Tattoos

67 6 2
                                    

Just a little bit of warning, this part is light NSFW. Don't read if you don't like it or if you're underage.

Haitani Ran menyadari bahwa dirinya diberkahi dengan paras yang cukup rupawan—pasti ada alasan mengapa banyak gadis rela melemparkan diri mereka dalam pelukan kriminal meski hanya untuk satu malam. Dipadukan dengan seringai malas, kemampuan bertarungnya juga posisinya dalam organisasi kriminal terbesar di Jepang, Ran tahu bahwa hanya sedikit wanita yang bisa menolak pesonanya.

Pemikiran ini tidak hanya buah dari kepongahannya. Terbukti segera setelah ia dan adiknya masuk ke dalam klub langganan mereka, sekumpulan gadis berkerumun saling berlomba mencoba peruntungan untuk menarik perhatian salah satu dari Haitani Bersaudara. Sayang sekali, ia tidak berniat melirik gadis manapun selain gadisnya.

Netra keunguannya mengedar ke sekeliling klub. Pencahayaan yang temaram dan didominasi dengan warna biru tidak menumpulkan indra penglihatannya, ia tetap sanggup mengawasi targetnya meski jarak mereka cukup jauh. Matanya memicing, berusaha menangkap gerak bibir si target dengan salah satu gadis penghibur. Namun fokusnya terpaksa buyar lantaran gadis berambut pirang—yang kerap kali memamerkan lekuk tubuhnya pada Ran, menghalangi pandangan.

"Maaf gadis-gadis," seringai Ran terulas. "Aku tidak tertarik."

"Abaikan saja dia." Rindou mengapit sebatang rokok di antara bibirnya, menerima ketik salah satu gadis menyalakan pemantik. "Kalian tidak bersaing dengan gadisnya."

Ran menggeleng saat adiknya menyodorkan kotak rokok, butuh beberapa detik bagi si Bungsu untuk memahami maksud sang Sulung. Hanya ada satu orang yang benci dengan asap rokok dan memengaruhi tabiat Ran.

Alih-alih mundur seperti sebagian besar gadis lainnya, si pirang kian gencar menempelkan tubuhnya pada Ran. "Ayolah. Gadismu tidak perlu tahu. Aku bisa memuaskanmu, Ran."

Sebelah alisnya terangkat naik, memandangi gadis di hadapannya dengan pandangan menilai. Crop top berwarna merah tanpa lengan yang menyembulkan dada bagian atasnya juga celana pendek yang memamerkan paha mulus sang wanita tidak membuat Ran terpikat pada si gadis. Meski tidak bisa dipungkiri rupa manisnya yang dirias dengan lipstik merah dan riasan mata yang cukup bold membuatnya tampak dewasa, tapi tetap saja. Usahanya sia-sia, sudut bibir Ran tertarik lebih dalam.

"Aku tidak tahu mengapa kau bisa berpikir bisa memuaskanku, tapi kuyakinkan kalau kau tidak akan sanggup melakukannya. Percayalah, melirik ke arahmu pun aku tidak akan mau," tukas Ran gamblang. Senyum meremehkan masih terpampang di wajahnya ketika gadis itu tercengang.

"Kekasihmu itu adalah gadis yang berkacamata dengan garis keabuan pada bagian depan rambutnya kan?" ada nada mencemooh dalam pertanyaan gadis itu. "Gadis yang gaya berpakaiannya seperti kutu buku itu mana bisa memuaskanmu. Tidak cantik dan kelihatan lemah. Kau yakin akan bertahan dengan gadis seperti itu, Ran?"

Kekehan Rindou mengejutkan beberapa gadis yang masih bertahan di meja mereka. Bukan tanpa alasan, pasalnya si Bungsu biasanya lebih minim ekspresi daripada si Sulung. Memilih untuk mengamati dalam diam daripada terlibat langsung—kecuali atas perintah Ran. Melihat Rindou tergelak tentu mengagetkan beberapa orang yang tidak dekat dengannya.

"Ada ucapanku yang salah, Rindou?" tanya gadis itu sangsi.

"Dibandingkan dengan Akira, kau tidak ada apa-apanya," cetus Ran. Senyum yang terukir di bibirnya tampak dingin, mata keunguan yang memancar datar berhasil menggoyahkan pertahanan gadis itu hingga ia mengambil satu langkah mundur.

Lengan seseorang memeluk leher Ran dari belakang, membuatnya menahan kata yang sudah berada di ujung lidah. Sudut bibirnya tertarik semakin dalam saat berhasil menerka siapa yang berani menyentuhnya. Tanpa bicara, ia bersandar ke belakang kian menenggelamkan diri dalam kehangatan yang familiar.

His Poena : Side StoryWhere stories live. Discover now