"Hai, Chef Nattawin."

Nattawin menoleh, tersenyum dengan begitu lebar dan membalas sapa. "Hai, Pretty. Mau aku buatkan sesuatu? tadi pagi kamu melewatkan sarapan, kan? Dasar omega nakal, apa kamu senang melihatku khawatir?!" Tak mendapat jawaban, Nattawin mengernyit. "Jak!! kamu mengabaikanku?"

"Kamu sudah tak menghindar dariku lagi, Natt? kamu tak lagi marah, kan? kemarin, pagi hari setelah pesta, aku tahu kalau kamu enggan berbincang denganku. 24 jam kamu menghindar dan lebih banyak diam. Aku.. sedih.."

Menghela nafas panjang, Nattawin tak ingin Jakapan tahu bahwa alasan dari sikapnya itu berkaitan dengan luka di hatinya. Mustahil baginya untuk jujur dan mengatakan bahwa ia marah saat melihat Jakapan berciuman di balkon dengan Wichapas. "Kamu terlalu jauh dalam berpikir, Jak. Aku sibuk, di sini bukan tempatku untuk bersantai saja. Maaf kalau sikapku melukaimu."

"Ya sudahlah, mungkin aku kelelahan. Apa di lemari pendingin ada jus apel? kalau tidak ada, sepertinya aku harus pergi ke minimarket."

Menahan Jakapan, Nattawin meminta pria omega itu untuk duduk. "Tunggu, biar aku yang menyiapkan semuanya. Mau makan apa? nasi goreng, waffle? atau.. roti bakar?" Meniup kopi panas di dalam cangkir, Nattawin yang juga dilengkapi oleh celemek pun berhasil memberi penghiburan pada Jakapan.

"Anything you have, Chef Nattawin."

"What if i give you my heart?" Kali ini, Nattawin bersungguh-sungguh dalam ucapannya. Kecewa lagi-lagi ditimang kala tertawa Jakapan dibuatnya.

"Oh iya Natt, kemana perginya semua orang? well, i mean, my brother. Biar saja Wicha dan Naphat pergi kemana pun mereka ingin, aku tak peduli."

Mengupas apel hijau, Nattawin benci untuk mendengar Jakapan mengucap nama suaminya. "Mile katanya harus pergi menemui Jayler. Mungkin Tuan Akara menitipkan pesan lewat telfon. Aku tebak, beliau ingin memvalidasi kabarmu langsung dari Jayler. Beliau pasti khawatir, Jak. Kamu menerima banyak panggilan darinya, kan?"

Tidak.

Sama sekali tidak pernah.

Sejak tiba di Italia, Jakapan diabaikan.

Entah itu pesan atau panggilan, siang juga malam, respon yang diharapkan Jakapan tak pernah hadir dari Akara.

"Jakapan, kamu melamun lagi?"

Pertanyaan Nattawin kembali menuai sadar untuk Jakapan. "Natt, apa kamu tahu sesuatu tentang Violet Nirmala?" timpalnya mengalihkan topik. "Segala hal yang berhubungan dengan nasib? kesialan, kutukan dan sejenisnya."

"Violet Nirmala itu.. The Last Nirmala yang kau idolakan sejak dulu itu?"

Jakapan tak yakin, jawaban Nattawin pun terlalu ambigu dan membuatnya mengangguk dengan kikuk. "I-iya, dia yang aku maksud. Kamu tahu sesuatu tentang kisahnya? aku.. sedikit lupa?" bohongnya.

"Jakapan yang paling cantik, kamu ini hidup di zaman batu atau apa? google bisa menjawab semua pertanyaanmu. Cari saja di sana, aku yakin informasi tentang The Last Nirmala akan sangat mudah untuk ditemukan."

Menurut, Jakapan pun mengeluarkan handphone dari dalam tas dan segera mengetik kata kunci di pencariannya.

"Hah? apa-apaan ini? wajah.. kenapa? kenapa yang keluar malah wajahku?"

 kenapa? kenapa yang keluar malah wajahku?"

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
THE VILLAIN (BibleBuild)Место, где живут истории. Откройте их для себя