you didn't delete my comment

En başından başla
                                        

"Oke."

"Bentar doang kok."

Tak lama kemudian sosok Cantika yang berlari kecil itu pun perlahan berlalu. Meninggalkan aku yang kikuk dengan Kak Ace yang sama diamnya.

Dalam kecanggungan yang terjalin selama sesaat, Kak Ace yang sempat tampak gelisah pada akhirnya membulatkan tekad untuk bersuara kepada aku yang terus bungkam.

"Sorry."

Itu kata pertama yang terucap dari bibirnya. Singkat namun menjelaskan segalanya.

Sedangkan aku yang mendengar tiada merespon, terus memainkan jemari resah dengan pandangan ke arah lain.

"Aku sadar aku ada salah dan mungkin kamu gak bisa maafin. Itu gakpapa," ucapnya. "Tapi aku harap kita masih bisa berteman baik. Kamu bisa curhat ke aku, atau minta tolong terkait apapun, pasti aku usahain untuk dateng."

Aku yang terpaku sempat berpikir sesaat, "T-Tapi—"

"Aku cuma pengen kita tetap komunikasi. Supaya orang-orang gak bingung juga nantinya."

Ia memotong kalimatku tepat seperti ia berusaha menghapus semua jejak yang pernah kami lalui berdua. Menyedihkan tapi itulah yang terbaik.

Aku menghela napas, masih enggan untuk menatap kedua manik matanya itu.

"T-Tapi, emangnya— pacar kakak g-gak masalah?"

Sosoknya yang terlihat seolah tidak menduga pertanyaan itu akan muncul dari bibitku lantas termenung. Kemudian ia menyunggingkan senyum tipis.

"Aku cuma mau berteman sama banyak orang, gak ada yang bisa larang aku, Kei."

Ucapan penuh kepercayaan dirinya itulah yang aku yakini.

Dan pada akhirnya perang hati dan emosi ini resmi diakhiri dengan damai atas keputusan bersama.


Agustus pun berlalu dengan sangat cepat.

Semenjak hari itu, aku hampir tidak pernah lagi bertemu Kak Ace lagi di kampus. Meski sedikit bertanya-tanya tentang keberadaannya yang biasanya mencolok itu mendadak lenyap, tapi disisi lain aku merasa lega. Setidaknya aku tidak harus terus terbayang oleh sosoknya yang berlalu lalang.

Namun disaat masalah tentang Kak Ace bisa terselesaikan dengan baik, hubunganku dengan Kai justru terjadi sebaliknya. Seperti tali karet yang dikencang dan kendorkan tak menentu, membuatku selalu merasa jengkel dan gemas saat harus berhadapan dengannya. Ia memiliki sisi hangat dan dingin yang sama rata, tidak bisa diduga apa yang akan aku temui lebih dulu ketika berjumpa.

Terkadang ia bisa diam-diam memperhatikanku dari pantulan kaca spion seraya tersenyum. Tapi terkadang pula ia melewatiku begitu saja di lorong kampus meski kedua mata kami sempat saling tertaut.

Kai merupakan sebuah pertanyaan sekaligus tantangan bagiku yang tidak pernah bertemu spesies seperti dirinya sebelum ini.

Tapi belum sempat aku menyelesaikan permasalahan dibenakku, ketiga temanku malah sibuk saling melempar banyak spekulasi saat kami tengah duduk di taman gedung A, memperhatikan orang-orang yang berhamburan dari salah satu kelas yang mana diikuti oleh Kai.

"Hati-hati loh, Kei. Cewek-cewek seni kriya banyak yang cakep."

Dan itu berhasil membuatku terpancing.

"Y-Yaudah sih, gak terlalu peduli juga gue—"

Hingga seorang perempuan cantik berambut ombre merah muda bersama kedua temannya lewat di hadapan kami dari arah kelas Kai, membuatku spontan menghentikan kalimat.

if only,Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin