TIGA

98 53 19
                                    

Kayla's
Jakarta di bulan Mei.

"Udah liat PAP plus-plus Rain belom?!"

Okey, that's not the first time Killa initiated such absurd conversation. Syakilla atau yang sering kita panggil Killa, membuka obrolan dengan topic  tidak pentingnya. Nggak kaget, karna Killa memang se-absurd itu, bukan cuma Killa, gue pun sama absurdnya mirip Killa. Because whoever your friend is, that's who you are, right?

Sekolah manapun lo berada, pasti akan selalu dipertemukan kasus senonoh semacam ini--entah karna kebodohan, kelalaian, atau juga paksaan--include my school--so me and Killa called it 'PAP Plus Plus' Heran kenapa masih ada aja orang yang mau ninggalin jejak digital, padahal jejak digital nggak akan bisa hilang.

"First topic banget nih," jawab Bara atas pertanyaan absurd Killa.

Killa langsung memutar kedua bola matanya, terlihat dari mimik wajahnya menatap Bara kesal.

"Nggak usah sok suci gitu di depan Kayla." kenapa gue?

"Emang suci," jawab Bara.

"Iya, suci banget, sampe ke-gap kissing sama junior di basement—ups."

"Cemburu?"

"Gue nggak se-hopeless romantic itu, sampe cemburu sama lo."

"Jangan gitu, Kil. Diem-diem Bara yang minta PAP." Ares dari arah depan Killa, ikut menimpali.

"Orang gila kali gue," balas Bara spontan.

"Sejak kapan waras?" jawab gue, membela Killa—jelas dan akan selalu bela Killa.

"Mampus!" pekik Killa, disusul tawa oleh yang lainnya.

Jawaban gue ternyata cukup untuk membuat Bara diam, karna setelahnya gue tidak mendengar lagi celotehan yang keluar dari mulut Bara.

"Gede nggak?" manusia absurd kedua a.k.a Abim back to the first topic. Sontak membuat kita semua bersorak dan melemparkannya dengan sisa makanan di atas meja.

"Lo tau dari mana sih, Kil?" kali ini giliran Kalea bertanya.

Terkadang Kalea sama bingungnya dengan gue, kenapa Killa selalu jadi orang nomor satu untuk segala informasi sekolah, nggak tau karena dia yang sering memperhatikan keadaan sekitar, atau karena dia yang berusaha mencari tau urusan orang lain. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu sama, 'Informasi yang ngejar gue."

"Adit," jawab Killa santai, while starting to eat.

"Kapan lo ketemu Adit?" tanya gue yang mulai penasaran.

Masalahnya, Adit nggak satu kelas dengan gue dan Killa, and Killa is not a person who's willing to chase someone just for information, back to her principles—information that chases me.

"Kemaren, waktu gue cabut pelajaran Mr. Frans, nggak sengaja ketemu Adit di luar abis dari ruang konseling."

"Kenapa lagi dia?" tanya Bara.

"Perkara nilai i guess."

"Padahal Adit nggak bego-bego amat. Sekolah ini makin lama makin nggak masuk akal. Mau didik sampe pinter gimana, sih? Sampe jadi kayak Abu?!" komentar Abim.

"Bayanginnya aja udah merinding."

"Sepupu lo kepinteran sih, Res. Jadi kita keliatan begonya, kan."

"Seriously, he's that smart?" celetuk Kalea penasaran.

"Dia baru aja menang Sains Nasional Indonesia and Biology Olympiad, for your information—lagi,"sahut Killa setengah mencibir menjawab pertanyaan Kalea yang seharusnya nggak perlu dipertanyakan.

The Reasons To Stop In LoveWhere stories live. Discover now