24 | Trip to Forest of Truth

31 10 0
                                    

Mereka memutuskan untuk kembali ke penginapan setelah memakamkan Lena. Adrik, suami Lena, tidak kembali setelah pergi, Luke menyuruh Freya menulis surat dan meninggalkannya di rumah itu. Menurutnya, suami Lena pantas tahu tentang kejadian yang menimpa istrinya.

Matanya memerah karena menangis, Luke tidak pernah terlalu emosional seperti ini. Memang dia sempat menangis di hutan, tapi itu hanya ledakkan emosi biasa. Ini adalah duka, dia tahu benar itu. Rasanya aneh dan melelahkan. Ditambah lagi dengan gegar otaknya, perjalanan ke penginapan menjadi sulit untuk Freya.

Gadis itu harus menjaganya yang pasti merepotkan. Luke bahkan tersandung beberapa kali. Dia seharusnya tidak terlalu mengganggunya. Dia sudah menjadi beban baginya, mungkin juga bagi teman-temannya yang lain. Mereka semua di sini karena dia bersikeras untuk melarikan diri. Dia baru saja dihina. Dia telah dihina sejak kecil, dia seharusnya terbiasa dengan itu semua.

Sekarang mereka telah mencapai penginapan, teman-temannya menunggu di meja tempat mereka sarapan tadi, mereka berdiri dan terlihat sangat khawatir. Tapi Luke tidak memiliki energi untuk menjawab, jadi Freya lah yang menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan. Luke pergi ke kamar, kepalanya sangat pusing, dia sudah tidak tahan lagi. Tubuhnya jatuh ke tempat tidur segera setelah kamar tertutup, udara malam yang dingin membuatnya menggigil. Kutukannya berdenyut sakit di bawah pakaiannya.

Sudah tak ada energi yang tersisa dalam dirinya bahkan jika dia ingin menarik selimut, lagipula selimut penginapan itu sangat tipis. Memang murahan.

Mungkin dia akan merasa lebih baik di pagi hari, atau dia berharap begitu. Karena tidur tidak pernah datang kepadanya dengan mudah. Tapi dengan gegar otaknya, dia berharap tidur bisa lebih baik, bahkan tanpa mimpi.

Memejamkan matanya, dia mengharapkan kegelapan, tapi kegelapan itu perlahan-lahan menghilang dan tergantikan oleh sosok bermata merah berkilau. Wajah sosok itu akhirnya terlihat, seorang pria dengan rambut hitam dan paras yang cukup tampan.

Detik berikutnya, jari-jari sosok itu ada di pipi Luke. Anehnya, dia menemukan dirinya tidak bisa bergerak sama sekali. Apakah ini mimpi? Tapi sentuhannya terasa begitu nyata. Sosok itu memandangnya dengan mata yang penasaran, seperti mencari sesuatu tapi tidak menemukannya.

"Apa yang dia lihat dalam dirimu? Kenapa dia sangat ingin melindungimu?" ujar sosok itu, tatapan matanya menjadi tajam, membuat Luke merinding. Siapa yang dimaksud sosok ini? Dia tidak mengerti.

"Gadis itu ... hasratnya untuk melindungimu sangat besar. Mengapa?" ulang sosok bermata merah.

"Apakah kau seorang iblis? Iblis yang dibicarakan Freya?" tanya Luke, sosok itu memberikan anggukan pelan.

Keheningan itu membunuh Luke, kebingungan memenuhi pikirannya. Sedangkan si iblis sibuk mengamati wajahnya, terkadang jari-jari itu bergerak kemudian berhenti di tempat yang sama.

"Silas ... apa yang gadis itu lihat dalam dirimu?"

Silas?

"Aku bukan-"

"Kenapa dia selalu memilihmu daripada aku, Silas?" Iblis itu memiringkan kepalanya. "Apa yang dia lihat dari dirimu selain kutukan itu? Kenapa dia selalu ingin melindungimu?"

"Apa yang kau bicarakan?!" Luke mendorong sosok itu. "Aku bukan Silas!"

"Awalnya aku tidak yakin, tapi setelah melihat kalian berdua begitu dekat, lalu dia menyembuhkanmu ... itu membuatku yakin." Iblis itu menegakkan tubuhnya. "Silas, kenapa dia tidak mencintaiku?"

"Dia siapa?"

"Morrigan."

Luke ingin sekali tertawa. Iblis ini muncul dalam mimpinya, memanggilnya Silas, lalu mengatakan bahwa Freya mencintainya? Betapa lucunya.

Rise of Blood [Completed]Where stories live. Discover now