"Puas mainnya?" tanyanya tanpa lupa memasang ekspresi datar andalannya.

Alis Hujan menyerngit, dia memilih abai dan melenggang masuk kedalam. Anggap saja dia masih kesal lantaran Awan meninggalkannya tadi.

Akan tetapi Awan malah menarik pergelangan tangannya menyebabkan Hujan meringis.

"Apa-apaan sih, Mas! Harusnya tuh aku yang marah karena ninggalin aku, bukan sebaliknya." sentaknya tak sedikitpun membuat cengkraman Awan mengendur malah kian kuat.

"Kamu gak sadar kesalahan kamu? Coba ingat." tekannya menyebabkan Hujan berhenti meronta.

"Mas marah karena aku lupa sediain air? Oke kalo gitu, aku minta maaf. Aku kira di ruangan Mas udah ada disiapin." Hujan memilih mengalah karena sadar bila dia ikut terbawa emosi yang ada semuanya makin runyam. Tetapi mengapa wajah Awan semakin keruh?

"Mas gak permasalahin itu. Yang Mas permasalahin kedekatan kamu sama cowok itu. Sadar Rain, kamu udah bersuami gimana tanggapan orang liat kalian. Dan kamu malah minta anter pulang sama dia."

"Aku gak minta dianter! Mas yang ninggalin aku. Kalo gak ada Oci aku udah ngesot di jalan. Dan Mas jangan sembarang ambil kesimpulan, Oci itu teman aku. Gak lebih." seru Hujan sekaligus berhasil melepas cengkraman Awan di lengannya.

"Mas gak peduli. Pokoknya hari ini terakhir Mas liat kamu jalan sama dia." putusnya berlalu meninggalkan Hujan yang masih mengatur napasnya.

"Mas egois."

Langkah Awan terhenti kemudian berbalik menghadap Hujan. "Mas gak egois. Mas hanya mikirin reputasi kamu di sini. Cobalah ambil sisi positif sama keputusan Mas." usai mengatakan itu, Awan berlalu meninggalkan Hujan yang kini menangis tanpa suara.


💍💍💍

Usai pertengkaran mereka, baik Hujan maupun Awan kompak tidak saling berbicara. Gambaran ketika mereka bertengkar memang seperti ini dan biasanya Hujan yang akan selalu memulai pembicaraan.

Kia yang menjadi pengamat cukup bingung menghadapi suasana akward di meja makan.

"Mas, Kak. Jangan diam-diam gini dong. Aku sedih liatnya. Biasanya rame." ujat Kia sambil menunjukkan tampang sedihnya. Hal yang sekarang menjadi pusat perhatian dua orang lainnya yang sedang terlibat perang dingin.

Menghela napas sejenak, Hujan melemparkan senyum menenangkan. "Kia, ini lumrah terjadi di rumahtangga kok. Ibaratnya kayak sayur tanpa garam. Hambar kalo gak ada pertengkaran. Pun sekaligus bisa mengeratkan sebuah hubungan."

"Benar tuh, Mas?" Kia beralih pada Awan dan lelaki itu mengangguk.

"Kalo gitu ayo bertengkar, Mas. Mana kali hubungan kita semakin erat." seloroh Kia menjadikan Awan maupun Hujan saling pandang. Tak lama kedua orang itu tertawa meninggalkan Kia yang kebingungan.

"Harus ada sebab akibat, Sayang."

Hujan mengangguk setuju atas ucapan Awan barusan. Meski ada sesak dirasakan saat kalimat terakhir itu keluar dari mulut suaminya. Hujan tak ingin menunjukkan wajah sedihnya.

Usai makan bersama, Hujan membereskan piring-piring kotor. Kia hendak membantu namun keburu Awan melarangnya dengan dalih tidak boleh cape.

"Love you."

Deg!

Belum ada beberapa langkah, suara Awan akan pengakuan itu menghentikan langkah Hujan menuju dapur.

Tubuhnya berbalik lalu setelahnya menyesali keputusannya. Ternyata ungkapan itu bukan untuknya, melainkan diperuntukkan Kia yang saat ini tengah menyengir.

"Love you too, Mas."

Hujan melanjutkan langkahnya menuju dapur diiringi pegangan kuat tangannya pada piring mengerat.

💍💍💍


Dobel sesaknya sampe sini masa.

Suerr, kalo ada cowok macam Awan di dunia nyata bisa gerek dia.

Tangkyu yg udah setia dukung cerita ini.

Pokoknya terus beri dukungan supaya cerita ini rame.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now