haruto dan demam

730 82 1
                                    

Haruto terbangun, pagi sudah datang. Sinar hangat matahari menyelinap kedalam, namun tubuh nya tetap terasa dingin.

Dirinya mengeratkan selimut yang kini ia pakai. Tadi malam dirinya di bangun kan oleh sang Bunda saat tak sengaja tertidur di lantai, dia langsung mengganti baju lepek nya dan terlelap. Pagi ini badan nya sungguh tak enak, merasa dingin, pusing, dan mual.

Sangat tak enak, ini terlalu sakit. Salah nya, seharusnya ia terlebih dulu mengganti baju nya sebelum tertidur.

Pusing yang ia rasakan semakin menjadi, mata nya kabur entah karena apa. Tak sadar jika bulir-bulir bening menetes membasahi pipi putih nya.

Sungguh, ini sangat lah pusing. Bahkan untuk menggerakkan kepala nya akan terasa seperti gempa yang memutar secara cepat, membuat dirinya limbung ke samping. Untung saja ia masih bisa menahan diri nya agar tak terjatuh dari kasur, kalau tidak mungkin ia akan merasakan lantai dingin nya menusuk ke kulit nya.

"Haru?" Bunda membuka pintu secara perlahan, dirinya heran karena tak mendapati sang putra belum keluar dari bilik kamar nya.

"Ya ampun!" Panik, Bunda nya itu terlihat sangat panik ketika melihat sang anak tengah terbaring dengan derai air mata yang keluar deras dari mata nya, juga dengan rintihan yang keluar dari bibir sang putra.

Sang bunda mendekati Haruto dengan terburu, dirinya mengecek kening sang anak. "Ya tuhan, panas banget kamu." Langsung saja dirinya meninggalkan Haruto di dalam, lalu kembali lagi dengan satu surat di tangan nya, dan juga setelah menelpon seseorang.

Meletakkan surat di atas nakas pinggir kasur anak nya, ia kemudian mencari sesuatu di laci nakas. Sebuah plester kompres yang biasa untuk anak-anak. Biasa nya jika Haruto sedang demam memang menggunakan itu, jika menggunakan yang dewasa tidak bisa karena plester yang lebih lebar dari pada kening nya sendiri.

Setelah menempelkan plester di kening si anak, sang Bunda pergi keluar dengan surat yang tadi di tangan nya ketika mendengar bel apart nya yang berbunyi.

"Yoshi, ini surat nya Haru. Tante titip ya, maaf udah buat kamu kerepotan." Ucap Bunda memberikan surat di genggaman nya ke Yoshi.

"Gak ngerepotin kok tan, Haruto kan adik ku juga. Oh iya ini bubur buat Haru, yaudah ya tante aku berangkat dulu. Permisi." Yoshi pergi setelah memberikan sebungkus bubur ayam ke Bunda Haruto.

▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁

Wonyoung mendudukan dirinya di kursi milik Haruto di kelas, dirinya mampir sebentar kala melihat sahabat dekat nya tak ada di kursi nya sendiri.

"Jung, Haruto belum berangkat atau gak berangkat? Ini udah mepet bel loh." Tanya nya pada Junghwan yang berada di dekat nya.

"Gak tau, handphone nya gak aktif tadi pas gue telepon."

"Kebiasaan dia pasti gak nge-charge handphone nya, gue jadi khawatir sendiri." Wonyoung menumpukan dagu nya di atas meja.

Kalau sedang seperti ini atau ada keadaan darurat yang lain, Haruto selalu menggunakan handphone sang Bunda untuk menghubungi nya karena memang anak yang satu ini agak tidak tertarik dengan benda pipih itu. Ibarat jika satu hari tanpa handphone juga Haruto bisa.

Tapi lain hal nya sekarang, handphone milik Wonyoung tidak menandakan adanya notifikasi dari nomor sang Bunda.

Bel berdering, tapi Wonyoung masih betah terduduk di kursi milik Haruto. Selang beberapa menit, terlihat Yoshi memasuki kelas dengan tenang tanpa tau murid kelas itu tengah merendam rasa gugup mereka.

"Ini surat nya Haruto, ya." Ucap Yoshi meletakkan surat itu di meja guru lalu pergi meninggalkan kelas adik nya.

Wonyoung yang penasaran langsung berlari kedepan mengambil surat sahabat nya. Dengan jiwa kepo dan sedikit kekhawatiran nya, ditambah juga amplop surat yang tidak merekat membuat Wonyoung langsung mengeluarkan surat itu dari dalam amplop.

HOME: The Disappointed [jeongharu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang