Rumah tua yang sempat menarik perhatiannya tadi siang muncul di depannya. Bersamaan dengan itu pandangan Freya terpaku pada satu sosok yang duduk disana, membelakangi pintu dan meringkuk seorang diri.   

"Tidak, tidak, tidak. Tidak mungkin dia, kan?

"H-Hai?" katanya ragu, masih tidak yakin apakah yang dilihatnya ini nyata atau Freya hanya sedang berkhayal.

Kepala Sam tersentak saat matanya menangkap sepasang sepatu berhenti didekatnya. Freya membeku saat mata pemuda itu menatapnya. Freya ingin bersuara, tapi tatapan Sam membuatnya gugup. Sam terlihat agak menakutkan, dengan satu sisi wajahnya memar dan rambut hitam terurai di dahinya, mata abu- abunya menatap tajam. Freya menutup dan membuka mulutnya lagi, sebelum akhirnya berdeham.

Menjilat bibir bawahnya yang membeku, Freya melihat Sam masih mengenakan kemeja sekolah, kini kemeja lusuh itu tampak semakin buruk karena terkena air. Rambut hitamnya jatuh di wajahnya, yang tidak tertunduk lagi seperti tadi. Kini wajah Sam sepenuhnya menengadah menatap Freya. Kedua tangannya terkulai lemas diatas kedua kakinya yang terlipat. Meskipun dia duduk ditempat yang teduh, tetap saja tubuhnya basah kuyup, angin membawa hujan deras hingga ke depan pintu.

Sam tidak bersuara, alisnya berkerut, tatapan Sam terlihat semakin menuntut akan keberadaan Freya.

"Aku... aku baru saja lewat," Freya menjelaskan dengan sedikit cemas. "Baru... pulang. Aku tinggal di dekat sini. Sebenarnya di lingkungan sebelah." Lanjutnya. Sam terus menatap Gadis itu. Ekpresi wajahnya sulit diartikan.

Sebagian diri Freya ingin memberitahu bahwa ia sempat melihat Sam sebelumnya, tetapi hatinya mengatakan sebaliknya. Keheningan kembali terjadi.

"Apa kamu mau ikut?" Pertanyaan itu keluar tanpa bisa di kontrol,  Freya merutuki mulutnya yang punya kebiasaan buruk.

"Maksudku... kupikir, mungkin akan lebih baik kalau... bermalam di tempat yang hangat." Gadis itu khawatir dengan reaksi lawan bicaranya. Tatapan Sam membuatnya benar-benar seperti orang aneh.

Freya yakin saat ini Sam menganggapnya sebagai gadis aneh. Mana ada orang waras yang mendatangi orang asing, dan tiba-tiba mengajak pulang kerumahnya bersama, terlebih seorang gadis. Hal itu mungkin saja jika Freya seorang pembunuh berantai atau pelaku kejahatan lainnya. Tapi Sam tidak mengatakan apapun. Dia tidak bersuara sepatah kata pun.

Apakah Sam tipe orang yang menyampaikan pikirannya melalui ekspresi dan bukan kata- kata?

"Ayo," Freya bersikeras.

"Aku akan senang kalau kamu mau mampir ke rumahku. Maksudku, kamu bisa pergi begitu hujan berhenti dan kamu bisa-"

"Kenapa?" Sam akhirnya bertanya, dan suaranya yang serak hampir membuat Freya melompat mundur. Freya belum pernah mendengarnya berbicara sebelumnya. Freya tidak ingat Sam pernah berbicara dengannya, dan ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali melihat pemuda itu berbicara dengan seseorang di depannya.  Ya, benar kalau Freya mendengar dia berbicara dengan ayahnya beberapa jam yang lalu, tapi itu tidak dihitung.

Freya menggigit bibir bawahnya, ragu. "Yah, karena... karena di sini sangat dingin," jawab Freya lemah.

"Aku takut pulang sendiri dan... aku tidak ingin pulang dan meninggalkanmu di sini mati kedinginan,"

"Jika ayahku tahu aku melakukan itu, dia akan sangat kecewa padaku. Maksudku, kamu bahkan tidak punya jaket atau ..."

Kau benar-benar terlihat seperti orang aneh, Freya.

Mata abu- abu Sam — hampir seperti cermin dalam kegelapan — menatap mata cokelat Freya seolah mencoba membaca pikiran gadis itu

"Dengar, aku bukan penguntit atau ... pembunuh, atau apa pun," jelas gadia itu cepat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 08, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PORTRAITWhere stories live. Discover now