"Lo berdua tau kan, udah dua hari ini Thea gak masuk sekolah. Gue gak tau kabarnya gimana, apalagi terakhir kali dia sekolah, dia pingsan itu loh, ya gue— gue khawatir lah," ucap Galang, memelankan suaranya di akhir.

"Ya kalau lo mau tau kabarnya tinggal chat aja lah, gampang kan?"

"Tapi—"

"Tapi apaan?"

"Sebenarnya terakhir kali ketemu, gue sempet dingin ke Thea."

"Kenapa lo kayak gitu?" tanya Xavi.

Galang belum menceritakan masalah yang kini dia miliki, tentang ancaman Theo, tentang Thea, dan— tentang Aurel yang tak pernah selesai.

"Lang? Lo ada masalah ya?" tanya Toya setelahnya.

Kayaknya gue emang harus cerita ke mereka deh. Siapa tau dengan gini gue bisa dapat jalan keluar, kata Galang membatin.

"Gak apa-apa nih kalau gue malah jadi curhat sama lo berdua. Padahal kan niatnya kita mau main," tutur Galang.

Xavi menepuk pundak kanan Galang pelan. "Santai brother, main bisa kapan-kapan."

"Betul tuh, percuma juga kita mau main kalau lo nya sekarang lagi kayak gini kan?" lanjut Toya.

Galang tersenyum kecil. "Makasih ya."

"Sama-sama, Lang. Gih cerita!"

Galang menceritakan semua kejadian yang dia alami beberapa hari lalu itu. Saat dimana Theo mengajaknya berbicara di belakang sekolah, soal permintaan Theo pada Galang untuk menjauhi saudari kembarnya, Calithea.

Galang pun menceritakan pasal Aurel yang masih saja terus Theo bahas hingga detik ini. Soal foto yang masih juga ada di handphone milik Theo. Bukti dari tuduhan yang bisa saja mengancam Galang.

Serta, Galang menceritakan apa alasan Galang bersikap dingin pada Thea saat itu.

"Jadi gitu. Gue serba salah jadinya. Mau ngebantah, tapi Theo bisa aja nekat. Mau nurut, gue ga bisa. Gak bisa pergi dari Thea gitu aja," jelas Galang.

"Lang, kalau lo yakin lo gak salah, gak usah takut lah sama ancaman Theo," kata Toya.

"Ck! Ya, tapi itu bukti. Gue masih gak bisa punya bukti apapun untuk ngelak."

"Tapi, Lang. Bukti nya gak kuat menurut gue. Itu cuma foto yang gak menjelaskan apa-apa sebenarnya. Kalau Theo berani untuk ngelaporin soal ini dengan iming-iming kalau lo adalah penyebab kematian Aurel, dia juga harus bisa jelasin apa maksudnya dan apa yang udah lo lakuin waktu itu. Bukti Theo gak cukup kuat menurut gue. Kalau boleh gue bilang, dia cuma nge gertak lo aja. Kalau pun dia beneran niat untuk ngelaporin masalah ini, mungkin udah sejak dulu dia lakuin. Lo gak perlu takut," jelas Xavi dengan segala pemikiran di kepalanya.

Galang terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja sahabatnya ini jelaskan. Ucapan Xavi juga ada benarnya. Theo mungkin saja seperti ini karena memang lelaki itu tak menyukai Galang, entah mengapa. Theo hanya menggunakan ini sebagai senjata agar Galang tetap tunduk di bawahnya.

"Ada bener nya juga sih Lang apa kata Xavi. Menurut gue juga gitu. Bukti itu dia simpan cuma buat senjata nya. Gak akan ada apa-apa kalau kata gue. Lo gak perlu lah terlalu mikirin ini. Terus juga masalah Thea, gak ada hubungannya sama Theo maupun Aurel. Ini cuma tentang lo berdua, lo sama Thea. Mereka gak ada sangkut-pautnya," sahut Toya.

"Thea juga gak sebodoh itu untuk langsung percaya kalaupun Theo nunjukin foto itu ke dia. Yang gue liat-liat Thea logis kok anaknya. Dia pasti bakal mikir berulang-ulang, paling nggak, dia bisa tanya dulu sama lo," lanjut Toya menjelaskan.

Sebelum 365 Hari (End) Where stories live. Discover now