25

386 106 50
                                    

Hai 🖐️
Jangan lupa vote dan komen yang banyak, ya!

###
Aleena benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang menjadi cinta pertamanya, atau mungkin satu-satunya lelaki yang pernah dia cintai? Walaupun hanya sekadar cinta monyet yang semasa SMP, namun hanya lelaki yang memiliki senyum hangat dan kepribadian cerah itu yang pernah Aleena akui pernah mencuri hatinya.

Bagaimana mungkin mereka bertemu lagi setelah bertahun-tahun? Apakah doanya pada Yang Di Atas memiliki batas waktu? Aleena ingat, dia pernah berdoa dengan sungguh-sungguh supaya dijauhkan dari lelaki itu jika memang mereka tidak berjodoh. Bagaimana mungkin klien perusahaannya kali ini adalah lelaki itu?

"Semoga kerja sama kita berjalan lancar," ucap lelaki itu, menyalami setiap orang yang ikut rapat, termasuk Aleena sambil tersenyum lebar. Meski begitu, mereka tidak bertegur sapa, seolah tidak saling kenal.

"Untuk tahap pertama, perataan lahan akan segera di lakukan dalam waktu minggu ini. Mba Ena, tolong jadwalkan untuk alat beratnya, ya?" Mba Saras yang menjadi perwakilan berbicara. Aleena menganggu singkat, tanpa mengatakan apapun.

"Oke. Semoga pembangunannya tidak lebih dari enam bulan seperti yang di kontrak," Sahut lelaki itu tenang.

"Mba, kamu gemeteran. Kamu nggak apa-apa?" Rayu bergumam ke telinga Aleena.

"Aku belum makan dari kemarin," jawab Aleena pelan. "Badanku lemes."

Rayu meringis, melirik jam yang sudah menunjukkan pukul satu siang. Jam makan siang sudah lewat, dan tidak ada tanda-tanda rapat kedua akan ditunda. Setelah kesepakatan kontrak ditanda tangani, Mba Saras langsung menjadwalkan rapat eksekutor proyek itu.

"Untuk pekerjanya mau cari berapa, Pak?" Mba Saras bertanya pada Pak Tora, kepala konstruksi sekaligus kakak sepupu bos Aleena.

"Untuk sementara, sepuluh orang dulu nggak apa-apa. Nanti kalau kurang bisa di tambah. Lagian, perataan dan bangun pondasi nggak perlu banyak orang," sahut Pak Tora. "Mandor sama admin yang mau nunggu disana siapa, ya? Adminnya Mba Ena?"

Emang ada pilihan lain? Pikir Aleena kesal. Tentu dia yang harus pergi karena Rayu memiliki anak yang baru berumur satu tahun.

"Suaminya nggak apa-apa ditinggal?" Mba Saras bertanya.

"Udah gede masa nggak bisa ditinggal? Kalau kangen kan bisa pulang seminggu sekali," sahut Pak Tora, orang yang pernah melecehkan Aleena secara verbal.

"Nanti biar aku bilang, Mba," kata Aleena, menjawab Mba Saras.

"Mandornya Pak Jimin, bisa nggak, ya?" Mba Saras beralih ke orang yang dia maksud.

Pak Jimin memilih menyalakan rokoknya terlebih dulu sebelum menjawab Mba Saras.
"Kalau disana terus, nggak bisa, Mba. Yang ngawasin proyek lain siapa? Kalau seminggu sekali atau dua kali, bisa." Ucapnya.

"Gitu juga nggak apa-apa. Mba Ena, nanti akomodasinya mau cari sendiri atau di cariin sekalian?" Mba Saras memberi penawaran.

"Aku cari sendiri aja, Mba. Kebetulan tau lokasi proyeknya," sahut Aleena lagi.

"Oh, ya! Kamu asalnya dari daerah situ, ya? Malah bisa pulang ke rumah orang tua, kan?" Mba Saras tersenyum dan Aleena membalas senyum itu tanpa mengatakan apa-apa.

"Untuk selanjutnya, vendor material dan lain-lainnya mau gimana Mba Rayu? Mending satu vendor aja atau gimana?" Mba Saras.

Rapat itu berakhir jam tiga sore. Aleena mati-matian menahan tubuhnya yang pusing dan lemas. Hanya air putih yang masuk ke tubuhnya sejak kemarin sore. Rayu sampai harus membantu Aleena berdiri.

SemicolonsUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum