23. Hujan dan luka

1.7K 133 2
                                    

Haikal keluar dari cafe tepat pukul tiga sore. Dia bermiat untuk pergi kepemakaman setelah ini. Kakinya melangkah cepat, gerimis kecil mulai turun. Haikal mempercepat langkahnya. Dia berharap semoga saja tidak hujan deras, haikal maihi memaki seragam, dia juga tdak membawa jas hujan.

Haikal mendongakkan kepalanya. "Bismillah, semoga aja nggak hujan," Tangannya mengeratkan genggamannya pada tas dipunggungnya.

Setelah beberapa menit berjalan, haikal akhirnya sampai pada temapat pemakaman. Matanya menatap sekeliling, suasananya begitu sepi. Haikal dengan cepat melangkah kearah makam yang dituju.

Haikal mendudukkan bokongnya disaping makam dengan nisan bertuliskan Tennia adela binti adam. Tangan kecilnya mengelus lembut nisan tersebut. "Assalamu'alaikum mama. Maafin haikal baru bisa datang sekarang. Mama apa kabar disana? Pasti udah bahagia banget ya? Kan ada Papa, ada kak Mahes juga, mereka temani mama disana. Curang banget, ya? Haikal disini sendirian, Mama disana banyak yang sayang," Hakal menghea nafas berat. Dan tanpa disadari pula, ada dua pasang mata yang tengah memperhatikannya.

"Mama, makasih banyak ya. Mama dulu udah taruhin nyawa mama demi ngelahirin haikal. Lihat, haikal udah tumbuh besar sekarang. Ma, haikal nakal ya, selama ini? Haikal jahat ya, ma? Haikal kangen mama. Haikal pengen ketemu mama secepatnya. Haikal sayang banget sama mama, walaupun haikal nggak pernah lihat mama, haikal nggak tahu mama kayak gimana,"

Tangannya mengusap air mata yang keluar deras. Hujan perlahan turun dengan deras. Haikal sama sekali tidak bergeming.

"Hujan ma. Pasti mama sekarang lagi dengerin haikal, ya? Ma, mama tahu, haikal tuh iri banget sama abang semua, mereka beruntung banget ya bisa ngerasain kasih sayang mama secara langsung, bisa denger suara lembut mama, tahu rasanya diusapin rambutnya sebelum tidur, ngerasain hangatnya dipeluk mama. di gendong mama pas masih bayi. Beruntung banget ya mereka. Tapi, adek suka heran, kenapa ya abang tuh selalu nyalahin adek atas kematian mama, seakan-akan mereka tuh nggak pernah rasain apa yang adek nggak rasain. Emang ada bayi yang bisa milih buat dilahirin, ya ma? Gimana ya kalau mama tahu kelima anak mama udah nyakiti bayi yang udah mama pertahankan bahkan rela meregang nyawa. Adek aja sedih, apalagi mama," Haikal terkekeh miris otaknya berputar mengingat kelakuan abangnya.
Tanpa haikal sadari, dua pasang mata yang sedari menatapnya itu mengepalkan tanganya erat.

"Haikal pengin bisa benci mereka ma. Pengen banget. Tapi haikal selau inget kata papa. Papa bilang, apapun yang terjadi, adek harus tetep jadi anak baik nggak boleh nakal, dan yang terpenting harus nurut sama abang. Tapi ma, hati adek sakit banget buat menerima semua perlakun mereka. Adek selalu dihina sama abang adek sendiri. Itu rasanya sakit banget ma, bahkan pukulan bang johny sama sekali nggak ada rasanya dibandingkan ucapan mereka,"

Haikal menangis keras bersamaan dengan hujan yang juga tambah deras. "Tapi adek juga seneng, abang taeil udah maafin adek. Mama bahagia terus ya disana, salam buat papa dan kak Mahes. Haikal sayang mama," Haikal beranjak dari tempatnya, beralih menuju makam disamping ibuunya.

"Hai papa, ini haikal. Papa nggak mungkin luuppa sama bontot kesayangan papa, kan?" Haikal mengusap nisan yang sudah basah karena air hujan.

"Papa, haikal kangen papa. Papa kangen nggak sama haikal? Papa lihat, haikal sudah sebesar ini sekarang, haikal tumbuh dengan baik atas bantuan papa. Haikal juga berhasil jadi anak yang kuat seperti kata papa. Dan haikal juga udah jadi adek yang baik buat abang. Papa tahu? Haikal udah jadi anak mandiri, nggak lagi bergantung sama siapapun, haikal udah kerja, cari makan sendiri, apa-apa jugga sendiri. Hebat kan?"

"Tapi pa, untuk sekarang haikal udah nggak kuat lagi. Haikal udah nyerah, haikal capek banget. Ternyata haikal nggaak bisa hidup tanpa papa. Pa, kalau aja haikal tahu, papa donorin jantungnya buat haikal, demi tuhan haikal akan menolak. Haikal lebih baik mati daripada hidup tapi selalu di salahkan. Harusnya papa nggak usah kasih jantung papa ke adek, biar papa tetep disini sama abang, dan haikal disana sama mama. Dengan begitu mungkin abang nggak bakal benci sama haikal,"

"Enggak! Haikal nggak nyalahin papa, itu cuma seandainya aja kok. Haikal tahu, papa pasti ingin haikal tetap hidup karena mama udah pertahanin haikal, makanya papa biarin haikal hidup untuk melanjutkan perjuangan mama. Papa kangen banget ya sama mama? Makanya papa rela donorin jantung papa buat haikal. Makasih banyak ya pa, jasa-jasa papa banyak banget buat haikal, papa udah rawat haikal dari haikal lahir, papa bahkan nggak malu punya anak buta. Haikal sayang banget sama papa,"

"Maafin haikal ya pa, haikal pernah benci sama abang. Haikal benaar-benar kalut saat itu tapi sekaang udah nggak lagi kok, haikal tetap sayang sama abang sampai nafas terakhir haikal. Haikal juga pernah jadi anak nakal karena ngelawan abang, tapi haikal saat itu cuma melindungi diri kok pa, badan haikal udah sakit semua dipukul terus. Haikal juga pernah bentak abang, ngomong keras di depan abang. Maafin haikal ya, pa? Haikal pernah gagal jadi anak baik papa. Mulai sekarang, haikal janji jadi anak baik, sampai nanti waktunya tiba bat haikal ketemu papa,"

Haikal terus saja berbicara seakan ada yanng sedang mendengarkannya. Haikal tidak perduli dengan hujan yang semakin deras. Bahkan tubuhnya pun sudah menggigil kedinginan. Jangan lupakan dua pasang mata yanng masih menatapnya lekat. 

Haikal berdiri, matanya tertuju pada makam disamping ayahnya. Tertulis dengan jelas nisan putih bertuliskan nama Ardian Maheswara bin Jonatan. Haikal yakin itu adalah makam milik kakaknya. Haikal yang tdinya ingin pulang pun mengurungkan niatnya.
    
Haikal kembali duduk di tanah yang sudah basah."Assalamu'alaikum, ini kak mahes ya? Kakaknya haikal kan? Hai kak, ini haikal. Haikal adek kesayangan kakak. Maafin haikal ya kak, haikal pernah gitu aja lupain kakak, padahal kak mahes itu kakak yang paling sayang sama haikal, sampai kakak rela kasih mata indah milik kakak buat haikal,"

"Kak mahes udah ketemu mama lagi ya? Haikal pengin banget loh ketemu kalian. Cuma kalian yang benar-benar sayang sama haikal. Kak, makasih ya sudah kassih haikal kesempatan buat lihat dunia yang semua orang anggap surga ini. Haikal bersyukur banget. Haikal senang bisa lihat semua keluarga haikal secara langsung. haikal bisa sekolah, haikal punya teman, haikal bisa lihat bintang. Makasih banyak kak,"

"Tapi, apa haikal boleh berkeluh sedikit? Haikal lelah dengan semua ini kak. Haikal juga nggak sanggup jika harus terus-terusan menghadapi perlakuan abang kita. Mereka terus aja nyalahin haikal atas kematian mama, papa dan kak mahes. Mereka bilang haikal pembawa sial. Kata abang kalau aja haikal nggak minta liburan saat ulang tahun waktu itu, mungkin papa dan kak mahes masih ada,"

"Kak? Itu semua nggak benar kan? Haikal nggak pernah minta buat liburan keluar, haikal kan diajak papa sama kakak waktu itu. Juga buuat apa haikal minta liburan, toh yang haikal lihat semuanya tetap sama, gelap. Jadi apa gunanya haikal minta liburan ya kak? Apa mereka lupa ya kalau haikal buta, jadi mereka nyalahin haikal karena haikal minta liburan,"

"Jangankan minta liburan jauh, keluar rumah aja haikal udah di bully. Ya Allah, kak haikal rasanya nggak kuat buat ceritain semua beban yang haikal tanggung selama ini. Haikal rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya. Haikal cuma mau bilang makasih sama kakak, karena sudah kasih haikal kesempatan lihat dunia yang kejam ini, Haikal juga minta maaf, haikal nggak bisa jagain pemberian kakak ini, mata indah kakak mungkin sebentar lagi akan tertutup, haikal minta maaf. Dan terimakasih banyak, Haikal sayang kak Mahes. Titip salam buat papa sama mama. Haikal pulang dulu ya kak, nanti dihukum lagi sama abang. Assalamu'alaikum,"

Haikal meninggalkan pemakaman bersamaan dengan hujan yang juga ikut reda. Haikal sangat berterimakasih pada hujan, Karena berhasil menyembunyikan jutaan luka dan air mata miliknya.

        ______________________________________
alhamdulillah setelah sekian lama akhirnnya bisa upp

Voment juteyoo

7 DAYS || REVISIOù les histoires vivent. Découvrez maintenant