Mencoba berpikir positif, Jasmine memutuskan untuk menunggu dan memperhatian Andrew dari luar. Namun, rasa tidak suka itu semakin meluap saat ia melihat Andrewmendekatkan wajahnya kehadapan wanita itu. Apa yang ia lihat selanjutnya seketika membuat matanya membulat kaget. Hatinya seakan terkoyak saat menyaksikanwanita itu mencengkram kerah baju Andrew dan menariknya paksa.Dengan segera wanita itu menciumi Andrew, melumat bibir Andrew dengan brutal bagaikan macam yang kelaparan dan baru menemukan mangsa.

Jasmine sangat terpukuldan tanpa sadar ia melepaskan pegangan pintu dengan kasar membuat pintu itu tertutup meninggalkan suara berdebam. Ia berlari dengan segenap sisa tenaganya, berusaha memacu langkahnya untuk pergi sejauh-jauhnya dari tempat itu. Saat ia mencapai lobby dan sedang mencoba memberhentikan taksi, sebuah tangan menahannya.

"Jasmine aku bisa jelasin. Apa yang terjadi tidak seperti kelihatannya," pinta Andrew, berusaha menahan Jasmine yang mulai memberontak, mencoba melepaskan tangannya.

"Nggak perlu And, aku udah liat dengan mata kepala aku sendiri. Jadi gini kelakuan kamu!" Jasmine yang terlanjur kalut tak sanggup lagi menahan air matanya.Ia menangis sesegukan.

"Tolong dengarkan aku dulu. Kamu salah paham, Sayang" bujuk Andrew berusaha tenang.

"Denger apa lagi? Semuanya udah jelas. Kamu tau aku benci pengkhianat. Aku percaya kamu, And. Aku percaya sampai rasanya sama sekali ngga nyangka kamu bisa lakuin ini. Kamu udah nyakitin aku!" teriak Jasmine sembari menyeka airmatanya. "Aku ngga bisa lanjutin ini," lirihnya.

"Apa maksud kamu?Tenang dulu, jangan ngambil keputusan disaat emosi gini dong. Kita bicarain baik-baik dulu, Jas," Andrew terlihat mulai putus asa.

Dengan tangannya yang bebas, Jasmine kembali memberhentikan sebuah taksi. Semua ini terlalu mengejutkan baginya. Menatap wajah Andrew hanya akan mengingatkannya pada kejadian menyakitkan yang baru saja ia saksikan. Sekuat tenaga ia berusaha melepaskan tangan Andrew masih mencengkram erat lengannya.

"Lepasin!" bentak Jasmine.

"Aku mohon, Jas.Kamu kapan mau dewasanya sih Jas?" Andrew hampir gila tak bisa menenangkan tunangannya.

"Dewasa? Kamu bilang aku nggak dewasa? Selama ini aku udah berusaha buat ngertiin kamu. Maklum dengan segala kesibukan kamu yang buat kamu selalu menomorduakan aku dan itu belum cukup? Oke mungkin memang aku bukan orang yang tepat buat kamu. Kamu nggak seharusnya tunangan sama anak kecil seperti aku. Jadi, lebih baik kita batalin pertunangan kita!"Jasmine yang merasa tersinggung dengan perkataan Andrew pun akhirnya meluapkan emosinya.

Belum sempat Andrew menjawab, seorang perawat datang dan terpaksa menginterupsi percakapan mereka, "Dok maaf ada pasien gawat yang baru datang di IGD. Kami membutuhkan dokter sekarang."

Andrew terlihat sangat bingung.Di satu sisi ia harus melepaskan kesempatan untuk memberikan penjelasan pada Jasmine dan di satu sisi seseorang sedang membutuhkan pertolongannya. Jasmine menunggu, ada sebuah harap kali iniAndrew akan memilihnya. Namun, perlahan rasa kecewa menjalar ke dalam darahnya ketika Andrew melepaskan tangannya dan berbalik pergi tanpamengucapkan sepatah katapun. Andrew segera berlari masuk ke dalam rumah sakit tanpa menoleh sedikit pun. Jasmine bergeming menatap punggung Andrew yang menjauh, "Tentu saja dia tidak akan memilihku, bodoh". Menelan rasa kecewanya, Jasmine bergegas masuk ke dalam taksi dengan air mata yang sudah mulai mengering.

Di dalam kamarnya yang bernuansa putih, Jasmine memandangi potret dirinya bersama Andrew.Perlahan ia merasakan pipinya kembali basah oleh air mata. Lucia yang sedang berdiri di depan pintu kamar Jasmine menatapnya dengan sedih. Ia berjalan mendekati Jasmine merengkuhnya kedalam pelukan, berusaha menangkan sahabatnya.

L for LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang