FB_3

119 30 10
                                    

Sesampainya dirumah aku segera merebahkan tubuhku diranjang, tanpa melepas sepatu bahkan tas ransel masih menggantung dibahuku. Pintu kamar memang sengaja tak ku tutup maka dari itu aku dapat melihat ibu yang datang kekamar ku dengan membawa sesuatu di nampan yang dia bawa.


"apa yang ibu bawa?" tanya ku penasaran.


"air hangat dan alkohol untuk mengobati luka lebam mu"


"tak usah bu, aku rasa sudah sedikit membaik. Bagaimana dengan pipi ibu?"


"apa kau lupa sudah seberapa sering aku menerima ini? Rasa sesakit apapun mampu aku tahan Lexiie. Tetapi tidak jika aku melihat kau yang terluka karena bagiku melihat kau terluka itulah sakit yang sesungguhnya"


Lantas aku mengijinkannya mengolesi alkohol pada luka ku, bagaimana aku dapat menolak ketulusannya padaku. Jika saja ayahku bersikap baik pasti hidupku akan lebih sempurna. Tak akan ada drama keluarga seperti ini. Tapi semua itu hanyalah dalam khayalan yang tak akan mampu jadi kenyataan. Keluarga ku sudah hancur bahkan mungkin sebelum aku terlahir . Mengingat tak pernah sedikit pun ayah menggendongku bahkan menyayangiku sejak aku kecil. Mungkin aku memang tak begitu mengingat kenangan itu tetapi album keluarga selalu menunjukan kasih sayang ibu terhadap ku, hanya ibu yang selalu terlihat tersenyum sambil menggendong ku didalam foto, foto ayah hanya ada beberapa disana. Dan tak satupun yang terlihat bahagia disana raut wajahnya menampakan ketidaksukaan dan ketidak pedulian kepadaku yang tengah digendong ibu kala itu. Pandangannya hanya fokus pada kamera bahkan ayah memberi sedikit jarak pada ibu disetiap fotonya. Entah apa yang salah bahkan aku tak mengerti sampai saat ini. Setiap kali aku bertanya pada ibu dia justru selalu menyalahkan dirinya sendiri dan kemudian mengurung diri dikamarnya. Kurasa ini semua memang tidak bisa dirubah dan berakhir indah.


****

Aku berniat membantu ibu didapur untuk menyiapkan makan malam untuk kami. Keluar dari kamar aku langsung bergegas menuju dapur tetapi aku tak melihatnya disana. Aku memanggil-manggilnya tapi tak ada satu sautan pun dari ibu akhirnya aku pergi untuk mengecek kamarnya. Aku mendapatinya masih tertidur lelap dikasurnya. Aku tidak tega untuk membangunkannya, dia terlihat begitu lelah sepertinya. Lantas aku mengecup dahinya dengan lembut tetapi kurasakan rasa hangat disekitar bibir ku saat mengecup dahinya. Lalu aku menemelkan punggung tangan ku pada dahi ibu dan punggung tangan kiri ku pada dahi milik ku rasa hangatnya berbeda. Setelah kuperhatikan bibir ibu juga memucat. Kurasa dia sakit makanya tidak bangun untuk memasak. Aku bergegas mengambil air hangat dan handuk untuk mengompres ibu.


Sambil memasak air hangat aku juga membuat chicken soup untuk ibu, aku yakin dia belum makan. Aku mencari bagaimana cara membuat chicken soup diinternet melalui smartphone yang ku punya. Melakukan langkah-langkahnya dengan benar dan ternyata air panasnya sudah mendidih terlebih dahulu maka aku bergegas membawa air panas yang sudah dicampur dengan air biasa itu kekamar ibu. Dengan segera aku duduk disebelahnya sambil menempelkan handuk basah yang telah direndam dalam air hangat. Aku mengulangi hal yang sama beberapa kali hingga ibu terbangun.


"hey Lexiie, jam berapa sekarang?" suaranya terdengar begitu lemah.


aku melirik kearah jam dinding didekat pintu kamarnya "jam setengah tujuh malam bu" jawabku padanya.


FEELING BETTERحيث تعيش القصص. اكتشف الآن