i wasn't with them [part 1]

23 7 0
                                        

Aku mendapat kesepakatan dengan ketua bidang Kesma BEM pada keesokan harinya. Seusai berdiskusi bersama, kami mendapat jalan tengah bahwa masalah ini akan dianggap usai dan tidak dibawa ke forum besar. Ada beberapa alasan dibaliknya, seperti menyangkut masalah pribadiku dan juga perkelahian kemarin tidak sampai merusak properti di kampus. Namun jika sampai terulang dua kali di lokasi yang sama, maka tidak ada pilihan lain untuk membawanya ke ranah organisasi kampus. Maka dari itu aku harus sedikit was-was untuk beberapa waktu ke depannya untuk menghindari datangnya kembali Adam ke area kampus.

Pikiran penat sekali rasanya meski waktu masih tergolong pagi. Aku sangat ingin pulang selepas satu jam di sebuah ruang kecil bersama dengan tiga orang senior yang salah satunya bernama Kak Julia, si ketua bidang Kesma. Aku sudah membayangkan untuk merebahkan diri di kasur yang nyaman seraya mendengarkan musik sekeras mungkin. Namun, niatku terhalang pada detik kelima setelah aku berhasil memasang kembali sepatuku di depan ruang BEM. Pasalnya seseorang dengan suara berat dengan rambut pirang khasnya menghampiriku dari salah satu bangku ruang tunggu terdekat.

"Kamu Keira kan?"

Itu Kak Felix. Aku sangat yakin. Selain dari warna rambut dan freckles samar diwajahnya yang tampak mencolok, sebuah jaket kulit hitam menempel ditubuhnya juga membuatku langsung merasa familiar.

"Iya Kak."

"Boleh bicara bentar? Tapi agak jauhan dikit dari sini." Bisa ku lihat dari gerakan matanya bahwa ia sempat melirik ke arah pintu ruang BEM di belakangku yang tertutup.

Aku pun mengangguk, "Boleh Kak."

Aku mengikuti langkahnya yang membawaku ke depan sebuah ruang kelas yang kosong. Selama perjalanan aku bertanya-tanya apa yang kira-kira akan ia tanyakan kepadaku. Pasalnya Kak Felix juga merupakan salah satu senior paling diincar mahasiswa baru untuk dijadikan gebetan. Aku jadi merasa bersyukur bisa mengobrol dengannya secara langsung.

"Gimana? Udah merasa agak baikkan?" Tanyanya setelah berhadapan denganku

"Udah kok Kak."

Sedikit bohong karena sesungguhnya aku sulit tidur semalaman. Tapi syukurlah pagi ini, aku bisa merasa lebih baik dibandingkan sebelumnya. Mungkin ini karena efek melepaskan tumpukkan stres. Atau mungkin karena pelukan hangat Kak Ace pada malam itu. Ah, mengapa aku selalu tersipu sendiri saat mulai mengingatnya?

"Syukurlah. Kamu gak ada yang luka kan?"

"Enggak Kak. Kemarin kakak udah tanya itu by the way," ucapku sedikit cengengesan.

Ia yang baru teringat pun terlihat lucu dengan ekspresi alaminya, "Ah, iya. Sorry lupa."

Malam kemarin, tepat beberapa menit setelah aku dan Kak Ace saling melepas pelukan, Eliza datang dengan beberapa orang lainnya. Ada Kak Felix, Kak Raihan, dan si kabid bidang Kesma BEM yang bernama Kak Julia itu. Awalnya aku merasa amat canggung dengan kehadiran banyak senior asing. Namun mereka yang langsung memperhatikan dan mengurusku dengan baik tentu membuatku merasa sangat lega. Meski sempat ditawari diantar pulang oleh mereka, juga dengan Kak Ace secara empat mata, namun aku menolak dan berakhir pulang menggunakan ojek online setelah ditemani oleh mereka yang ikut menunggu di depan pintu gerbang.

"Kamu— ah, gimana ya tanyanya," ia menggumam sendiri diakhir kalimat. Wajahnya jelas menunjukkan kebimbangan yang sangat ketara.

Aku penasaran, "Kenapa Kak?"

"Aku mau tanya sesuatu, tapi agak melenceng sama kejadian kemarin. Gakpapa?"

"Gakpapa kok."

"Aku takut nambah beban pikiran buat kamu."

if only,Donde viven las historias. Descúbrelo ahora