16 | Longing Song for His Majesty the King

57 11 14
                                    

Setelah Luke dan Jack pergi, Freya dan yang lainnya pindah ke tempat penyihir, namanya Aisha. Tempat tinggalnya cukup besar, berbeda dari toko miliknya. Meskipun rumah itu menyeramkan, tidak jauh beda dari toko milik Aisha. Mereka bertiga juga berkenalan dengan nenek Aisha, Kamala. Nenek tua itu sangat baik kepada mereka, bahkan mengajari Matthias memasak dan Gwen merajut. Freya tertarik dengan sihir dan sangat ingin meningkatkan sihirnya, jadi dia berlatih dengan Aisha.

Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu mengajarinya dengan baik. Hanya saja Freya masih kesulitan untuk mengendalikan sihirnya. Keduanya sudah berlatih selama empat hari di samping rumah Aisha.

"Nedra!" Api yang dihasilkan mampu membakar batang kayu yang sudah ditumpuk oleh kedua gadis itu. Tapi anehnya, api itu segera padam. Freya heran, mencoba merapalkan mantra itu lagi, tapi Aisha menggelengkan kepalanya.

"Kau harus fokus dengan sihirmu," kata Aisha. "Dari yang kulihat, kau sering terganggu dengan hal lain. Apa itu?"

Freya menghela napas dan duduk di tanah dekat sebuah pohon besar. Dia menyandarkan tubuhnya ke pohon, mengamati bagaimana daun-daun bergerak karena angin. "Entahlah. Banyak hal, kurasa."

"Ah, biar kutebak, ini tentang pangeran muda itu, bukan? Siapa namanya?" tanya Aisha dengan nada usil. Freya mendengkus.

"Luke, dan tidak, aku tidak memikirkannya."

"Siapa yang bilang kau memikirkannya? Aku bilang ada sesuatu yang mengganggumu." Aisha duduk di sampingnya dan menyenggolnya di bahu. "Padahal baru empat hari kalian berpisah."

Freya mengangkat bahu. "Aku hanya khawatir."

"Karena kutukan itu, ya?"

"Kau tahu?" Freya terkejut.

"Tentu saja aku tahu. Aku melihat ingatannya." Gadis itu menggunakan sihirnya untuk membuat apel yang ada di pohon jatuh ke tangannya. Bukannya apel segar, apel itu justru terlihat busuk. "Kutukan itu terbuat dari sihir gelap. Saat aku melihatnya, aku tahu dia terkutuk. Auranya berbeda dari kebanyakan orang, aku yakin kau juga merasakan itu meski hanya sedikit. Bagaimanapun, itu membuatnya mati dari dalam. Rasa sakitnya pasti tidak bisa di deskripsikan."

"Seperti apel ini," kata Aisha lagi. "Tidak bisa bertahan lama. Tapi dengan sedikit sihir, ini bisa kembali segar." Apel di tangan gadis itu kembali segar seakan-akan tidak pernah membusuk.

"Apakah ada cara untuk membebaskannya dari kutukan?"

"Mungkin ada, itu tergantung." Aisha melemparkan apel itu kepada Freya. "Kita lanjutkan besok. Untuk sekarang, istirahatlah," katanya sebelum pergi.

Freya terdiam menatap apel di tangannya. Luke bersedia mempertaruhkan nyawanya, dia bisa saja dimakan oleh Kraken, namun dia masih menyelamatkannya. Dan itu bukan pertama kalinya dia melakukannya. Sejak pertama kali mereka bertemu, Luke selalu melindunginya. Dan dia selalu melakukan sesuatu sebagai balasannya, Freya harus melakukan sesuatu kali ini juga.

Kenapa dia begitu peduli padanya? Mereka benar-benar baru bertemu seperti sebulan yang lalu. Jelas, ada sesuatu di balik itu. Tidak mungkin hanya karena Luke ingin berpetualang, bukan? Anak laki-laki itu selalu hampir mati setiap kali dia bersamanya.

"Freya, lihat apa yang kubuat!" suara Gwen terdengar. Gadis itu berlari dan duduk di depan Freya, mengangkat sebuah selimut berwarna putih dengan lambang kerajaan Druid yang berwarna biru.

"Itu bagus, Gwen," pujinya. "Tapi kenapa lambang kerajaan?"

"Aku berencana untuk memberikan ini kepada Luke begitu kita melihatnya lagi." Gadis yang lebih muda tersenyum. Hari ulang tahun Luke adalah seminggu lagi. Perayaan besar-besaran pasti akan terjadi di Rivalian. "Aku selalu memberinya sesuatu di hari ulang tahunnya. Ini musim dingin, kutukannya pasti terasa sakit. Cuaca dingin tidak bagus untuk kutukannya."

Rise of Blood [Completed]Where stories live. Discover now