Prolog

1.1K 62 14
                                    

"Semuanya sudah siap, sayang?"

Dua insan yang tengah mempersiapkan diri untuk berlibur, dengan beberapa barang yang tak begitu banyak. Semua itu permintaan si sosok manis yang tengah mengandung, dan kebetulan sang suami juga sedang kosong, jadi mereka memutuskan untuk berlibur hari ini.

"Semua sudah... oh iya!" Si sosok manis itu berjalan kembali ke dalam, membuat sosok yang tengah memasukkan barang mereka ke dalam mobil mengernyit dibuatnya.

Sang suami hanya ber-oh ria kala melihat si sosok manis keluar membawa cardigan kesayangannya, dan tentu hal yang tak boleh terlupakan, novel serta Bible. Mereka bukan sosok religius, dan ini adalah pertama kalinya si sosok manis membawa Bible dikala mereka hendak berpergian.

"Wistara, tumben?" Sosok manis yang dipanggil Wistara itu tersenyum mendengar ucapan sang suami.

"Entahlah, Mas Syan, aku cuma mau bawa aja, yuk berangkat." Syandana-sang suami-lantas hanya menganggukkan kepala mendengar ucapan Wistara, tak lagi hendak bertanya pada Wistara perihal tumben sekali ia membawa Alkitab.

Perjalanan yang ditemani oleh suara lagu dari radio yang ada di mobil mereka. Mungkin di era modern ini sudah jarang yang menggunakan radio sebagai media untuk mendengarkan berita atau sekedar mendengarkan lagu, toh, dunia sudah canggih, cukup menggunakan fitur gigi biru kalian sudah bisa memutar lagu kesukaan kalian.

Sesekali ada obrolan kecil di antara mereka, menanyakan si jabang bayi yang usianya sudah menuju 9 bulan, bertanya apa yang dirasakan Wistara selama mengandung, dan tentu membicarakan perihal pekerjaan Syandana. Setelahnya, mereka sibuk masing - masing, Wistara yang sibuk dengan ponselnya dan Syandana yang sibuk menyetir.

Membuka media sosial, Wistara mengernyit kala banyak informasi mengatakan perihal teroris yang menyerang beberapa titik daerah. Radio yang semula memutar lagu pun berubah ke siaran langsung berita, di mana banyak suara riuh orang berteriak dan baku tembak yang terdengar dari radio yang mereka dengar.

Syandana berusaha mengganti saluran radio ke hal lain kala melihat Wistara yang sudah panik sendiri mendengarnya, tapi percuma, semua saluran radio menyiarkan hal yang sama, perihal teroris yang menyerang beberapa titik daerah, termasuk daerah tempat mobil mereka berjalan kini.

"Berhati - hati bila anda-"

Belum sang reporter lanjut bicara, kaca belakang mobil mereka sudah pecah seketika, membuat mereka refleks menunduk, dan sebuah peluru melayang tepat ke arah radio yang akhirnya mati karena peluru itu. Syandana menoleh ke belakang, 3 mobil sedan berwarna hitam mengejar mereka, dengan salah satu yang memegang pistol, yang membidik tepat pada Wistara.

"Sayang, pegangan, ya?" Wistara hanya menurut, tangannya memegang erat pegangan yang ada tepat di atasnya, sedang Syandana memasukkan gigi mobil dan mengendarai mobilnya secara ugal - ugalan, demi menghindari tembakan yang semakin brutal pada mobil mereka.

Kala ban mobil mereka ditembak dan gerakan mobil mereka jadi tak beraturan, tak sengaja Syandana melakukan rem mendadak, membuat mobil mereka seketika berguling di jalan raya. Mobil mereka berhenti berguling lumayan jauh dari mobil sedan tersebut, yang sepertinya sudah puas dan mengira kalau Syandana maupun Wistara sudah tiada.

Syandana membuka kedua matanya, mengintip ke arah 3 mobil sedan yang sudah pergi dari belakang mereka, ia mencoba mengingat - ingat nomor plat mobil serta model mobil yang tadi ditumpangi. Ia mencatatnya dalam ingatannya, dan ia yakin kalau mereka adalah teroris yang dikatakan oleh para reporter.

Syandana sontak menoleh ke arah Wistara kala ia mendengar suara rintihan sakit, dan merasakan kalau tangannya menyentuh cairan anyir berwarna merah yang berasal dari Wistara. Ia sontak melepas sabuk pengaman miliknya dan tentu sabuk pengaman milik Wistara yang langsung memegang erat kaus Syandana sebab rasa sakit luar biasa yang ia rasakan.

Lebih dulu Syandana merangkak keluar, lantas membantu Wistara merangkak keluar dari mobil yang bahkan Syandana sendiri tak tahu harus mendeskripsikannya seperti apa. Syandana mencoba berdiri dan menggendong Wistara kala melihat ambulan mendekat ke arah mereka, Syandana bersyukur dalam hati karenanya.

"Lebih dulu urus dia, saya tidak apa - apa." Syandana menghentikan tenaga medis yang hendak menolong dirinya pula kala ambulan sudah tepat berada di hadapan mereka, alhasil Wistara yang lebih dulu ditangani.

Syandana lebih dulu menatap ke arah kota yang terlihat dari jalanan yang ia tapaki, ia dapat melihat kehancuran dari sana. Syandana lantas masuk ke dalam ambulan, untuk menemani Wistara di rumah sakit nanti.

Sebuah kehancuran yang tak terkira, dan mencari tahu siapa yang akan memberi pengakuan.









Slayinkang Present

Syandana Cendric Nareswara (Choi San)

Syandana Cendric Nareswara (Choi San)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wistara Najandra (Jung Wooyoung)

Wistara Najandra (Jung Wooyoung)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

and others.

an : hai? aku membawa cerita berat lagi, woosan lagi, gatau ya woosan ditanganku cocok jadi peran yang cukup berat :").

tenang, bakal slightly romance tanpa pelakor, dengan konsekuensi cerita berat :D

selamat menikmati.

Pengakuan | Sanwoo/Woosan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang