BAB 10. 1005

17 12 0
                                    

"1005, kemampuannya lebih menonjol dari murid lainnya. Apa mungkin dia mata-mata yang sebenarnya?" Haruskah aku bangga mendengar pujian dari guruku yang satu ini? Sekarang bukan saatnya untuk bangga, nyatanya dia mencurigaiku sebagai mata-mata. Apa mungkin para mata-mata ini tidak saling mengenal satu sama lain? Sepertinya peraturan menyembunyikan identitas juga berlaku untuk para mata-mata.

Matahari sudah terbenam, aku dan 1003 harus segera kembali ke tempat istirahat murid kelas tiga. Padahal aku ingin mendengar percakapan rahasia itu lebih lama lagi, tapi setidaknya aku sudah tahu intinya, mereka menganggap 1001 bukan mata-mata, tapi akulah mata-mata di kelas tiga. Memangnya apa urusannya dengan mereka? Sebegitu niatnya mencari tahu mata-mata di kelas lain, apa mereka punya rencana rahasia? Tapi 1000 bahkan bukan mata-mata, kenapa dia malah ikut campur.

Murid kelas tiga tinggal di Wilayah Barat yang memiliki musim gugur abadi. Seperti lambang angin di seragam kami, wilayah ini memang identik dengan anginnya. Kala siang terasa sejuk, kala malam terasa dingin hingga menusuk ke tulang. Minuman yang terbuat dari jahe sering kami konsumsi untuk menghangatkan badan dan mencegah masuk angin.

Wilayah Timur berisi hamparan taman bunga, Wilayah Selatan berisi hamparan gurun, dua wilayah itu pernah menjadi kelas kami dan suasana di setiap wilayah sangat jauh berbeda. Begitu juga dengan kelas kami sekarang, Wilayah Barat yang merupakan pegunungan gersang. Di wilayah perbatasan dengan Wilayah Utara, pegunungannya lebih hijau, tempat perkebunan. Sedangkan area tempat tinggal kami, pegunungan gundul yang hanya menampakkan bebatuan kasar.

Tempat tinggal kami dibangun dengan susunan batu bata yang ditumpuk dengan tanah liat sebagai perekat. Bagian atasnya ditutupi dedaunan besar yang diikat dengan akar bangunan agar tidak terbang didera angin.

Ada beberapa pepohonan, bukan pohon subur yang menghidangkan banyak buah untuk kami nikmati, pohon di sini kering, sebagian besar sudah gundul ditinggal pergi daunnya. Ada beberapa pohon yang masih menumbuhkan daun meski daun itu akan cepat kering lalu berganti dengan daun yang baru.

Beruntung perkebunan di gunung area perbatasan menyelamatkan perut kami dari kelaparan. Setidaknya wilayah ini tidak seburuk Wilayah Selatan yang minim makanan dan panasnya luar biasa menyiksa. Tidak heran kalau Wilayah Selatan disebut sebagai Nerakanya Pulau Surga.

"Maaf, karena aku kamu jadi terlibat masalah." Mata 1003 menyipit dan terlihat lengkungan di bawahnya, pertanda dia sedang tersenyum. Aku heran dengan gadis yang satu ini, dalam kondisi seperti ini dia masih bisa tersenyum, kalau saja 1001 yang sedang mengalami kesulitan, dia selalu terlihat putus asa dan murung. Apa mungkin di dalam hati 1003 sedang memaki dan mengutukku karena menyeretnya dalam masalah sebesar ini? Benar-benar sulit ditebak, tidak seperti 1001 yang terlalu mudah ditebak.

"Memangnya kamu salah apa? Aku justru berterima kasih karena kamu dan 1001 sudah menyelamatkanku dari seleksi alam. Dan masalah ini hanya salah satu risiko kecil yang harus aku tanggung. Santai saja." Tidak perlu diragukan lagi, 1003 benar-benar orang baik yang dipenuhi energi positif. Dia bisa melihat sisi baik dari masalah yang dialaminya agar bisa tetap tersenyum dan menjalani hidup dengan lapang dada.

Dia satu-satunya teman sekelasku yang peduli dengan 1001, meski kami tidak berteman akrab. Dia sering mengingatkan 1001 tentang jadwal mencari bahan makanan, dan hal kecil lainnya, 1001 yang pelupa sangat tertolong oleh kebaikannya.

1001 memang sangat tertutup, dia suka menghindari keramaian, duduk sendirian memisahkan diri dari teman-teman sekelas. Dia bilang, berada di pulau ini rasanya seperti dibuang oleh keluarga, kehidupannya yang nyaman berubah drastis sejak menjadi murid Wonderland Academy. Di sini kami bukan sekadar belajar, tapi juga dilatih bertahan hidup di alam bebas. 1001 menganggap Pulau Surga sebagai penjara.

Lagi-lagi aku merindukannya. Gadis pemurung itu kuharap sudah menjadi gadis yang ceria di pulau sebelah. Andai aku bisa melihatnya tersenyum, andai kami tetap bersama, aku ingin selalu membuatnya bahagia dengan segala cara. Andai seleksi alam tidak pernah ada, andai orang tuanya tidak terkurung di pulau sebelah, dia tidak akan menyusulnya ke sana dan tetap bersamaku di sini.

Berandai-andai memang tidak baik, seakan sedang menyalahkan Tuhan yang telah mengatur jalannya takdir. Padahal yang menurutku baik belum tentu itu yang terbaik, hanya Tuhan yang mengetahui segala hal, dan mengatur segalanya sebaik mungkin. Mungkin hari ini aku harus terpuruk dalam kesedihan, agar di masa depan aku bisa bahagia. Mungkin aku menyalahkan takdir yang tidak memihakku hari ini, tapi bisa saja di masa depan aku malah menyukurinya segala hal yang terjadi hari ini.

Sepertinya mulai sekarang aku harus menerima takdir, agar tidak terus terpuruk dalam kesedihan. 1001 hanya akan menjadi gadis istimewa semasa sekolah, kelak aku akan menemukan gadis lain yang ditakdirkan untuk hidup bersama denganku. Semoga waktu bisa menghapus sedihku.

SELEKSI ALAM 2 [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang