Siapa yang membuntuti?

165 35 2
                                    

Lily melihat keluar dari jendela dapur rumahnya. Ia baru saja selesai sarapan, dan menatap ke luar setelah mencuci peralatan makan. Matanya memicing, satu obyek berupa Toyota Camry hitam yang diparkir tak jauh dari rumahnya menarik perhatiannya.
"Sejak semalam mobil itu di sana. Mobil siapa?" Lily bergumam sendiri.

Lily sering memperhatikan lingkungan sekitarnya, ia tahu betul tidak ada tetangganya yang memiliki mobil berjenis Camry, bahkan hanya satu dua keluarga saja di sekitarnya yang memiliki mobil. Kalaupun ada yang baru membeli mobil pasti kena tegur Pak RT karena memarkirkan mobil di jalan. Memiliki mobil berarti harus punya garasi kan?

Atau apakah ada keluarga salah satu tetangga yang kedatangan tamu? Sepertinya tidak mungkin, rumah tetangga di sekitar tidak ada yang terlihat mengadakan acara keluarga, semuanya sepi seperti biasa.

Lily menepuk dahinya sendiri, ia merasa over thinking memikirkan satu mobil yang terparkir tak jauh dari rumahnya itu secara berlebihan. Untuk apa dan kenapa mobil itu diparkir di sana adalah bukan urusannya.

Ponsel keluaran China miliknya berbunyi. Lily segera mendekat ke meja makan tempat ponsel itu ia letakkan. Sebuah pesan dari sahabatnya, Rosaline.

[Bawain w sandwich, ya. Belum sarapan nih. Nanti siang w traktir.]

Lily tersenyum membaca pesan itu, hampir setiap pagi sahabatnya itu selalu minta dibawakan sarapan. Segera ia jawab pesan Rosaline.

[Ok, tapi bukan sandwich ya. Nasi goreng.]

[Yeay! ]

Lily tahu sahabatnya itu hanya butuh tempat curhat bukan makanan. Rosaline lahir dari keluarga berada sangat mudah baginya untuk membeli makanan apa pun yang diinginkan. Tiap kali mereka makan bersama ada saja cerita baru yang mengalir dari bibir Rosaline.

Lily bergegas memasukkan nasi goreng ke dalam kotak makanan yang ada di lemari lalu menaruhnya dalam tas.

Bedak tipis ia poleskan di muka. Long tunik warna peach, celana pensil warna putih, dan jilbab yang warnanya senada dengan bajunya adalah pilihan busananya hari ini.

Lily menyimpan kunci rumahnya di salah satu pot bunga yang ada di teras. Kunci itu untuk Mbak Marni yang saat ini sedang ke pasar dan sebentar lagi akan pulang. Lily tinggal berdua dengan anak angkat almarhumah ibunya sejak satu tahun lalu.

Honda beat putih milik Lily membelah jalanan kota pagi itu, tujuannya adalah kampus Universitas Peradaban tempatnya menimba ilmu. Sampai di perempatan, Lily berhenti karena lampu lalu lintas menyala merah. Diliriknya kaca spion, Lily mengernyit. Camry hitam yang ia lihat tak jauh dari rumahnya ada di belakang motornya terhalang satu mobil lain.

Perasaannya mengatakan ia diikuti, dan untuk membuktikan itu Lily sengaja berjalan memutar tak langsung menuju kampusnya. Benar saja Camry hitam itu terus mengikuti.

Beribu pertanyaan menghampiri kepala Lily, seingatnya ia tak punya musuh lalu untuk apa diikuti? Siapa mereka? Apa maunya?
Sempat terbersit dalam pikirannya untuk menghampiri mobil itu tapi pastinya ia akan terlambat sampai di kampus, pagi ini ia harus presentasi di hadapan kawan-kawannya. Belum lagi jika yang membuntutinya berniat jahat dan bersenjata, akan menjadi bumerang bagi Lily meskipun ia memegang sabuk hitam karate tetapi tak mau bertindak gegabah.

Kemudian Lily sengaja masuk ke sebuah gang agar ia tak lagi dibuntuti. Gang tersebut menembus ke jalan besar yang tak jauh dari kampusnya.

Lily merasa lega, Camry hitam itu sudah tak ada di sekitarnya. Ia sampai di kampus dengan selamat.

Rosaline sudah menunggu di parkiran kampus dan menyambutnya.

"Kok telat, gak biasanya?" tanya Rosaline di samping Lily yang sedang melepas helmnya.

