Part 8

7K 1.4K 1K
                                    


Hawa panas tak membuat Melisya melunturkan semangatnya untuk membantu sang ibu. Gadis cantik itu kini mengambil semua kue yang tadi dibawa dari kota untuk dijual di event sebuah kota kecil pinggiran pantai. Walaupun hawa dipinggiran pantai sangat panas namun embusan angin dari laut cukup membuat tubuh Melisya merasa sedikit lebih nyaman.

"Mel, kamu makan siang dulu, ya. Habis itu ambil kue terakhir di mobil dari toko Mommy." Ujar Azzura saat anaknya sudah menata semua kue diatas meja.

Melisya mengangguk dan tersenyum manis sebelum beranjak dari tempat berdirinya menuju mobil untuk makan siang terlebih dahulu. Dia juga berencana menghubungi Zavy dan memberitahu lelaki itu kalau dirinya sekarang sedang membantu ibunya berjualan kue di sebuah event cukup besar.

Salad sayur, jus jeruk dan dua telur rebus menjadi pilihan makan siang Melisya kali ini. Entah kenapa akhir-akhir ini dia merasa sangat malas makan nasi. Jangankan makan, melihat saja dia tak selera sama sekali. Kalau kepepet dan tak bisa makan salad lagi dia akan meminta pegawai dirumahnya untuk membuat lontong dengan kulit daun pisang. Bukan dari plastik seperti penjual lontong diluaran sana. Rasanya memang lebih nikmat dibungkus daun pisang daripada plastik.

"Halo, Kak. Aku bantu Ibu jualan kue. Kakak sekarang masih ngapain?" Tanya Melisya saat sambungan teleponnya tersambung.

"Lagi main, Sayang. Kamu dikota mana sekarang?"  Suara lembut Zavy membuat Melisya sangat semangat memakan saladnya sembari tersenyum sangat manis.

"Aku dikota, gak tahu sih tepatnya dimana tapi agak jauh dari kota tempat tinggal kita. Kakak mau nyusul? Aku kenalin sama ibu aku."

"Lain kali, ya Sayang. Aku sibuk sekarang, janji deh kalau ada waktu luang aku kenalan sama orang tua kamu."

"Kak Zavy gak selingkuh, kan? Soalnya kata orang kalau pacar gak ada waktu sama sekali buat kita dia ada main dibelakang. Kakak udah bosen ya pacaran sama aku?"

"Ngomong apa sih kamu. Gak ada yang selingkuhin kamu, Sayangku. Jangan mikir macem-macem apalagi dengerin kata orang. Yang penting kamu bahagia, aku bahagia dan kita berdua bahagia jalaninnya. Gak usah dengerin omongan orang lain yang gak penting. Takutnya kamu kepikiran dan jadi sakit. Aku gak mau kamu sakit karena masalah sepele dan gak penting gini, Meli." Melisya tersenyum tipis dan mengangguk.

Beban didalam hatinya terasa sedikit berkurang mendengar ucapan Zavy. Memang akhir-akhir ini dia lebih sering mendengarkan ucapan Riri, entah gadis itu berkata kalau Zavy selingkuh dan setiap weekend ada main dengan selingkuhan. Atau Zavy sebenarnya gay yang menjalin hubungan dengan Melisya hanya untuk status semata dan pemikiran-pemikir buruk lainnya selalu muncul saat Melisya termenung disore hari pasti ucapan Riri selalu berputar diotaknya.

"Udah dulu, ya. Aku diajak pergi sama Ibu." Belum sempat Melisya menjawab sambungan teleponnya sudah diputuskan begitu saja membuat Melisya sedikit terkejut. Dia menatap layar ponselnya yang sudah mati dengan perasaan sedikit kecewa padahal baru telepon tapi sudah ditutup begitu saja.

"Masih mending ditelepon waktu LDR, daripada chat aja gak dibales." Gumam Melisya sembari memasukkan telur rebus yang tersisa separuh.

Sampai, dia teringat kalau Lendri hari ini juga sedang off seperti dirinya membuat Melisya mengambil ponselnya lagi yang sudah tergeletak entah dimana. Setelah menemukan ponselnya Melisya mencari nama Lendri untuk menanyakan kemana perginya Zavy, apakah benar pulang kerumah orang tuanya atau tidak.

"Halo, Len. Sibuk gak?" Tanya Melisya saat sambungan teleponnya sudah terhubung.

"Enggak nih, kenapa, Mel?"

"Mau nanya dikit, rumah orang tua Kak Zavy sekarang dimana ya? Katanya dia pulang soalnya. Lo bisa ngasih alamatnya gak?"

"Hah? Mau ngapain, Mel? Lo cewek loh masa iya datengin cowok kerumahnya." Melisya tersenyum tipis sebelum menatap lurus kearah sebuah papan reklame tak jauh dari posisinya. Dia menghela napas cukup panjang sebelum tersenyum manis berusaha menahan rasa ingin tahunya yang semakin menjadi.

Krisan Kesayangan (End) Where stories live. Discover now