Part 27 - Big Surprise (Ardo Pov)

8 1 0
                                    

Setelah hampir 7 tahun tinggal di Amerika, akhirnya gue bisa balik lagi ke Indonesia. Waktu yang sangat sangat sangat lama bagi gue. Seandainya dulu gue ga keburu ikut beasiswa Amerika, gw ga perlu mengabdi di sana selama 6 tahun ini. Hari ini adalah pertama kalinya gw balik ke Indo setelah sekian lama.

"Ia mama. Ini baru aja take off. Ya. Lusa kayanya aku pulang ke rumah ya. Oke. Bye." Gue berjalan menuju exit gate terminal 3 soekarno hatta.

"Pak Ferlos?" 

"Hallo Pak Dika. Lama tidak berjumpa." Beliau adalah asisten gue 3 tahun lalu. Tapi sejak menikah Beliau memilih untuk kembali ke Indonesia.

"Benar Pak Ferlos. Saya anter Bapak ke apartemen, Pak?"

"Ia. Tolong ke apartemen saja, Pak Dika. Saya butuh istirahat. Besok saya akan ke kantor."

"Baik Pak Ferlos."

Gue gak pernah suka bepergian menggunakan pesawat karena gue ga pernah suka dengan efek jetlag-nya itu. Sama kayak sekarang, gue bener-bener pusing. Itu juga alasan gue gak pernah pulang. Gue males ngerasain sakit kepala after 20an jam penerbangan.

"Sudah sampe, Pak." 

Gue membuka mata dan ternyata benar, gue sudah berada di basement sebuah apartemen di kawasan kuningan di Jakarta.

"Oh benar. Terima kasih Pak Dika. Maaf saya ketiduran."

"Sama-sama, Pak. Mari saya bantu barang-barangnya, Pak."

Sesampainya di apartemen dan sepeninggalan Pak Dika, gue langsung ke kamar dan ngelanjutin tidur. Tapi, gak berapa lama, perut gue mulai terasa nyeri. Gue baru inget ternyata gue terakhir makan kemaren malam saat di pesawat dan sekarang sudah pukul 4 sore. Hampir 20 jam tidak makan, pantes aja nih perut mulai ngamuk.

Walaupun dengan kepala setengah sehat, gue memutuskan untuk bangun, cuci muka, lalu pergi ke Mall deket sini. Gue ambil kunci dan mulai menjalankan mobil. Sesampainya di mall, gue langsung menuju fresh mart untuk belanja bahan masak dan roti. Gue sepertinya akan tidur seharian, jadi waktu bangun gue sudah ada bahan masak.

Gue berniat untuk mengambil roti dan selai serta beberapa peralatan bumbu dapur sederhana aja. Seketika gue masuk ke fresh mart, jantung gue rasanya berdebar kencang banget. Gue bener bener ngelihat Vyen Sera di depan gue sedang membawa keranjang dan memerhatiin barang barang dapur. Gue sampe ga sadar udah ngikutin dia berapa lama dan mastiin dia adalah Sera. 

Tidak ada yang jauh berbeda darinya. Hanya saja kulit dan wajahnya lebih terlihat putih dan bersih. Rambut yang gelombang dan terlihat sangat terawat menjuntai anggun di belakang rambutnya. Dan sepertinya dia baru saja pulang kerja, terlihat dari pakaian semi formal yang dia pakai. Senyumnya yang terbit setiap kali menemukan barang yang dia mau, benar benar membuat gue kagum.

 Senyumnya yang terbit setiap kali menemukan barang yang dia mau, benar benar membuat gue kagum

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gue mengingat beberapa kali gue mencoba untuk mencari tahu keberadaan Sera. Mulai dengan mencoba membuat akun sosial media dan ternyata Sera tidak aktif menggunakan sosial media. Sehingga, akhirnya gue mendapatkan informasi yang cukup banyak tentang Sera dari temen-temen tim volunteer dia saat di kampus dulu. Gue tahu tempat kerja, tempat tinggal dan tempat ibadahnya dari mereka. Itulah salah satu alasan gue membeli apartemen di daerah kuningan berharap agar gue lebih mudah untuk ketemu Sera.

Selain itu, gue juga memantau apakah Sera sudah punya pasangan atau belum. Gue cukup bahagia setelah tahu kalau Sera memang sangat sulit untuk terlalu dekat dengan seorang pria. Dan gue juga cukup bangga gue menjadi satu satunya pria yang cukup dekat dengan dia saat masa kuliah dulu. Gue sungguh berharap Sera bener bener mencintai gue. 

Dulu, gue sering beberapa kali memergoki Sera curi-curi pandang ke gue. Awalnya gue merasa sedikit risih, apalagi karena cukup banyak wanita melakukan hal yang sama. Tapi, entah kenapa gue emang gak pernah setuju kalau Sera dirundung atau menangis karena sedih. Mungkin karena gue tahu kalau Sera adalah orang yang baik, jadinya gue berniat untuk melindunginya. 

Namun, entah sejak kapan, gue merasa Sera mulai jarang untuk curi-curi pandang ke gue dan itu membuat gue sedikit kesal. Sera mulai terlalu sibuk dengan kegiatan komunitasnya atau tugas kampus. Lalu, gue memutuskan untuk duduk di samping Sera hanya untuk melihat responnya. Dan entah kenapa gue seneng banget melihat dia tersenyum setiap kali gue memberi bantuan kecil buat dia. And i think i'm addicted to her smile so much.

Yang gue gak percaya adalah gue bisa ketemu dengan dia secepat ini. Ini bahkan belum 24 jam gue mendarat di Indonesia. Mungkin ini yang disebut orang-orang sebagai jodoh kali ya. Tak henti hentinya gue mengulum senyum bahagia sambil memerhatikan wanita cantik yang jaraknya cukup jauh dari gue itu. 

Lalu entah apa yang dipikirkan wanita itu, dia sedang memanjat rak sambil mencoba meraih sebungkusan bumbu di atas sana. Gue yakin sih ga berapa lama raknya bakal rusak dan wanita ini akan kena masalah lagi. 

"Kalau udah tahu nggak sampai, minta tolong. Yang ada raknya rusak atau jatuh dipanjat kayak gitu."

Gue mengangkat tubuhnya yang super ringan itu. Astaga wanita ini wangi sekali. Gue mengambil sebungkusan bumbu itu lalu memberikannya. Gak lama Sera membalikkan badan. Memandang wajah gue dengan ekspresi sekaget itu. Bibir pinknya menganga tanpa berkedip.

"Kenapa diam? Ada yang aneh dimuka gue?" Ucap gue mencoba menenangkan pikiran dan jantung gue.

"Vye?" Ucap gue sambil mengamati wajahnya yang ternyata menjadi sangat cantik saat ini. 

"Oh. Maaf." Sera mendorong gue cukup keras. Sehingga gue hampir terjatuh.

"Kalau begitu, gue duluan yah. Sekali lagi, terima kasih." katanya sambil membungkuk kecil dan berjalan cukup cepat. 

"Ya. Sama-sama." Ucap gue setengah sadar. Gue mencoba memahami apa yang terjadi. 

Dan cukup lama gue terdiam dan tersadar, gue menepok jidat, "Astaga Ardo bego." Gue lalu berjalan kelimpungan mencari keberadaan Sera. Gue menelusuri rak rak mencoba untuk menemukan Sera. Dan saat gue keluar, gue menemukan Sera sudah berjalan di tangga transjakarta.

Gue berlari secepat mungkin ke arah basemen melalui tangga darurat karena lift semua penuh. Sambil mengutuki kebodohan gue. Kenapa coba gue berani-beraninya memeluk Sera begitu. Bukan hanya memeluk tapi gue juga membelai rambut dan kepalanya. Bodoh banget gue. Orang manapun akan mikir gue pervert. Siapa coba yang ngelakuin hal kayak gitu ke orang yang udah lama gak pernah ketemu. 

Sambil mengutuki diri sendiri dan dengan secepat mungkin, gue mengendari mobil dan mencari keberadaan Sera. Gue menghiraukan perut gue yang makin nyeri. Pas banget gue melihat dia masuk ke sebuah bus dan menginjak gas secepat mungkin mendekat dan melewati mobil di depan gue. Gue mencoba untuk mengikuti tapi ternyata gue ga tahu dari arah sebelah kiri ada sebuah truk wika yang sedang lewat dan seketika gue kehilangan kesadaran.

Is This Endless WaitingWhere stories live. Discover now