Mataku Ternoda

64 20 0
                                    

"Udah babak belur gini masih aja ngomong bahasa planet," protes Lily sambil memapah Ethan.

"Greek, tadi itu bahasa Yunani. Uhuk!" protesnya yang disertai batuk.

"Udah jangan bicara lagi, kita ke rumah sakit!"

"No, not the hospital. My apartemen."

Mendengar Ethan memintanya untuk mengantar ke apartemen nya, Lily curiga. Bisa saja tadi Ethan hanya berpura-pura dipukuli lalu ia sudah menyiapkan jebakan di apartemennya. Kalau sudah di apartemennya, bisa jadi Ethan dan teman-temannya akan melakukan hal yang tidak senonoh pada dirinya atau bahkan ia mungkin akan diculik. Lily bergidik dengan pemikirannya sendiri.

"Mbak, jadinya ke mana nih?" tanya sang driver begitu pintu mobil tertutup.

"Rumah sakit."

"Lebih baik saya turun daripada kalian membawa saya ke rumah sakit. "

"Luka-luka kamu harus diobati, ya meskipun gak terlalu parah." Lily memaksa.

"Ke apartemen saya, ada peralatan P3K di sana." Ethan berkata pada sang supir.

"Nggak, Pak." Lily menolak tegas.

"Jadinya ke mana ini?"

"Ke rumah saya aja sesuai aplikasi, Pak." Kalimat itu meluncur dari bibir Lily, ia berfikir cepat setidaknya jika ke rumahnya tidak akan ada jebakan yang mungkin sudah disiapkan dan kalau ada apa-apa ada Mbak Marni dan para tetangga yang pasti akan datang jika Lily teriak kencang.

"Kamu punya obat-obat yang saya butuhkan?"

"Ada. Almarhumah ibu saya dulu seorang perawat."

Ethan mengangguk-angguk. "Baik Pak, ke rumah Lily saja." Ethan tersenyum tipis, tanpa susah payah ia bisa tahu rumah gadis yang disukainya.

Perjalanan berlanjut dalam keheningan. Mata Ethan terus saja menatap Lily yang melihat ke jalanan. Gadis yang baru saja ia temui ini begitu memukau bagi dirinya.
Ethan meraba dadanya, ia teringat pada seorang kakek di Yunani yang pernah memberi wejangan padanya bahwa hati kita akan memberi sinyal jika bertemu pasangan yang tepat saat menatapnya. Dan ia merasakan debaran yang berbeda saat menatap Lily. Banyak wanita sudah dia temui bahkan beberapa sudah ia kencani tapi tak ada yang menimbulkan getaran di hatinya saat ditatap. Wanita lain hanya menarik secara fisik bagi Ethan, tapi Lily berbeda.

"Eísai ómorfos, Agápi mou."

Lily menoleh. "Kamu bilang apa?"

"Kamu cantik." Tentu saja ini bukan terjemahan lengkap dari kalimat yang Ethan lontarkan. Arti dari kalimat itu sebenarnya adalah kamu cantik, sayangku.

Dua kata itu membuat pipi Lily merona, baru kali ini ada lelaki yang tidak berkaitan darah dengannya memuji secara langsung. Untung saja ini malam hari dan lampu mobil dipadamkan sehingga Ethan tak bisa melihat merahnya pipi Lily.

"Ehem." Lily berdehem untuk menghilangkan kecanggungannya. "Di depan situ belok kanan ya, Pak," katanya pada supir.

Ethan menatap rumah minimalis di hadapannya. Rupanya inilah tempat tinggal Lily. Tidak besar tetapi rapi dan bersih.

Seorang perempuan bermukena yang usianya 10 tahun lebih tua dari Lily membukakan pintu. Rupanya Lily telah mengirimkan pesan beberapa menit yang lalu pada wanita yang dikenal dengan panggilan Mbak Marni itu.

Ethan duduk di sofa, di hadapannya ada Lily yang telah siap dengan peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan.

"Ini kompresannya." Marni menyerahkan sebuah ice bag yang biasa digunakan untuk kompres dingin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AgapeWhere stories live. Discover now