Bab 26: Syntax Error

Start from the beginning
                                        

...

"Kau masih belum dapat yang kau cari?" tanya Chrys. Dia sedang menonton televisi sambil selonjoran di sofa dengan kaki terangkat ke atas meja. Anak itu sudah menyerah mengerjakan soal sejak setengah jam yang lalu, sedangkan aku masih menekuri soal dari sesaat setelah makan siang.

"Belum," jawabku singkat. Kulingkari dengan stylus kata-kata yang sekiranya berpotensi menjadi petunjuk.

Ide tercetus ketika Chrys menonton kartun tentang bocah detektif. Aku segera bergegas keluar dan menjalankan rencana yang semoga saja membuahkan hasil.

"Kau mau ke mana?" tanya Chrys ketika aku berada di ambang pintu.

"Cari angin," timpalku cepat karena aku malas menjelaskan apa yang akan kulakukan. Anak pirang itu mengangguk-angguk sebelum kembali fokus pada layar kaca.

Aku menelusuri lorong, mencari keberadaan baik tim Prima Sophia maupun Magna Prudentia, meskipun aku ragu tim Canidae itu telah mendapat sesuatu seperti halnya tim Ascent. Menurut perhitunganku, tim Alva dan kawan-kawan akan kembali mencari "petunjuk", walaupun aku tidak yakin mereka melanjutkan dari mana.

Aku masuk ke lift berniat turun ke lantai satu. Kuperhatikan pantulan wajahku di dinding lift, dia balik menatap. Wajahnya penuh keseriusan dan ada gurat kekhawatiran di sana. Kata-kata Chloe kembali berdengung. Apa aku memang separanoid itu?

Perjalananku di lift berakhir hanya ditemani keheningan dan suara pikiran. Keluar dari lift, aku langsung disambut suasana lobi yang sepi. Kuputuskan pergi ke taman belakang hotel berharap menemukan apa yang kucari.

Taman itu bersebelahan dengan kolam renang. Aku harus melewati orang-orang setengah telanjang dan berpakaian terbuka untuk sampai ke area hijau berbunga. Ada beberapa orang yang duduk-duduk di paviliun sambil bercengkerama. Di antara mereka—sejauh yang tertangkap olehku—ada Argen dan Ludwig yang sudah sepaket sedang mendiskusikan sesuatu dan ada Aryza yang tengah membaca buku—entah apa—yang bisa dibilang sudah ketinggalan zaman. Aku berjongkok mengambil tempat yang agak jauh dan tidak terlihat dari mereka agar aku tidak ketahuan dan dapat melihat situasi lebih nyaman.

Beberapa menit berlalu sampai kakiku kesemutan, tidak ada hal yang aneh.

"Hah, mungkin ini sia-sia ...."

"Apa yang sia-sia?"

OH, SHIT!

Aku terperanjat kaget. Di hadapanku, berdiri seorang perempuan berambut emas tengah tersenyum manis. Kedua matanya terpejam lantas terbuka memperlihatkan mata hijau zamrud yang cerah.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil membantuku berdiri.

"Tidak apa-apa," jawabku. Kubersihkan bagian tubuh yang kotor.

"Tapi, wajahmu merah."

"Apa?"

Gadis itu hanya tertawa. "Kau sedang apa, sih?"

"Refreshing," kilahku.

"Yakin?" Ia memperhatikanku intens sambil masih memasang senyum. Matanya menatap tajam sampai aku harus memalingkan wajah karena rasanya kepalaku seperti melayang—dalam arti yang buruk—kalau menatapnya terlalu lama. Serangan psikologis sialan.

"Yakin," timpalku.

"Aku tidak akan marah, kok, kalau kau sedang memata-matai kami."

Aku seketika diam. Kelu. Pernyataannya membuatku langsung merasa tak keruan. Bagaimana ia tahu? Tebakan yang beruntung?

"Biar kutebak, kau pasti sedang mencari tahu tentang riddle, 'kan? Mau kuberi tahu sesuatu? Memang ada sesuatu di sana, tidak hanya serangkaian teka-teki konyol."

Aku langsung menghadapnya yang masih tersenyum. Senyum yang tak bisa kuartikan apa maksudnya.

"Memata-matai kami hanya karena kami bertingkah mencurigakan? Asumsimu itu memang benar. Teman-temanmu yang salah."

Dia tahu sesuatu tentang petunjuk. Tentang keresahanku. Tentang banyak hal sepertinya. Haruskah aku bertanya apa itu?

Aku menggeleng keras. Tidak, tunggu. Ada yang salah. "Apa sebenarnya kekuatanmu, Olivia? Pembaca pikiran? Apa itu sebabnya aku selalu sakit kepala saat kita bertatapan?" tuduhku.

"Kekuatanku itu rahasia perusahaan, Sayang." Olivia berkedip sambil menaruh telunjuk di depan bibir. "Lagi pula aku sudah memverifikasi asumsimu itu, tetapi aku tak dapat memberi tahu lebih. Kami juga masih mencari. Kau harus temukan sendiri. Nah, tidak ada lagi yang harus kuobrolkan."

Dia langsung pergi menuju Aryza, meninggalkanku yang bertambah bingung. Pertama petunjuk riddle yang belum terjawab, sekarang fakta tentang Olivia yang kemungkinan seorang Esper berbahaya.

Haruskah aku semakin khawatir? Apa maksud ia memberitahuku sebenarnya?

~~oOo~~

A/N

Fase ketiga dimulai! Yaaay!!! Dari fase ini akan semakin seru. Kalau kalian merasa repetisi di dua fase sebelumnya, mohon maaf ya. Mulai dari sini aku yakin akan lebih menyenangkan karena aku sudah nulis fase ini dari lama karena gereget ingin buru-buru liat tingkah Arennga dkk. yg "Ugh", susah dideskripsikan. Akan ada banyak kejadian-kejadian yang mengejutkan juga. Jadi, tunggu saja!

...

Diterbitkan: 24/04/2023

Avatar System: Brain Games (END)Where stories live. Discover now