[31] °• Hujan Mendekap Senja-nya•°

291 42 2
                                    

"Rama!"

Panggilan keras itu menggema sekalipun hujan telah mereda. Sore itu tak ada gemuruh atau pun rintikan yang tersisa. Yang ada hanya kelabu yang kian pekat.

Rama menengok ke belakang, melepaskan jeratan tangan Hema yang melingkar di leher dan bahunya. Mereka sedang bertikai, lagi dan lagi. Sedangkan Keiyona menjadi satu-satunya saksi perseteruan tak berbobot di sana. Atau lebih tepatnya, terjebak di antara kedua bocah itu.

Panggilan itu dari salah satu teman Rama. Berdiri tegak di depan ruang kesenian. Dia tidak mengucapkan apapun namun Rama sudah menepuk jidat seakan teringat sesuatu.

"Ohh iya maaf, Nan. Aku lupa, ini aku selesaiin sekarang!" Rama berlari mendekati Nandin. Yang Keiyona tau, dia salah satu Osis yang seringkali bertugas untuk urusan dokumentasi siswa.

"Mau kemana, woy!" teriak Hema yang merasa dicampakkan begitu saja.

Di tengah langkah kakinya yang memburu, Rama menghadap ke belakang sejenak. "Kalian pulang duluan aja, aku ada urusan dokumentasi pertandingan kemarin yang harus di selesaiin sama Nandin hari ini."

Hema hendak menjawab namun Rama sudah hilang di telan tembok-tembok berwarna abu tua. Anak itu sibuk sekali, batin Hema.

"Kamu nggak ikut, Kei?"

Keiyona tampak tersentak, kemudian menatap Hema. "H-hah? Kemana?"

"Cari peranakan ubur-ubur Timur Tengah," jawab Hema asal.

Keiyona merotasikan bola mata jengah. Lalu setelahnya ia terlihat lebih kesal ketika Hema menyentil pelan jidatnya. "Ya ikut Rama lah, nyelesaiin apa itu tadi, dokumentasi-dokumentasi siswa pintar? Ya itu pokoknya lah."

"Dokumentasi pertandingan. Potret-potret sama video kalian kemarin, mungkin mau di pilih beberapa fotonya sama di edit," jawab Keiyona sembari melangkah.

"Kenapa di edit segala?" tanya Hema yang sudah mensejajarkan langkahnya.

"Iya, biar foto yang ada kamunya di hilangin aja," celetuk Keiyona.

Hema reflek meremas dadanya, "sakit amat nih jantung hati aku."

"Lebay!"

Hema memindah tangannya ke dalam saku celana, kemudian menatap kelabunya langit yang dilahap malam. "Foto-foto yang ada aku nya pasti nanti paling bagus, percaya deh. Lagian kapan lagi kan mereka dapet foto yang satu frame sama Hema tampan rupawan?" ucapnya percaya diri, nyaris membuat Keiyona mutah detik itu juga.

"Tapi bagus juga sekolah kita ada dokumentasi-dokumentasi kegiatan yang di urus dengan baik. Seenggaknya setelah masa foto itu selesai di pajangan mading sekolah, foto nya bakalan masuk ke album sekolah dan di arsipkan."

Keiyona mengangguk. "Iya, kenangannya berharga. Dan nggak semua orang bisa punya."

Hema terdiam. Dimana ia teringat tentang selembar kertas yang berisi keinginan Kenzo. Benar, tidak semua orang memiliki kenangan yang bisa mereka amati dari sebuah foto.

Jejak-jejak kecil di hadapannya kini merebut arah pandang Hema, jejak mungil seekor kucing yang apabila di teliti seksama- ia sudah berjalan mungkin 20 langkah lebih jauh dari posisi Hema dan Keiyona.

"Kabar Nono gimana, Kei?" tanya Hema mengalihkan pembicaraan.

"Baik, Nono makin aktif tau, suka banget main apalagi sekarang ada teman baru. Tetangga ku punya kucing baru," jawab Keiyona.

Hema tertawa lirih, "jangan-jangan kucing di depan sana pacarnya Nono."

"Nggak lah, Nono belum boleh pacaran," celetuk Keiyona.

Elegi & Tawa [Selesai]✓Where stories live. Discover now