"Zeni, kita putus aja, ya?"
Lelaki yang wajahnya tak kalah imut dariku itu tidak bisa menatap mataku. Dia terlihat gelisah. Barangkali kalimat tadi adalah kata-kata yang sangat sulit diucapkan.
Tetapi dia melakukannya dengan baik. Meskipun dia tampak takut aku terluka.
Aku meletakkan tanganku di bahunya.
Aku tidak tahu, jika itu Zeni yang asli apa dia akan melakukan hal yang sama atau tidak.
"Iya, kita putus aja!"
Akhirnya lelaki itu menatapku. Ini kali pertamanya dia menatap lama. Tidak ada ekspresi bahagia, juga tidak ada ekspresi sedih.
Dia berkedip beberapa kali sebelum bertanya, "Kenapa?"
Yang berhasil membuatku kebingungan untuk menjawabnya.
----------------------
40 Jam Sebelumnya
Klik ... klik ...
Klik ...
Blubp (suara pesan masuk).
Lucas
Sisi, kamu nggak apa-apa?Read
Aku baca banyak chat kamu
Read
Jadi kangen
Read
Aku pengen ketemu
Aku baik-baik aja
Kamu gimana?
Aku juga kangen
Aku free
Tapi, lebih baik nggak
usahKenapa?
Lebih baik, kaya gini
Kamu sama hidup kamu
yang tanpa aku. Dan
sebaliknya.Kita jalani hidup masing-
masingYa udah.
Aku, bakal terus
dukung kamu. Jangan
khawatirMakasih, ya 💚
Kamu, tahu. Meskipun
aku ngerasa sedikit frustasi,
tapi aku juga ngerasa lega.
Karena, aku masih punya kamu
yang bakal terus dukung akuIyaa
Thanks and love💚
😊
------
Aku melepaskan kacamata dan menaruhnya di samping keyboard komputer. Kemudian beranjak dari kursi dan menghempaskan tubuhku di atas kasur.
Rangkaian kejadian yang pernah aku dan Lucas lewati berputar dalam memori. Seperti adegan drama komedi romantis yang endingnya sedih.
YOU ARE READING
7 Boys In My Dream
Teen Fiction⚠️ Do Not Plagiarism ❗ Jika anda menemukan kesamaan nama tokoh, tempat, beberapa alur yang mirip dengan drama, itu hanyalah kebetulan semata. Cerita fiksi ini muncul dari pemikiran Author yang tidak main-main, Harap Pembaca bisa menghargainya. ____...