahnya berlari menuju ruang ICU, tempat dimana Aurora berada.

Baru saja Allaric tiba, dokter keluar bersamaan dengan perawat keluar dari ruangan tersebut. Tanpa basa-basi Allaric langsung menanyakan keadaan Aurora pada snag dokter.

'Dok, gimana keadaannya?'

Dokter tersebut menatap Allaric yang terlihat kacau. 'Mas ini siapanya pasien atas nama Aurora Navycalista Haidar?'

'Saya tunangannya, dok' jawab Allaric mantap meski jutaan rasa bersalah menumpuk di hatinya.

Dokter tersebut mengangguk, 'Pasien atas nama Aurora Nayvcalista Haidar mengalami kecelakaan dan mengalami cedera kepala serius. Berdasarkan catatan medis kami, pasien ditemukan di tempat kejadian sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kami, tim dokter di rumah sakit ini telah melakukan usaha semaksimal mungkin, namun pasien atas nama Aurora Navycalista Hadiar telah dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit'

Runtuh sudah dunia Allaric, bulir bening berhasil lolos dari pelupuk mata Allaric. Kenyataan ini begitu menyakitkan baginya, bahkan Allaric belum sempat meminta maaf pada Aurora.

'Kami mempersilahkan kepada keluarga pasien bertemu dengan pasien untuk terakhir kalinya, barang-barang pasien akan kami serahkan kepada pihak keluarga. Kami permisi'

Allaric hanya diam ketika dokter dan perawat tersebut berlalu meninggalkannya. Dengan gemetar, Allaric masuk kedalam ruangan. Dadanya begitu sesak melihat Aurora terbaring kaku dengan wajah pucat seolah tanpa dialiri darah. Diraihnya tangan tanpa daya yang begitu dingin dan digenggam begitu erat oleh Allaric.

'Ra, aku minta maaf' isaknya.

Tangan Allaric terulur membelai rambut Aurora pelan, begitu penuh dengan kelembutan dan hati-hati. 'Kamu boleh benci aku, Ra. Tapi tolong, jangan pergi. Aku mohon'

'Aku harus bilang apa ke mama? Aku gagal, Ra. Bahkan bang Axel pun udah kasih aku tugas untuk jagain kamu'

Allaric mengecup pelan bibir Aurora yang terasa dingin, air matanya jatuh tanpa bisa ia cegah. Hatinya sakit layaknya ribuan belati menusuknya tanpa ampun.

Allaric terkekeh sendu, 'Kamu dulu bilang, kamu mau jadi princess Aurora yang hidup bahagia setelah berciuman dengan pangeran. Aku udah cium kamu, princess.. bangun ya?'

IridescentOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz