Khatulistiwa meraba jantung murahannya, kenapa setiap membuat interaksi bersama Hujan, jantungnya jadi berdebar keras. Khatulistiwa khawatir bila sewaktu-waktu jantungnya meledak.

Dan itu buruk. Bisa-bisa sebelum berjuang, Khatulistiwa sudah menemui sang pencipta duluan.

💍💍💍


Langit kini sudah berganti menjadi gelap. Laju kendaraan masih santer terdengar meski sudah memasuki waktu jam 8. Mau heran, tapi ini adalah ibukota. Kota penuh kesibukan.

Menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, Hujan menghela napas panjang. Akhirnya dia bisa merebahkan tubuhnya pada kasur sempit empuknya. Sebenarnya Hujan sudah tiba sore tadi, tetapi terjadi kecelakaan menyebabkan kemacetan panjang yang membuat dirinya terjebak di tengah hiruk pikuk kendaraan yang memiliki kesibukan. Dan ditambah lagi Hujan mendapat tugas tambahan ditempat kerja menyebabkan dirinya terhambat pulang seperti jam biasanya.

Baru saja mau memejamkan mata, tiba-tiba dering ponsel menyentaknya. Hujan buru-buru bangun meraih tas kecil yang ia taruh di atas meja riasnya.

"Halo, Bang Katu." sapanya usai melihat id pemanggil.

"Maaf, Abang ganggu, ya?"

Hujan itu tidak enakkan. Bila ingin jujur, maka dia takut bila kejujurannya bisa melukai perasaan orang lain. Alhasil dia hanya memberi jawaban dusta.

"Gak kok, Bang. Kenapa nih?" tanyanya sambil melepas baju OG-nya dan menaruhnya di mesin cuci. Beruntung dia masih memiliki satu baju cadangan.

"Duh, hati Abang jadi ketar-ketir. Abang lagi banyak beban nih." curhatnya menghentikan tangan Hujan yang sedang menuang sabun bubuk kedalam mesin.

"Bang Khatulistiwa ada masalah?"

"Heum, Abang gak sanggup,"

Hujan menyerngitkan alisnya. "Gak sanggup kenapa, Bang?"

"Gak sanggup nahan rindu buat kamu." usai mengatakan itu, Khatulistiwa tertawa kecil diikuti Hujan yang ikut tertawa.

"Di komplek rumah aku ada turun hujan. Dahulu aku gak suka hujan, bawaannya mengubah suasana jadi sedih,"

Hujan masih senantiasa menanti kalimat Khatulistiwa sembari itu mulai memutar tombol yang ada pada mesin cucinya.

"Tapi setelah mengenal Pelangi Hujan, aku bukan hanya menyukai hujan, tapi juga pelangi yang ikut mewarnai hari-hariku." sambungnya tanpa sadar perkataannya berhasil membuat Hujan melongo mendengarnya.

Hari ini Khatulistiwa sangat aneh.

Alih-alih mengemukakan kebingungannya, Hujan malah menanggapinya dengan tawa kecil.

"Bang Katu, lagi galau ya? Tapi makasih loh."

Di sebrang sana, Khatulistiwa mengaruk lehernya. Karena saran dari Bintang, Khatulistiwa pada akhirnya menunjukkan ekornya. Dia tak ingin memakai kode seperti sebelum-sebelumnya. Katanya, terobos aja, pasti itu akan membuat hati perempuan berdebar.

Pertanyaannya, apakah Hujan berdebar?

"Aku bisa panggil Rain, gak?"

Bersamaan perkataannya barusan, Khatulistiwa mendengar suara seperti benda yang jatuh. Tak lama suara Hujan terdengar setelahnya.

"Kenapa harus, Rain? Hujan aja kayak biasa aja, Bang." ujar Hujan membuat Khatulistiwa mengulum senyum.

"Nama kamu kan ada pelangi-nya. Rainbow, jadi aku ambil bagian depan aja. Sekaligus rain juga berarti hujan." tukas Khatulistiwa tanpa tau di sebrang sana Hujan sedang menahan sesak.

Nama Rain adalah nama yang terbiasa Awan gunakan untuk memanggilnya. Di saat semua orang memanggilnya Hujan, hanya Awan seorang yang memanggil namanya dalam bentuk bahasa Inggris.

"Senyaman Bang Katu aja." hanya itu saja yang mampu Hujan ucapkan.

Lagipula, semuanya sudah berlalu. Yang sedang Hujan hadapi adalah masa depannya yang masih abu-abu. Jadi, jangan hanya karena satu nama panggilan meruntuhkan segala pertahanannya selama ini.

💍💍💍

Ada yang rindu gak nih sama bang Katu dan Hujan.

Serius  aku kira up-nya baru 3 hari lalu. Pas aku cek udah seminggu ternyata.

Mianhae.

Gimana untuk part ini.

Kalian berada di kubu siapa aja?

Sampai jumpa di part selanjutnya

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

(,) sebelum (.)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora