• C'est la vie •

6.1K 605 137
                                        

Happy Reading

"Rose, berhenti membuatnya menangis." Teguran sang ibu mendarat mulus pada indra pendengaran Rosaline, tapi gadis berambut pirang panjang dengan kulit putih yang mulus itu seakan tak memedulikan bahkan tak menyahuti suara ibunya. Dia sibuk bermain dengan keponakannya yang kini dibuatnya menangis.

"Rose!" Ibunya menegur lagi. "Jika Alisa melihatmu seperti ini, dia akan mengoceh sepanjang hari."

"Tenanglah, mom ... Alisa tidak di sini. Lagipula, salah siapa anaknya sangat lucu seperti ini." Rosaline berujar dan sang ibu hanya menggeleng pelan kepalanya sembari menyesap smoothies miliknya.

"Kau tidak berolahraga?" Sang ibu bertanya. Wanita yang masih tampak awet muda nan cantik itu mulai meregangkan tubuhnya.

"Aku melewatkannya hari ini," jawab Rosaline dengan cepat. "Lakukan saja aktivitasmu, mom. Aku akan menjaga Ryder untukmu. Hari ini aku free. Aku ingin berlibur dengannya, apa itu boleh?"

Mendengar tuturan anaknya, Christina menghentikan sejenak pergerakannya. Dia menoleh dengan pandangan yang bisa dikatakan, bahwa wanita itu terlihat bingung dan terkejut bersamaan. "Rose ..." lirihnya. "Aku tau kau sangat ingin melakukannya. Berlibur dengannya ke mana saja, menggendongnya dengan bebas di luar sana. Aku pun ingin melakukannya. Tapi, ingatlah, sayang, belum waktunya."

"Berapa lama lagi?" Pertanyaan itu melesat keluar dengan cepat setelah perkataan ibunya. "Lama sekali." Bukan kah benar, Rosaline bahkan tidak sabar untuk menggendong si kecil Ryder di luar sana. Memperkenalkan dunianya untuk anak laki-laki ini. Menjadi temannya bepergian. Menjadi temannya mengobrol. Hubungan sempurna antara tante dan keponakan, bukan kah begitu?

Tapi, benar pula yang dikatakan ibunya, belum waktunya. Lisa bahkan baru saja memulai kehidupan barunya, anggaplah seperti itu. Masih banyak hal yang harus si bungsu itu pelajari sebelum menghadapi realitas kehidupan yang sebenarnya sebagai putri terakhir keluarga Fernandez yang tersohor. Tak menampik, kemunculannya disertai dengan kehadiran Ryder juga. Bayangkan berapa banyak ocehan yang akan mereka dapati dari publik. Image yang dibangun oleh keluarga tersebut bukan lah biasa.

"Sebentar lagi," ujar Christina lembut. "Tunggu lah sebentar."

Garis tipis mengambang di wajah Rosaline. Dalam benaknya banyak hal yang ingin dia ungkapkan pada sang ibu. Setelah menatap wajah Ryder pun rasanya ingin mengatakan kebenaran itu. Percikan rasa senang terbilang dendam pun berdiam dalam diri Rosaline. Laki-laki itu tampak bahagia di luar sana, sementara adiknya harus menanggung semuanya sendiri. Walau tidak benar-benar sendiri, melainkan ada dirinya di sisi sang adik. Dan malaikat kecil ini ... Ryder bak sosok penyembuh adiknya.

"Jika, kau sibuk biarkan Ryder bersama ibu."

Rosaline menggelengkan pelan kepalanya dan berkata, "Tidak ibu. Aku tidak sibuk."

"Baiklah, jika begitu. Jangan membuatnya menangis lagi."

"Aku tidak janji."

"Rose ..."

"Baby Ry terlalu menggemaskan. Apa dia bisa dimakan?"

"Dia bukan makanan."

"Tapi, pipinya seperti roti."

Sang ibu hanya menggeleng sedikit resah mendengar semantik yang keluar dari mulut putrinya, kemudian melanjutkan apa yang harus dia lakukan.

• • •

Layar ponsel tak hentinya digeser oleh Thalia. Sejak pertemuan singkat dengan Lisa tadi, Thalia tak henti memikirkannya. Gadis itu menghela napas dan menyandarkan punggungnya di sofa. Dia sudah berada di kediaman miliknya yang diberikan oleh ayahnya. Thalia tidak sendiri, sejak kedatangannya di kota para malaikat itu dia dijemput oleh tantenya. Aunty Hyo yang tak lain adalah adik dari ayahnya.

ɴᴏᴛ ʏᴏᴜʀ ꜱᴏɴ • ʟɪꜱᴋᴏᴏᴋTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon