14

331 98 25
                                    

Up 2x karena nggak tau besok bisa update atau enggak wkwkwkk

Enjoy!

###
Aleena membangunkan Jerry saat makanan sudah siap. Lelaki itu segera bangkit dan menuju meja makan sementara Aleena menggantikan posisinya di sofa panjang.

"Kamu udah makan?" Jerry bertanya.

"Belum, nanti," jawab Aleena, tampak lesu.

"Ayo makan bareng?" Ajak Jerry, mengulurkan tangannya pada Aleena.

"Kamu duluan aja. Aku nanti, lagi males makan," sahut Aleena, tidak bergerak dari posisinya.

"Aleena, kamu nggak boleh telat makan, inget? Nanti perutmu sakit, lo?" Balas Jerry, menegur.

"Nanti, kalau udah mau makan, aku makan sendiri," sekali lagi Aleena menolak.

"Aleena, gerd bukan magh biasa! Makan dulu walau cuma sedikit!" Jerry akhirnya memaksa karena kalau dilihat dari betapa lemas tubuh Aleena berbaring di sofa, kemungkinan perempuan itu belum makan sejak pagi.

Aleena melirik Jerry kesal, sebelum bangkit berdiri sambil menggerutu.
"Kamu kayak Mas Alan aja! Bawel!" Katanya.

"I am your husband, thou? And a doctor!" Balas Jerry, yang disambut dengusan sebal oleh Aleena.

Mereka duduk berhadapan di sebuah meja makan kecil. Jerry mengambil nasi untuknya sendiri, sementara Aleena mengambil porsi yang membuat kening lelaki itu berkerut.

"Yakin cuma makan segitu? Dua kali sendok pasti habis, tuh!" Komentar Jerry.

"Nanti kalau masih pengin makan tinggal ambil lagi. Kenapa ribet banget, sih?" Keluh Aleena, menatap malas pada Jerry. Lelaki itu akhirnya diam, menikmati makanan dipiringnya sambil sesekali menatap Aleena.

"Al?" Jerry bertanya setelah beberapa saat diam.

"Hm?" Sahut Aleena, mengaduk-aduk nasi dan sayur di piringnya.

Diam, sunyi yang cukup lama hingga Aleena mendongak penasaran.

"Nggak jadi," jawab Jerry, kembali menyendokkan makanan ke mulutnya. Aleena mengerutkan kening, tapi tidak menanggapi. Yaudah kalau begitu, batin Aleena tidak peduli. "Menurutmu tiga bulan ini gimana?"

Pertanyaan dadakan dari Jerry itu membuat Aleena kehilangan fokus selama sesaat.
"Tiga bulan ini?" Perempuan itu mengulang, berusaha menangkap maksud pertanyaan Jerry. "Perfect. Kenapa tanya gitu?"

"Hubungan kayak gini yang kamu mau?" Pertanyaan Jerry membuat kepala Aleena meneleng ke satu sisi karena saking herannya.

"Apa maksudmu dengan 'kayak gini'?" Balas Aleena, tidak mengerti.

"Maksudku, iya, kita udah nikah. But, whats next? Kamu ngerasa ada yang beda dari setelah dan sebelum kita nikah? Apa ada kemajuan?" Kata Jerry, membuat alis Aleena terangkat tinggi.

"Kalau itu, kita sama-sama sibuk akhir-akhir ini. Mau gimana lagi?" Jawab perempuan itu, mengangkat bahu.

"Terus gimana? Kalau ngikutin kerjaan, kayaknya bakal gini-gini aja nggak sih?" Ucap Jerry.

"Ya nggak tau. Jujur aja, aku udah nyaman sama keadaan sekarang. Aku nggak liat ada masalah sama hubungan kita, tapi kalau kamu ngerasa begitu, feel free to tell me," sahut Aleena. "Or do you want to have more affection? Skinship?"

Bibir Jerry terkunci dan raut kakunya membuat Aleena berusaha menyembunyikan senyum. Perempuan itu mengangguk-angguk dan bangkit dari duduknya.

"Kan kamu sendiri yang bilang, nggak usah buru-buru. Mau di pamerin ke siapa, sih?" Ucap Aleena, meletakkan piring kosongnya ke westafel. "Kamu yang cuci piring, kan? Aku mau mandi."

###

Kenapa dia merasa bersalah? Jerry merenungkan pertanyaan itu sambil mencuci piring. Aleena mengatakan itu bukan karena mengharapkan Jerry untuk bersikap romantis atau semacamnya. Perempuan itu hanya menyadarkan Jerry kalau selama ini mereka memang jalan di tempat dan Aleena sudah nyaman dengan hal itu.

Apa yang salah? Jerry masih berpikir, berjalan menuju kamar Aleena yang terletak di bagian belakang. Dia ingin membicarakan masalah ini hingga mendapat jawaban yang memuaskan karena Jerry sadar, pernikahan mereka tidak bisa berjalan seperti ini selamanya.

