Setelah Yolla pergi, Davian segera kembali melanjutkan langkahnya. Ia harus berbicara dengan Bellova dan mengatakan bahwa rencana untuk membeli pizza hari ini dibatalkan karena sebuah rapat dadakan. Semoga saja gadis itu tidak marah.

Davian khawatir jika ia tidak memenuhi keinginan Bellova, maka keadaan pasiennya yang sedang dalam fase pemulihan itu terancam terganggu. Suasana hati yang berubah-ubah bisa membuat emosi yang tidak terkendali keluar dan meledak. Ia takut kejadian beberapa bulan yang lalu di mana Bellova melarikan diri ke rooftop terulang, sungguh itu akan sangat mengerikan.

Beberapa menit mencari Bellova, akhirnya ia menemukan gadis itu sedang termenung memeluk tas miliknya, sendirian.

"Bellova," panggil Davian.

"Iya, apa Dokter sudah selesai? Aku tidak sabar untuk segera mencicipi potongan pizza hangat dengan keju mozzarella yang lumer, sudah hampir empat tahun aku tidak memakan pizza. Berangkat sekarang?" Dengan pakaian berwarna biru khas pasien yang tertutupi sweater putih, dia terlihat bersemangat membuat Davian tidak tega.

"Duduk dulu sebentar, aku ingin berbicara sesuatu dengan kamu," titah Davian langsung dituruti.

"Bicara apa?"

"Duduk 'lah."

Setelah duduk, Davian menatap wajah Bellova yang penuh semangat. Perasaannya akan sangat terganggu jika harus membuat wajah bersemangat itu murung. Ini sungguh berat.

"Bagaimana jika rencana kita membeli pizza hari ini dibatalkan?"

Melihat ekspresi Bellova, Davian semakin merasa bersalah. Wajah gadis itu berubah, alisnya berkerut dan terlihat bertanya-tanya. "Apa kamu berniat untuk membatalkannya Dokter? Jika uangmu tidak cukup gunakan saja uangku, aku punya uang saku yang diberikan Bunda."

"Bukan, bukan soal uang Bellova."

"Lalu apa?"

"Sebenarnya tadi saat diperjalanan hendak menyusulmu, aku bertemu dengan Yolla. Dia memberitahu bahwa ada rapat yang harus aku hadiri, aku tidak bisa menolak dan aku juga tidak ingin membuat kamu kecewa. Tapi karena ini sangat penting, aku terpaksa mengiyakan, tidak mengapa, kan jika rencana kita hari ini batal?"

Tak ada reaksi apapun yang diberikan Bellova setelah mendengar penjelasan Davian, dari raut wajahnya tidak terlihat kekecewaan atau makna lainnya. Wajah itu datar, sama seperti saat pertama kali Davian bertemu dengan Bellova tiga bulan lalu.

"Kamu tidak apa, Bellova? Aku harap kamu tidak marah, rapat ini sangat penting, mohon untuk mengerti."

Davian memegang pundak Bellova, membuatnya yang terdiam dengan pandangan entah ke mana beralih saling bertatap wajah.

"Kamu tidak apa, kan?"

"Aku tidak apa. Tapi, aku akan ikut ke rapat itu," jawab Bellova.

"Kamu tahu ini hanya khusus Dokter dan para pengurus rumah sakit, kenapa kamu ingin ikut?"

"Aku tidak akan ikut ke dalam, hanya menunggumu di luar. Dan setelah selesai kita akan langsung membeli pizza, itu simple, kan?"

"Tap-"

"Jika kamu menolak maka aku akan memanggilmu dengan panggilan istimewa di depan semua orang, apa kamu mau Dokter sayang?"

Seketika Davian bergidik ngeri, senyuman yang Bellova tampakkan terlihat seram. Terdapat unsur ancaman yang membuatnya sulit untuk menolak, panggilan istimewa yang dimaksud oleh Bellova sangat berbahaya untuk harga dirinya sebagai lulusan universitas ternama di New York. Tidak ada pilihan lain selain mengiyakan permintaan aneh pasiennya itu.

Evanescent [TERBIT]Where stories live. Discover now