Chapter 13. Secret

249 25 2
                                    

Katsuki selalu menyukai saat-saat berdua bersama Kyouka Jirou. Sebelum remaja pirang menjadi siswa UA, atau lebih tepatnya ketika dia dan Kyouka Jirou masih satu sekolah, mereka terbiasa berangkat dan pulang sekolah bersama. Masuk ke dalam gerbong kereta yang sama, dan membincangkan banyak hal sebelum akhirnya— mereka putus. Karena kesalahan besar bajingan Katsuki.

Katsuki lebih senang menyebutnya khilaf. Namun bagi Kyouka Jirou, apa yang dilakukan Katsuki sama persis dengan bajingan brengsek diluar sana. Katsuki melakukan hubungan intim dengan wanita atau gadis lain, padahal dia sadar dia memiliki Kyouka sebagai kekasih. Satu kali, dua kali, dan beberapa kali yang—sungguh—Katsuki tak ingin mengingatnya lagi.

Kyouka adalah pemaaf yang baik. Namun, ada saatnya dia berada pada titik paling menyakitkan.

"Aku melakukan semua ini karena kau tak pernah membiarkan aku menyentuhmu, munafik!"

Adalah kata-kata Katsuki sebelum akhirnya Kyouka, dengan berat hati, bertutur lirih, "ayo putus."

Mata Katsuki membelalak. Tak menyangka kalimat menyakitkan itu meluncur dari gadis perawan yang selalu meminta maaf terlebih dahulu. Walaupun setiap pertengkaran mereka, Katsukilah penyebabnya.

"Jirou, maaf. Aku tidak bermaksud. Hanya marah dan tidak bisa men—"

"Bakugou, aku lelah mencintaimu." Mata Kyouka berkaca-kaca. "Sangat lelah hingga aku ingin membencimu agar aku bisa melupakanmu."

Kalimat Kyouka menusuk jauh hati Katsuki. Hembusan napasnya beraroma alkohol ketika ia, dengan terbata mengeja, "a‐aku juga. Mencintaimu ..."

Naasnya, gadis itu tak menghiraukan. Punggung sempitnya menghilang dari balik pintu ruangan yang remang.  

Katsuki menggeram. Berteriak. Menjerit. Melempar apapun yang ada di dalam ruang musik di apartemennya.

Menyesal, putus asa, mati rasa, kalau bisa ingin meninggal.

Ia mengingatnya kembali. Perpanjangannya menyemburkan mani ke dalam liang wanita ketika Kyouka membuka pintu. Untuk kesekian kalinya ia tertangkap basah oleh pacarnya sendiri.

"Sial sial sial! Mati kau, Katsuki!!!!!"

Katsuki yang malang. Nyawanya tidak akan tertolong jika saja Deku—tetangganya—Tidak segera datang untuk memutus tali yang melilit leher Katsuki hingga pemuda itu menggantung hanya untuk terjatuh berkat Deku sialan.

"Kacchan, aku mendengar suara teriakan dan kegaduhan, jadi aku mengecek ke dalam dan—apa yang kau lakukan?!!" 

Izuku mengguncang bahu Katsuki. Yang ditanya menutup mulut. Kelereng merah yang selalu bersinar penuh kesombongan, kini meredup ditelan rasa putus asa dan penyesalan.

"Deku ... hiks, hiks," Air mata menitik menjelma menjadi aliran bening di sekatan pipi. "Aku menyakitinya lagi!"

Deku membawa Katsuki ke dalam pelukannya. Membiarkan Katsuki membasahi bahunya dengan air mata. Dan dengan lembut mengusap punggung, membelai puncak kepala sahabatnya dengan lembut dan tulus.

"Kacchan, kenapa kau bisa sebodoh ini??"

Katsuki mengurung diri berminggu-minggu di dalam apartemennya. Sampai surat dari sekolah datang. Dia dikeluarkan karena beberapa kasus dan tuduhan palsu. Si pirang tak berniat untuk klarifikasi.

Aku ingin pergi dari sekolah itu ...

Deku datang untuk menyemangati. Setelah ceramah panjang lebar, akhirnya bocah besar itu mau keluar menghirup udara segar. Bersama Deku pergi ke super market untuk belanja perlengkapan rumah dan bahan logistik.

Black ScreenWhere stories live. Discover now