SEBARIS MEMORI DAN SEMBILU NGILU

Mulai dari awal
                                    

“Kata siapa seorang yang berkenalan akan menjadi teman? Buktinya, aku selalu memperkenalkan diri saat presentasi atau maju ke depan kelas, tapi aku tetap tak punya teman.”

“Karena itulah, saya akan menjadi teman anda.” Bahasa Kivandra langsung berubah, lagi pula buat apa lagi ia berpura-pura jika Niskala sudah mengetahui identitas dirinya yang sesungguhnya.

“Perkenalan kita terlalu buruk untuk dianggap sebagai awal mula pertemanan. Bahkan kau membohongiku.” Ia mulai melunak. Ucapannya tidak terdengar sedingin dan setajam sebelumnya.

Kivandra menghela napas. “Baiklah, mari kita ulangi perkenalan. Nama saya Kivandra Ananta, saya tidak berbohong soal itu-

“Ya, aku tau itu memang namamu. Kamu masih menggunakan name tag.” Gadis itu menyelanya.

Kivandra melirik bajunya pada bagian dada kanan. Pantas saja Niskala mengetahui ia sebagai dokter. Pada nam tag itu tertulis ‘Dr. Kivandra Ananta, Sp. KJ’.

“Dan apakah kalian menganggap aku telah gila sehingga mengirim psikiater?” lanjut Niskala dengan sedikit berseru.

“Siapa bilang psikiater hanya mengobati orang gila?”

Niskala terdiam. Sebenarnya ia juga tidak tahu profesi seperti apakah psikiater itu. Dulu ia pernah ingin mengambil jurusan kedokteran, tapi sebelum ia mendaftar kuliah pada fakultas kedokteran ia sudah dibuat pusing hanya dengan melihat gambar anatomi tubuh manusia beserta penjelasannya. Jadilah, ia mundur sebelum berperang dan mengambil jurusan bahasa dan sastra yang sesuai dengan hobinya.

“Anda belum menjawab pertanyaan saya, bagaimana keadaan anda?” Kivandra mengulangi pertanyaan sebelumnya sembari membuka kancing lengan kemejanya dan menggulungnya sebanyak tiga kali lipatan, ia merasa gerah.

“Aku baik-baik saja.”

Kivandra menoleh pada Niskala. “Tidak ada yang baik-baik saja pasca koma, apalagi dia kehilangan sebagian ingatannya.”

Niskala memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman. Ia menaikkan kedua kakinya ke atas sofa dan menghadap Kivandra. “Apakah kamu sedang mengeruk sebanyak mungkin informasi tentangku?”

“Itu pekerjaanku.”

Lagu-lagi Niskala menghela napas. “Aku sudah terbiasa dengan hilang ingatan.”

Tercipta kerut di dahi Kivandra. “Maksud anda?”

“Entahlah, aku sering merasa sakit kepala hebat sejak usia tujuh tahun. Dan setelahnya aku baru menyadari diriku berada di tempat atau keadaan yang tidak kuingat. Seperti ada suatu kejadian yang telah aku lalui tapi terekam dalam memoriku.” Niskala mulai menjelaskan.

“Bisa berikan contohnya?” Kivandra mengeluarkan notes kecil dan pena dari sakunya. Ia mulai mencatat.

“Saat kuliah, tiba-tiba aku merasakan rasa sakit pada kepalaku, rasanya saki sekali. Dan saat aku telah sadar, langit telah gelap, sudah sekitar jam sebelas malam, dan aku tengah berada di pelataran rumah, menangis sesenggukan dengan membawa buku diary yang telah kumiliki sejak kecil. Tentu saja aku bingung dengan apa yang terjadi, karena aku tidak mengingat apa pun. Seperti melompati waktu dari siang hari langsung menuju malam hari.” Ia mengambil salah satu buah apel dari keranjang buah yang dibawakan Kivandra, dan mulai melahapnya. “Jadi, aku sudah terbiasa dengan hilang ingatan. Bahkan aku tak memiliki kenangan masa kecil.”

“Siapa nama Ayah anda?” Kivandra kembali melontarkan pertanyaan yang berbeda untuk memancing Niskala agar bercerita lebih jauh.

“Ayah? Aku bahkan bertanya apakah aku punya Ayah.” Ia tertawa hambar

MAJNUN NISKALA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang