2

5 1 0
                                    

"Aku pulang sekarang," Freya menuntut, setelah lama berdebat dengan dua sahabatnya. Gadis itu tidak bisa mengabaikan aturan jam pulang malam di rumahnya. Padahal tadi pagi ia bilang ke ayahnya akan di antar pulang oleh Tasya.

Sekarang sudah lewat jam sembilan malam dan ayahnya adalah tipe orang yang sangat disiplin tentang waktu. 

"Frey, telepon ayahmu saja ya, dan bilang kalau kamu akan menginap di rumahku?"

Freya diam, berpikir. Tasya dan Rena menunggu keputusan gadis itu. Benar memang kalau kegiatan mereka malam ini sudah direncanakan dari jauh-jauh hari. Namun, untuk menginap dan pulang terlalu larut bukan bagian dari rencana. Waktu sudah sangat malam dan Freya tidak bisa mengabaikan janjinya.

"Apakah kamu ingin aku menelepon ibu?" Tasya bertanya, ragu.

Freya menghela nafas. "Tidak, tidak. Tidak apa-apa. Aku jalan saja."

"Tapi lagi hujan diluar," Rena mengingatkannya.

"Tidak bisakah menginap saja?" Rena membujuk kesekian kalinya. Wajahnya memohon dengan sangat. Ferya tetap pada pilihannya. Gadis itu mengeluarkan mantel dan mulai menyusun barang-barangnya.

"Naik taksi?" Saran Rena.

Gadis itu mempertimbangkannya sebelum akhirnya menolak gagasan itu. Freya pikir ia lebih suka ditembak ditengah jalan, dari pada diculik oleh pengemudi taksi yang menyeramkan. Walaupun tidak ada yang bagus diantara keduanya.

"Tidak apa-apa," Freya menolak halus.

"Jangan khawatir, aku akan baik- baik saja. Kalian tahu kan, aku anak siapa?" Gadis itu mengedipkan mata kepada kedua sahabatnya. Mencoba meyakinkan mereka, meskipun dirinya sendiri ragu dengan keputusan ini.

"Aktifkan hp-mu dan segera hubungi kami jika terjadi sesuatu, ya?" Tasya bergegas mengejar Freya, saat gadis itu berjalan menuju pintu. Dia memberi Freya payung hitam besar.

"Semoga aku tidak tersambar petir dengan ini," candanya sambil menerima payung yang berukuran besar itu.

"Eem, Frey... aku minta maaf."

Ya, memang harus!

Freya melihat wajah Tasya menunjukkan ekspresi menyesal. Sebenarnya ini bukan mutlak kesalahan gadis itu. Hanya saja waktunya memang tidak tepat kalau kegiatan ini mereka lanjutkan hingga malam. Mengingat besok masih ada ujian.

"Sampai jumpa besok di sekolah." Ucap Freya cepat agar kedua temannya itu tidak semakin merasa bersalah.

Freya mengambil tasnya dari Tasya. Lalu membuka pintu, dan seketika angin dingin menghembus wajahnya. Freya membuka payungnya di luar pintu, payung besar yang benar-benar akan melindunganya dari hujan.

Gadis itu bergegas ke jalan utama, satu tangannya mencengkeram payung dengan erat, dan tangan lainnya memeluk tubuhnya sendiri.

Mata Freya melesat ke sekeliling lingkungan yang kosong, sengaja mempercepat langkah kakinya saat hujan masih terus deras, mengambil jalan pintas ke rumahnya. Semakin jauh ia berjalan, jalanan semakin kotor, sepi, dan beberapa anjing- anjing liar terlihat berteduh ke tempat yang lebih kering.

Freya hanya menatap trotoar, sambil menghindari beberapa selokan yang terbuka, kantong sampah yang berserakan, dan sisa makanan yang membusuk di sepanjang jalan.

Gadis itu segera tersadar bahwa ternyata jalan pintas ini terhubung ke jalanan sepi yang tadi siang ia lewati saat hendak ke rumah Tasya. Lingkungan sepi, dan kotor yang baru ia kenali tadi siang.

Freya mengedarkan pandangannya ke gedung-gedung yang ia lewati, beberapa jendela menyala dan sebagian besar gelap. Samar-samar percakapan terdengar dari balik dinding yang retak itu, walaupun sebagian besar suaranya teredam oleh angin yang menderu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 08, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PORTRAITWhere stories live. Discover now