"Carol?" lirih Lucian menyebut nama adik kesayangannya itu.

Carol berlari, menembus hujan dan langsung masuk dalam dekapan Lucian yang menyambutnya. Carol memeluknya seerat mungkin diiringi suara tangis yang mulai terdengar. Air mata Carol pun bercampur dengan air hujan. Lucian juga membalas pelukan adik kesayangannya itu lebih erat. Menyalurkan rasa sayangnya selama ini. Lucian berusaha untuk melindungi sang adik dari setiap tetesan hujan, menjadi payung untuk Carol.

"Aku mohon Kakak jangan pergi. Tetaplah di sini, Kak!"

"Maaf, Kakak tidak bisa. Ayah sudah membuang Kakak."

"Kalau begitu aku juga ikut dengan Kakak! Aku tidak mau berpisah dari Kakak! Aku ingin tetap bersama Kakak!"

"Carol," Lucian melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundak Carol. Tubuhnya sedikit membungkuk agar wajahnya dan Carol sejajar. Dengan lekat, Lucian menatap kedua manik mata indah milik Carol. "Hidup Kakak sekarang luntang-lantung. Kakak tidak tahu Kakak harus kemana. Kamu tidak boleh ikut dengan Kakak."

"Tapi—"

"Sayang, Kakak mohon kasih Kakak waktu. Kakak berjanji, Kakak akan menjemput kamu ketika hidup Kakak sudah lebih baik. Dan Kakak janji kita berdua akan hidup bahagia seperti yang diinginkan mendiang Ibu." Lucian mengusap pipi Carol. "Kamu mau bertahan sampai hari itu tiba?"

Carol terdiam, balas menatap kedua mata kakaknya, mencari sebuah keyakinan dalam setiap ucapan yang dikatakan kakaknya.

"Kakak janji jemput aku?"

Lucian mengangguk.

"Kakak janji kita berdua akan hidup bahagia?"

Lucian kembali mengangguk. "Kakak janji, sayang."

"Baiklah, aku akan menunggu."

Lucian kembali memeluk Carol. "Terima kasih."

Carol meremat ujung baju Lucian. "Aku akan menunggu. Aku mohon Kakak jangan lupakan aku."

"Tidak akan. Kakak tidak akan pernah melupakan kamu."

"Aku sayang Kakak."

"Kakak lebih sayang Carol." Dengan terpaksa Lucian melepaskan pelukannya kemudian berbalik pergi tanpa menatap wajah adiknya lagi. Kalau dia masih melihat adiknya, maka Lucian akan semakin berat untuk melangkah pergi.

"KAKAK!!" Bahkan panggilan Carol tidak lagi didengarkan oleh Lucian.

"KAKAAAAAK!!" Tubuh Carol merosot dan terduduk di tanah. Tangisnya kembali pecah melihat kepergian Kakaknya di bawah guyuran hujan yang sama-sama membasahi mereka.

Di malam itu adalah malam yang paling berat bagi Lucian yang terpaksa pergi meninggalkan adik kesayangannya dan entah kapan mereka akan kembali bertemu.

••••

Heyyoooo semuanya!

Bagaimana menurut kalian part ini?

I hope you like this my story^^

Yuk ramaikan cerita ini. Jangan lupa Vote, Comment, dan Share yaa. Ajak teman-teman, sahabat, keluarga sampai tetangga kalian untuk baca BLOODY REVENGE!

Terus support cerita ini ya.

Terus support cerita ini ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa follow guyss buat tahu info lebih lanjut soal cerita-ceritaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa follow guyss buat tahu info lebih lanjut soal cerita-ceritaku.

Biar cerita ini rame ayo share cerita ini dan jangan lupa tag aku di tiktok @ Wp_cupcakeelit dan instagram @ ratihrahma_20 dan @ wp_cupcakeelit ya Pren. Semakin rame ceritanya semakin semangat aku nulisnya.

Kalau mau share cerita BLOODY REVENGE di tiktok, jangan lupa pakai hashtag #wpbloodyrevenge dan #wpcupcakeelit ya pren.

Tetap jaga kesehatan semuanya^^

Semoga hari kalian menyenangkan^^

Jangan lupa baca juga cerita aku yang lain!

See you next chapter!

Salam,
Ratih Rahma

Bloody Revenge!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang