she didn't ask like that

Start from the beginning
                                        

Natalie menghela napas panjang sebelum pada akhirnya kembali berkata, "Yaudah. Temuin gue di café Favian jam 5 waktu shift gue selesai."

"O-Oke, Kak."

Setelah itu ia pun melangkah meninggalkan diriku seorang diri di koridor sepi.

Dalam hati aku semakin dibuat penasaran. Apa yang membuatnya menjadi kusut seperti sekarang?

Dan berharap mendapat jawaban sesuai janji, pada sore harinya aku datang ke café dimana tempat Natalie bekerja sebagai barista. Saat aku tiba, ternyata ia masih melayani beberapa pelanggan. Hal itu membuatku lantas memesan minuman dan menunggunya di sebuah meja pojok yang jarang di lewati orang. Setelah pukul lima lewat lima belas, ketika café kosong tanpa pengunjung, barulah Natalie mengubah papan yang menempel pada jendela menjadi 'closed' dan menghampiri diriku yang tengah menikmati kopi susu pesananku.

"Kenapa café-nya dibikin tutup Kak?" Tanyaku saat Natalie berjalan mendekat dan memungut beberapa sampah plastik milik pelanggan sebelumnya di meja seberangku.

"Gue gak mau ada yang nguping."

Lalu ia membuang semua plastik itu ke tempat sampah.

"Temen kakak yang jaga kasir—"

"Udah gue suruh keluar," potongnya.

"Sebenernya gak usah repot-repot sampai—"

"Lo mau tanya apa?"

Ia duduk berhadapan denganku, memasang wajah jutek seraya melipat tangannya didepan dada. Melihatnya seperti itu justru membuatku semakin merasa terintimidasi.

"Jadi gini Kak, uhm...."

Aku berusaha memikirkan hal apa saja yang hendak aku utarakan. Tapi itu semua terlalu banyak sehingga membuatku sempat bingung sesaat ingin memulainya darimana.

"Kenapa? Lo di ghosting?" Tanya Natalie pada akhirnya.

Dengan perasaan malu aku pun mengangguk, "I-Iya Kak."

Natalie mendengus kasar, lalu ia bergerak merogoh kantong dan menyalakan sebatang rokok dengan pemantik api miliknya.

"Udah gue kasih clue di awal, masih aja ngeyel. Dasar bocah, batu amat dikasih tau."

Aku yang terkesiap lantas menunduk. Perkataan kejamnya itu bak belati tajam yang menusuk tepat di jantungku. Terasa sangat sakit karena apa yang ia utarakan adalah kebenaran. Dan semua terasa murni akibat kesalahanku.

"M-Maaf Kak. Saya pikir waktu itu kakak sengaja karena gak suka saya dekat sama Kak Ace. J-Jadi...." Aku menggantungkan kalimat dengan rasa takut.

Natalie berdecih pelan, kemudian ia menyesap rokoknya dalam.

"Inget lukisan kupu-kupu ungu?"

Aku mengangguk, "I-Iya Kak."

"Itu pacarnya. Sophie Hazel, alias Sha."

Aku mengangguk lamat, "Kebetulan saya udah tau."

Natalie memperhatikanku sekilas, "Oh, pantes aja lo datengin gue. Terus mau tanya apaan lagi?"

"Mereka deket dari kapan Kak?"

Natalie menghembuskan asap dari bibirnya seraya menatapku seolah meremehkan, "Banyak yang gak lo tau ternyata. Aneh." Kemudian ia terkekeh sebelum akhirnya kembali berucap, "Setahu gue udah lama. Dari SMP mereka udah akrab terus pacaran. Perasaan lo deket sama Felix. Gak dikasih tahu?"

Aku tercenung, "Hah?"

"Felix temen satu SMA-nya Ace sama Sha."

Aku yang tidak pernah mendengarkan hal tersebut dari sosok Kak Felix lantas menggeleng, "Enggak."

if only,Where stories live. Discover now