Day 3 : Pertemuan Kembali

Start from the beginning
                                    

Sementara Ryuu kembali menyalak, Asahi di belakang tubuhnya mengumpat dalam hati. Apa maksud perlakuan dari pemuda Nakamoto ini? Bahkan dia tidak melepaskan genggaman tangannya dari Asahi.

"Aci-chan, kau ikut denganku saja. Akan lebih aman!" putus Ryuu tiba-tiba dan menyeret Asahi begitu saja.

Asahi menatap Ryu dengan tatapan jijik, merasa tidak terima dengan panggilan sok akrab yang tiba-tiba pria sampah itu lontarkan.

Tim mereka pun berpencar, hanya Ryuu dan Asahi yang pergi bersama. Keita memanfaatkan kesempatan ini untuk pergi di bagian selatan dari koordinat mereka karena tidak satupun tim mereka pergi ke sana.

Setelah beberapa saat menyelam, ia pun menemukan sebuah batu karang besar yang menghadap langsung ke Palung Mariana. Dari atas batu itu dapat terlihat jelas bagaimana air laut di Palung Mariana jauh lebih gelap dari air laut di sekitar nya.

Keita duduk di puncak batu karang itu dengan damai, membiarkan tiupan angin laut menerpa wajahnya, mendatangkan perasaan yang akrab kembali di dadanya. Belum lama, Keita kembali merasa diperhatikan. Dari sudut matanya terdapat sosok keperakan yang bersembunyi di sebelah batu karang tempat Keita berdiam diri.

Dengan senyum yang merekah di wajahnya, Keita dapat merasakan kehadirannya di sini. Tanpa menoleh dia menyapanya.

"Lama tidak berjumpa, Helios."

Terdengar suara cipratan air seperti sesuatu telah terjatuh, dengan cepat Keita bangkit dan memutar tubuhnya. Dia mendapati seorang pemuda berambut abu muda dengan bibir kemerahan dan ekor bersisik senada dengan rambutnya menatap kaget kepada Keita.

"Hai, aku merindukanmu."

Merman yang telah beranjak dewasa itu masih menatap tidak percaya pada Keita yang kini melangkah ke arahnya. Pemuda yang dulu sempat dia selamatkan telah tubuh dewasa, menjadi sangat gagah dan tampan.

"Aku tahu itu kamu, Helios. Aku kembali." Dengan lembut Keita mengusap Surai perak milik Helios sebelum menarik merman itu ke dalam pelukannya.

-

"Bagaimana kamu tahu itu aku?" Helios memainkan jari jemari Keita di atas batu karang, kebiasaan lama yang dulu sering ia lakukan.

"Tentu saja aku tahu, jika bukan kamu maka siapa lagi yang terus menatapku selama aku bekerja?"

Keita menatap Helios yang sedang sibuk memainkan jemarinya, kepalanya yang sedikit tertunduk membuat surai keperakannya sedikit jatuh ke wajah cerah itu.

Salah satu tangannya yang bebas meraih surai itu lalu menyelipkannya ke daun telinga Helios, membuat wajah cantik itu terekspos lebih jelas. Lalu entah dorongan dari mana, Keita memberanikan diri untuk sekedar mencium lembut pelipis Helios sambil menutup mata.

Nyaman sekali.

Helios menatap Keita dengan bingung namun pria yang ditatapnya hanya tersenyum sangat lembut kepadanya.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Entahlah, aku hanya merindukanmu."

"Ck," decak Helios.

Dia melepaskan jemari Keita, lalu melingkarkan kedua tangannya di antara ekornya yang setengah tenggelam di laut.

Keduanya menatap pendar bulan dalam diam, sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Beruntunglah malam itu bulan bersinar terang sehingga pendarnya dapat memantul dengan indah di atas air laut yang tenang.

"Tiga belas tahun lalu, kenapa kamu menghapus ingatanku?"

Helios tidak menjawab. Dia masih terdiam menatap riak air.

