Pada Akhirnya

348 32 3
                                    

Nanti, pada akhirnya kamu akan paham, mengapa saya meninggalkan kamu waktu itu tanpa alasan.

Bukan karena orang baru, karena jika itu alasannya maka sekarang seharusnya saya sudah mendapatkan gantimu. Namun pada kenyataannya tidak.

Bukan karena merasa bosan, karena jika itu alasannya maka sekarang saya sudah menyesal telah melepasmu.

Dan bukan juga karena ingin bermain-main, karena jika itu alasannya untuk apa selama ini saya bertahan denganmu.

Lantas karena apa?

Because of something that I can not reveal.

Saya benar-benar sudah melepasmu. Tidak ada secuil perasaan menyesal dalam hati saya, dan maaf karena pertemuan kita hanya menorehkan luka di hatimu.

Tapi, bukankah lebih baik terluka sekali dengan begitu hebat lalu akan sembuh dengan berjalannya waktu, daripada harus terluka kecil tapi terus-menerus, bukan?

Sejak saat itu saya memutuskan untuk pergi dan menjalani hidup masing-masing. Kamu dengan duniamu, dan saya dengan duniaku.

Jika pada akhirnya semesta mempertemukan kita kembali, saya berharap kita bertemu layaknya seorang teman biasa dengan pasangan kita masing-masing, dan melupakan perasaan yang pernah kita rasakan dulu.

Karena denganmu adalah sebuah kisah yang tidak ingin saya ulang kembali.

Saat itu saya memang menaruh harap padamu, namun harapan itu patah ketika Tuhan menampar saya bahwa kekecewaan terbesar timbul saat kita berharap pada manusia. Dan pada saat itu saya tak lagi berharap pada siapapun termasuk dia yang singgah di hati saya.

Tidak mudah memang berpisah dengan cara baik-baik, bahkan itu lebih menyakitkan dari yang saya kira. Saya kira semua akan mudah, dan bisa melupakanmu dengan cepat. Namun, sepertinya saya butuh waktu lama untuk benar-benar ikhlas.

Saya memang egois, dan maaf, karena saya mengambil keputusan sepihak, tidak melibatkanmu.

Jika saya mengatakan ini juga demi kebaikanmu, mungkin tidak ada yang percaya akan hal itu. Tapi sudahlah, terkadang sesuatu baik tak butuh dijelaskan pada semua orang.

Tidak ada yang salah, dan tidak ada yang benar. Kamu menganggap saya egois dengan keputusan saya yang mungkin itu menyakitimu. Dan saya menganggap kamu egois karena tak pernah memikirkan suatu hal kecil yang kerap kamu lakukan hingga membuat saya terluka.

Mungkin memang benar. Pertemuan kita hanya memberikan pelajaran untuk hidup kita masing-masing.

Pada intinya, saya tidak pernah menyesal telah mengenalmu. Namun, saya juga tidak menyesal karena telah melepasmu.

Saya berharap pada Tuhan supaya kamu bisa menemukan orang yang lebih baik dari saya, begitupun dengan saya.

Siapapun dia, jika membaca ini. Saya hanya ingin bilang, jaga kesehatan ya. Masa depanmu masih panjang, jangan karena cinta semuanya rusak begitu saja. Ada atau tidak ada saya hidupmu masih tetap berjalan. Maaf, karena orang sebaik dirimu harus dipertemukan dengan orang egois seperti saya.

Namun, lagi dan lagi saya mempunyai alasan karena lebih memilih pergi. So, sampai bertemu kembali di titik takdir terbaik.

°°°°°°°

Hai guys!

Lama aku nggak up ya?
Dan mungkin ini adalah part terakhir di Sebuah Goresan ini.

Makasih udah selalu dukung aku, jangan lupa baca karya aku yang lain.

Babay!!



Sebuah GoresanWhere stories live. Discover now