Ternyata, selamanya itu fana. Cepat atau lambat kau akan menyadari kalau pada akhirnya, hakikat manusia adalah untuk hidup dengan dirinya sendiri.

***

"Guys, guys! Lo berdua udah ngerjain tugas Konseling, belum?" pagi itu di kantin fakultas, Sero menghampiri kedua sahabatnya dengan terburu-buru. Heboh, seperti biasanya.

"Hah, tugas yang mana?" Karla melongo.

"Iiih, yang itu, lho! Yang disuruh review materi!" terang Sero mengingatkan.

"Astaga! Gue belum, lagi!" panik Karla.

Lana sembari membuka laptopnya sambil geleng-geleng. "Nih, gue udah. Baca aja, masih ada dua jam lagi, 'kan?"

"Ih, baik banget si cantik satu ini," Karla nyengir sambil memeluk Lana.

"Gila, rajin banget lo! Thanks, ya." tambah Sero. "By the way, boleh kirim ke e-mail aja, nggak? Biar gampang,"

"Nih, lo kirim aja sendiri. Gue mau pesan makanan dulu. Lapar, belum sarapan." ujar Lana lalu bangkit dan berlalu ke salah satu kios yang ada di kantin.

"Bu, nasi ayamnya satu, ya!" pesannya kepada seorang wanita paruh baya yang tengah sibuk menggoreng ayam.

"Bu, samain, ya!"

Lana menoleh. "Hai, Lan!" sapanya.

"Danar?" Lana memekik tidak percaya.

"Hai, udah lama banget nggak ketemu!" Danar memeluk Lana, lalu menepuk-nepuk punggungnya.

"Gila, lo ke mana aja, Nar?" tanya Lana.

Danar mengernyit sambil menatap Lana. "Lo yang ke mana! Habis cabut ngilang gitu aja,"

Lana tertawa ringan. "Kalau itu, lo tahu lah kenapa. Sorry, ya, gue cabut gitu aja," sesalnya.

"Santai aja, Lan. Awalnya sih kita-kita agak kesal, tapi lama-lama paham juga kenapa lo milih keputusan itu,"

"Thanks, Nar," Lana tersenyum tulus. Ada sedikit perasaan lega karena ternyata Danar tidak menghakimi keputusannya seperti apa yang ia cemaskan selama ini. "Eh, lo mau makan, kan? Duduk bareng gue aja, yuk? Gue jadi kangen ngobrol sama lo,"

Danar tertawa renyah. "Oke," katanya menyetujui. "Tapi lo nggak sama teman lo?"

"Tadi sama teman-teman gue, sih. Tapi mereka juga lagi nugas, tuh," Lana menunjuk teman-temannya yang sedang kelimpungan membaca materi. "Kita di sini aja, yuk!"

Keduanya memilih duduk tepat di depan kios tempat mereka memesan makanan.

"So, gimana kabar lo? Gila, udah dua tahun ya kita? Padahal masih satu kampus, lho."

Lana terkekeh. "Life's good," bohongnya. "Iya, ya? Gue nggak pernah ngelihat lo juga, sih. Mungkin karena gedung fakultas kita jauhan,"

"Iya, sih. Jauh banget! Gue aja sampai keringetan tadi jalan ke sini," angguk Danar. "Lo nggak mau nanyain kabar gue, nih?" ia mengangkat sebelah alisnya, menatap Lana jahil.

"Oh iya, astaga! Jadi gimana kabar lo? Masa harus nunggu ditanya sih, biasanya juga TMI," balas Lana

"Hehe, masih ingat aja lo!" protes Danar sambil terkikik. "Gue baik. Yah, lagi sibuk banget karena Unknown alhamdulillah sudah mulai banyak tawaran manggung. Oh iya, lo udah tahu kami punya vokalis baru?"

"Naia, ya?" Lana pura-pura menebak. "Tahu, kok. Waktu itu gue sempat dikasih tahu teman gue,"

Danar manggut-manggut dengan mulutnya yang membulat. "Nanti lo ikut, Lan?" tanya Danar tiba-tiba.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 29, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Endless LoopWhere stories live. Discover now