"Helios?"

Keita masih menunggu jawaban dari Helios sambil mengusap surai selembut sutra yang masih basah ujungnya itu.

"Aku takut kamu menceritakannya kepada bangsamu." Helios menghela napas lalu menyandarkan kepalanya di paha Keita.

Helios melanjutkan. "Ayahku selalu berkata bahwa manusia itu jahat jadi aku sedikit takut pada manusia selain dirimu, aku takut jika kamu mengatakan tentang keberadaan kami kepada bangsamu dan membuat bangsaku jadi terancam."

"Aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu."

"Siapa tahu? Kamu masih sangat kecil, ya aku juga. Kita berdua masih terlalu lugu dan naif saat itu, siapa yang tahu apa yang kau katakan saat mereka bertanya padamu?"

"Baiklah. Jadi apa kau merindukan ku?"

"Entahlah, terkadang aku merasa bersyukur kau telah pergi, setidaknya kau bisa bertahan hidup."

"Apa kau masih merasa bersalah tentang hari itu?"

Helios lagi-lagi terdiam. Namun sesaat Keita bisa merasakan tubuh yang sedang bersandar padanya sedikit menegang, kekhawatiran muncul di wajah Keita.

Apakah aku salah bicara.

Baru saja Keita berniat untuk meminta maaf namun Helios sudah lebih dulu berkata.

Dengan suara sedikit serak, Helios menjawab, "Tentu saja, jika aku bisa melawan para siren itu kamu tidak akan pernah terjatuh dari kapal mu."

-

Api unggun berkobar di tengah kerumunan itu, semua peneliti dan staf tengah sibuk mempersiapkan pesta barbeque jadi tentu saja tidak ada yang menyadari bahwa Keita belum kembali kecuali Ryuu. Anggota tim lain terlalu asik dengan pesta ini sehingga Ryuu tidak memiliki pilihan lain selain mencari Keita sendirian.

Orang itu tidak mati 'kan?

Dengan rasa khawatir ia mulai menyusuri garis pantai ke arah selatan tempat dimana terakhir kali ia melihat Keita, langkahnya yang semula lambat menjadi semakin cepat dan cepat bahkan hampir berlari.

"Aku harap dia tidak mati, apa dia punya penyakit kronis? Apa dia pingsan lagi? Bagaimana kalau dia pingsan lagi dan tenggelam ke dasar laut? Apa yang harus aku katakan pada orang tuanya, sial!"

Ryuu memanjat beberapa bongkahan batu karang yang menutupi jalannya, ia tahu jelas kemana ia akan menuju sekarang.

Para peneliti dari tim lain yang sudah mengeksplorasi pulau mengatakan bahwa bagian selatan Pulau Mariana adalah pantai berbatu dengan tebing yang curam, jadi mau tidak mau Ryuu hanya bisa memanjat sambil berharap bahwa sang ketua sekaligus teman seperjuangannya tidak mati tergelincir atau sesuatu.

Tepat setelah ia berhasil mendaki batu karang tertinggi dan bersiap untuk melompat ke bawah, Ryuu dikagetkan dengan pemandangan tragis. Ketua yang ia cari selama ini ternyata sedang bersama seseorang. Dia terlihat sedang berciuman dengan tubuh Keita yang menindih seseorang di bawahnya.

"Aku khawatir pada hal yang percuma, ck! Aku sendiri yang akan membunuhmu, ketua sialan!" Dengan perlahan Ryuu berjalan ke arah samping dan bersembunyi di antara batu karang.

"Ahh... Keita, rasanya aneh."

"Tidak apa-apa, kamu akan terbiasa."

Mata Ryuu membelalak saking terkejutnya, dengan cepat ia pergi meninggalkan tempat itu.

Ketua sialan, darimana dia dapat kecantikan yang luar biasa seperti itu di pulau terpencil seperti ini.

--bersambung

Thanks for reading 💙

Black Pearl [Open PO]Where stories live. Discover now