Lily segera mengeluarkan kotak makanan dan memberikannya pada Rosaline. "Ini nasi goreng, lu. Sorry ya gue ada presentasi kelompok, gue buru-buru." Lily berniat segera ke ruang kelasnya tetapi Rosaline menahan tangannya.

"Ngobrol dulu bentar, ada yang mau gue ceritain." Rosaline memohon.

"Nanti ya abis presentasi," tolak Lily lembut.

***
Selesai presentasi, Lily memenuhi janjinya. Menemui Rosaline di perpustakaan kampus. Beberapa menit sebelum mata kuliah yang diikuti Lily berakhir, Rosaline mengirimkan chat tempat pertemuan mereka.

Rosaline duduk di pojok perpustakaan, tepat di samping jendela.

"Tumben, biasanya ngajak ketemu di kantin. Kenapa di perpustakaan?" Lily merasa heran, pasalnya temannya yang satu ini bukan tipe yang suka membaca, Rosaline sangat jarang datang ke perpustakaan.

"Gue nyari tempat sepi. Duduk."

Lily duduk di hadapan Rosaline. Ditatapnya sang sahabat, pasti ada hal penting hingga memilih tempat yang sepi.

"Ada apa?"

"Gue... takut."

"Takut?"

Rosaline mengangguk lalu menunduk. "Hamil."

Lily merasa tak percaya dengan pendengarannya. "Maksud lu?"

"Gue takut hamil," bisik Rosaline.

"Gue gak ngerti."

"Rio. 4 hari lalu ... gue sama Rio berhubungan. I lost my virginity."

"4 hari lalu kan pas lu ngajak gue ke club,"

"Iya, gue ketemu Rio di sana, terus Rio bawa gue ke hotel pas gue mabuk."

"Pantes gue cariin lu gak ada. Karena gak ketemu akhirnya gue keluar dari club. Gak tahan gue di sana. Ck... ah, kan gue udah bilang jangan ke club, itu tempat maksiat semua, minuman keras, seks. Terus sekarang lu gimana?"

Kalimat beruntun diucapkan Lily. 4 hari lalu Rosaline memaksa Lily untuk ikut ke club. Dia yang memakai hijab diizinkan masuk setelah Rosaline bicara dengan penjaga club.

"Gue takut, Ly. Kalo sampe hamil, habis gue."

"Udah test pack?"

Rosaline menggeleng. Kalau saja Rosaline menganut agama yang sama dengan Lily pasti saat ini puluhan nasehat sudah keluar dari bibirnya. Nasehat yang pernah ia dengar dari almarhumah ibunya.

"Gue gak tau gimana aturan di agama lu. Tapi di agama gue, zina itu haram mau hamil atau nggak. Semoga aja lu gak hamil."

"Amin. Tapi kalo gue hamil gimana?"

"Si Rio harus tanggung jawab lah. Klo gak mau tanggung jawab, biar gue hajar."

Geram Lily mendengar penuturan sahabatnya. Rio lelaki populer di kampus mereka. Terkenal sering gonta ganti pacar, tapi Rosaline masih saja menyukai pria kakak kelasnya itu. Entah sudah berapa kali Lily menasehati agar Rosaline menjauh dari Rio tapi tetap saja tak didengar.

Rasa bersalah tiba-tiba mengalir di hati Lily. Seharusnya malam itu ia menjaga sahabatnya, tetapi karena tak tahan dengan situasi di club ia memutuskan untuk keluar. Dan di luar ia mengalami situasi yang tak memungkinkan untuk kembali ke dalam. Ia juga lupa untuk menelpon Rosaline karena ada hal genting yang harus dilakukan.

"Sory ya, gue gak jagain lu malam itu. Malah langsung keluar begitu nyari lu gak ada."

"Lu gak salah, malah gue yang salah maksa lu ke club. Ya wajar sih, kalo lu langsung pulang nggak tahan dengan situasi di sana."

"Sebenarnya gue gak langsung pulang, tapi...." Perkataan Lily terputus setelah tidak sengaja melihat Camry hitam yang tadi membuntutinya ada di parkiran kampus. Dari jendela lantai 3 perpustakaan, terlihat jelas area parkiran kampus. "Oh, shit."

"Kenapa, Ly?"

"Lihat Camry hitam itu." Lily menunjuk di jendela, pandangan Rosaline pun mengikuti. "Tadi pagi mobil itu buntuti gue dan tu mobil udah parkir deket rumah gue sejak semalam."






AgapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang