LANA menatap handphone-nya gusar. Sudah setengah jam laman akun Instagram Marvel memenuhi layar datar itu, tapi ia sama sekali tidak memencet apa pun. Seminggu sejak Aryani memintanya menghubungi Unknown telah lewat, namun ia bahkan belum tahu harus bilang apa untuk membuka obrolan dengan Marvel. Harus basa-basi dulu? Atau langsung saja straight to the point? Ribet, ya? Kalau saja Unknown bukan band yang membawa banyak kenangan dan luka bagi Lana, ia pasti sudah menghubungi mereka segera setelah mendapat perintah Aryani. Tapi, kalau sudah bawa-bawa perasaan dan masa lalu, semuanya jadi nggak technical lagi, kan?
Lana teringat obrolannya dengan Arkie di perjalanan menuju Laker kemarin.
"Lo lagi ada problem sama mantan lo, Lan?" Arkie menyerang Lana dengan sebuah pertanyaan sensitif tanpa peringatan apa pun sebelumnya, membuat Lana diam beberapa detik karena kaget.
Setelah bisa mencerna pertanyaan Arkie dengan baik, ia langsung menyumpah serapahi duo trouble maker—siapa lagi kalau bukan Sero dan Karla?—yang pasti sudah membocorkan masalah ini kepada Arkie seakan masalahnya itu bahan gosip recehan yang bisa jadi topik hangat di sela-sela obrolan.
"Lo tahu dari Sero dan Karla?" tebak Lana, meskipun ia sudah tahu jawabannya.
"He-eh, mereka cerita waktu ketemu di kantin itu," jawabnya terus terang. "Gue yang tanya. Habisnya, muka lo ketekuk banget waktu itu kayak habis kena sial,"
Entah kenapa mendengar kalimat terakhir Arkie, Lana jadi tertawa dan refleks memukul lengan Arkie. "Sorry," Lana mengelus bekas pukulannya.
"Gue boleh kasih saran, nggak?"
"Apa?"
"Kalau menurut gue, dari sisi profesional, ya, mending lo hubungi dia, sebatas ngomongin kerjaan saja. Jangan ada yang melewati batas. Selesai ngomongin kerjaan, lo cabut. Lebih cepat lo selesaikan tugas lo, lebih cepat juga lo nggak berurusan sama dia. Just make it practical," ucap Arkie serius. Kalau ini, sebenarnya logika Lana juga sudah berkali-kali bilang begitu. Tapi, lagi-lagi kalau sudah ada history yang menyangkut perasaan, mau dibuat seprofesional apa pun juga tetap jadi ribet!
Lalu ia teringat ucapan Sero tempo hari, "Tapi Unknown bukan Marvel doang, kan, Lan? Lo bisa hubungi yang lain," Apakah ia harus menghubungi Keenan? Salim? Danar? atau Naia, si vokalis baru yang menggantikan posisinya itu? Tidak. Menghubungi Keenan, Salim, ataupun Danar jelas bukan ide bagus mengingat pengunduran dirinya dari Unknown dulu bisa dibilang keputusan sepihak. Lana tidak siap kalau harus mendengar mereka memaki-makinya, meski kemungkinan besar mereka tidak akan begitu. Sudah lewat dua tahun juga, kan? Tapi Lana tetap merasa tidak enak. Kalau Naia... apa ia coba cari kontak Naia, ya?
Lana mengetikkan nama Naia di kolom pencarian. Ada Naia Ardina, Naia Azzahra, Naia Putri, Kanaia, ah banyak banget! Lana mengecek satu per satu tapi tidak ada satu pun akun yang di-follow Marvel atau anak-anak Unknown lainnya.
Jadi harus Marvel banget, nih? tanya Lana pada dirinya sendiri. Ia tidak punya pilihan lain. Waktu charity event tinggal sebentar lagi dan banyak yang harus ia siapkan. Belum lagi mencocokkan jadwal dengan Unknown. Kalau tidak dari sekarang, ia bisa dicecar habis-habisan oleh seisi kepanitiaan.
eleaneisha : Vel
Lana memberanikan diri, akhirnya. Arkie benar, semakin cepat ia memulai ini, semakin cepat urusannya selesai.
marvelsrg : Hai, Na. Tumben chat duluan? Biasanya chat-ku saja nggak dibalas
eleaneisha : Can we talk? Ada urusan kerjaan yang menyangkut kamu.
marvelsrg : Kenapa nggak WhatsApp aja, Na? Masih punya, kan, nomornya?
eleaneisha : Sudah nggak ada.
eleaneisha : We make it practical aja, Vel. Kita ngobrol langsung.
YOU ARE READING
Endless Loop
RomanceApa batas yang pasti antara logika dan perasaan? Bisa jadi batas itu terlalu tipis dan rumit sampai sulit untuk dimengerti. Seperti halnya yang terjadi antara Lana dan Marvel, batas itu terlalu rumit untuk ditegaskan. It's just like an endless loop...