Aleena baru saja keluar dari kamar mandi saat Jerry mengetuk pintu. Dia dipersilakan masuk, sementara Aleena dengan santai melenggang dihadapannya hanya dengan handuk terlilit.

Kamar Aleena adalah kamar terbesar kedua di rumah, dengan kamar mandi dalam yang lebih simple daripada kamar mandi utama. Meski kamar Jerry lebih besar, tapi disana tidak memiliki kamar mandi dalam dan karena itu Aleena menyukai kamarnya saat ini.

"Kenapa?" Aleena bertanya, mengambil baju dan celana pendek dari lemarinya tanpa menoleh ke arah Jerry yang duduk di ujung ranjang.

"Aku bukannya mau pamerin hubungan kita ke seseorang, tapi apa iya kita mau jalan di tempat terus kayak gini?" Ucap Jerry.

"Mas, kita baru tiga bulan nikah. Bahkan kita kenal belum genap satu tahun! Beberapa orang mungkin mikir kalau skinship bisa bikin suatu hubungan cepet maju. But, it's lust, isn't it? It gross!"

"Seenggaknya kita bisa ngedate kayak dulu? Selama ini kayaknya kita cuma sibuk kerja tanpa mikirin satu sama lain," balas Jerry.

Jerry bisa merasakan Aleena berhenti bergerak, tapi tidak menoleh ke belakang. Beberapa saat kemudian Jerry bisa mendengar perempuan itu memakai baju dalam keheningan kamar.

"Kamu tau apa yang aku pikirin?" Tanya Aleena. Perempuan itu meluncur di atas ranjang, tengkurap di samping Jerry sambil menyangga dagu.

"Apa?" Sahut lelaki itu.

"Mau sejauh apa kita jalan-jalan, mau sesering apa kita ngedate, kita tetep nggak bakal maju kemana-mana. Kenapa?" Jerry mengamati wajah Aleena yang tampak berpikir keras. "Karena kita masih sama-sama ditahan oleh masa lalu."

Lidah Jerry kembali kelu, tidak bisa menanggapi ucapan Aleena karena sadar kalau dia sering tidak berkutik jika menyangkut mantannya.

"Bukannya aku nyalahin kamu, ya," lanjut Aleena, melirik Jerry yang diam saja. "Sepuluh tahun itu lama, dan cara pisahnya pun juga nyakitin. Sementara aku? Baper lebay sama hal yang sebenernya nggak penting."

"Gimana bisa itu nggak penting? Semua orang juga tau, seorang ayah itu bisa jadi cinta pertama atau patah hati pertama anak perempuannya," Jerry membela Aleena.

Aleena tersenyum, bangkit duduk dari posisi tengkurapnya.
"Makasih," katanya. "Walaupun aku paham maksudmu dan apa yang kamu khawatirin, tapi aku ngerasa memang kita butuh waktu yang banyak buat ngeliat kemajuan hubungan kita. Untuk sekarang, merasa nyaman sama aman di deketmu aja udah bikin aku lega."

"Maaf udah ngangkat topik yang nggak penting," gumam Jerry, sadar kalau untuk saat ini mereka hanya bisa mengandalkan waktu.

"Nggak, bukannya nggak penting. Aku juga sadar kalau kayaknya kita emang jalan di tempat," sahut Aleena. Mereka diam selama beberapa saat, menyelami pikiran mereka masing-masing dengan satu masalah yang sama.

Ada sedikit perasaan menyakitkan di sudut hati Aleena saat menyadari dirinya sendiri belum bisa memberikan kepercayaan penuh pada Jerry. Rasa takut akan dikhianati lagi membuat mata Aleena berair.

"Ayo lebih fokus ke satu sama lain, Aleena," ajak Jerry setelah lama diam. "Kayaknya cuma itu yang bisa kita lakuin sekarang."

Aleena tersenyum dan mengangguk.
"Ini bukan hubungan yang nggak mungkin buat kita," sahutnya sambil menyeringai.

Jerry tidak membalas, merasa ada beban berat yang seolah menahannya agar tidak melangkah maju bersama Aleena. Tapi, dia mengerti kenapa Aleena bicara demikian. Mereka sudah berkomitmen dalam hubungan yang tujuannya jelas. Mereka akan sampai disana, entah kapan atau bagaimanapun caranya.

Jerry merengkuh tubuh Aleena, memeluknya erat. Tubuh perempuan itu menegang kaget, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan. Atau mungkin Aleena berusaha menahan diri.

"Iya, soalnya cerita kita baru aja di mulai," gumam Jerry pelan.

###

Menurut kalian, lebih baik mereka gimana?

SemicolonsWhere stories live. Discover now