Terpaksa Pindah

3.2K 153 1
                                    

Makhluk Tampan Di Kosan

Part 2

Dewi Jambi

"Loe gila, Ra. Loe mau pindah ke kos-kosan angker gitu?"

"Mikir dua kali, Ra. Ini bukan challenge ala-ala uji nyali. Loe bakal tinggal lama di situ. Pikirin lagi, Ra. Gua mohon," setengah menangis, Santi--sahabat satu kamar Nara berusaha mematahkan niat Nara untuk pindah.

Nara hanya tersenyum kecut dan menggeleng.

"Maaf, San. Gua terpaksa melakukan ini, ekonomi keluarga gua sedang terpuruk, hasil kebun di terjang banjir  sebelum panen. Orang tuaku harus gigit jari karena tidak ada yang bisa dipanen,"

"Sedangkan aku di sini, hidup dengan mengandalkan kiriman orang tua, membuatku benar-benar hilang akal. Jangankan untuk membayar uang kosan yang terbilang tinggi, untuk makan pun aku harus berpikir dua kali. Berhemat," papar Nara dengan raut wajah sedih.

"Kalau cuma bayar kosan, Lu bisa kok pinjam duit gua. Lu kan tahu gua jualan online, meskipun cuma sebagai reseller, tapi uangnya lumayan loh buat tambah-tambahan jajan dan makan," tawar Santi, masih berusaha menghalangi Nara untuk pergi.

Nara yang saat itu sedang melipat pakaiannya, menggerakkan kepalanya dan menatap ke arah Santi dalam.

" Terima kasih San, Lu emang sahabat gue yang terbaik, tapi maaf, gua udah gak kepingin ngerepotin Lu lagi," wajah Nara pias. Ia tak tega terus-menerus merepotkan temannya itu.

Raut wajah Santi berubah sedih. Matanya berkaca-kaca.

"Loe anggep Gua ini apa, Ra? kita sohib, loh. Masak hitung-hitungan gitu," Santi tak mampu menahan air mata yang sejak tadi ingin tumpah, bulir bening itu pun merosot di kedua sudut mata gadis berambut keriting itu.

Nara pun tak mampu menahan rasa haru, setengah merangkak, ia mendekati Santi yang duduk di ujung tempat tidur.

Nara melingkarkan tangannya di pinggang Santi dan memeluknya erat. Ia menangis di dada Santi, terisak dan dadanya terasa sesak.

Nara kemudian melepas pelukannya dan duduk di samping Santi--sahabatnya.

Beberapa tahun hidup sekamar dengan Santi, menjadikan hidup mereka saling terikat satu sama lain. Bestie forever.

"Loe tega ma Gua, Ra. Gimana nasib Gua tanpa Loe, Ra?" ujar Santi sembari terisak.

Nara terdiam beberapa saat. Rasanya ingin tinggal, karena bagaimanapun Ia sudah sangat nyaman, tapi ia pun tak ingin bergantung terus menerus pada orang lain. Ia tak ingin menyusahkan sahabat baiknya itu lagi.

"Maaf ya San, tapi kali ini gua benar-benar nggak bisa tinggal. Makasih ya, selama ini Lu udah baik banget sama gua, Gua sayang banget sama Lu, San. Gua janji entar kalau gua sudah pindah, gua bakalan sering kok main ke sini," janji Nara. Susah payah menarik dua sudut bibirnya hingga tercipta lengkungan senyum yang terpaksa.

Dengan mata yang berkaca-kaca Santi menatap temannya, ia lalu mengusap air matanya yang tersisa di pipi dan mengacungkan jari kelingkingnya.

" Janji, Lu bakal sering hubungin Gua. Persahabatan kita jangan putus sampai di sini, ya?"

Nara menatap jari itu beberapa detik dan kemudian mengangkat tangannya, ia lalu menautkan jari kelingkingnya di jari kelingking Santi.

"Janji. We are best friend forever," jawab Nara seraya menarik tangannya dan melingkarkannya di pundak Santi. Memeluk Santi dengan erat dan menciptakan kehangatan di antara mereka.

Nara lalu melepas tangannya dan mengurai pelukannya, ia kembali bersiap-siap, dibantu dengan Santi tentunya.

Setelah ia membereskan semua barangnya, Nara pamit dengan ibu kos, Santi dan beberapa teman yang ia kenal.

Beruntung barang bawaan Nara tidak banyak, dengan memakai taksi online, ia membawanya menuju ke kosan baru.

Jantungnya berdetak sangat kencang, saat mobil mulai memasuki kawasan tak jauh dari kosan baru yang akan Nara tinggali.

Mobil pun berhenti di depan kosan, di mana keadaan kosan sedang ramai-ramainya.

Nara turun dari mobil, membawa semua barang-barangnya dibantu dengan Pak Supir.

Hati Nara mencelos, karena orang-orang yang ia temui terkesan cuek dan tidak peduli dengan keberadaannya.

Hanya sang pemilik kos, Ibu Atin yang menyambutnya dengan ramah.

"Ayo, Nara,  Ibu antar ke kosan kamu," ajaknya.

" Memang ada kosan kosong di sini. Perasaan semua kamar sudah terisi penuh selain nomor 003 itu,"

Nara mendengar perbincangan anak-anak kos yang lain yang duduk  tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Iya, Dia memang mau tinggal di situ sepertinya. Ah, palingan juga cuma sehari langsung out," sahut yang lainnya diselingi dengan tawa.

Nara yang terdiam dan terlihat ragu itu membuat Ibu Atin berdehem dan melotot ke arah anak-anak kos yang tadi membicarakannya, hingga gadis-gadis itu pun terdiam dan langsung pergi.

"Jangan dengerin mereka, Nara. Kalau kamu berani, Ibu yakin sekali kamu akan nyaman tinggal di situ. Selain perabotannya lengkap, view di kamar itu lebih menenangkan, karena langsung tertuju di taman samping rumah Ibu," jelas Ibu Atin yang langsung membuat Nara merasa tenang.

' Ya, aku bisa!' batin Nara.

Nara pun menggangguk saat ibu Atin mengajaknya ke kamar kosan yang telah mereka setujui sebelumnya.

Langkah kaki menghentak di lantai keramik berwarna mocca yang mereka pijak, suaranya memenuhi lorong kos-kosan yang terasa begitu sepi dan sunyi karena semua anak kos-kosan sudah pergi dengan aktivitas masing-masing.

Mata Nara memandang kiri dan kanan di mana kos-kosan yang ia lewati hanya berisi nomor 001, 002, 004 dan seterusnya, tidak ada nomor 003 seperti yang dijanjikan.

Rupanya, kamar itu berada di belokan sebelah kiri dan terdapat paling sudut.

Ia ingin bertanya tapi takut Ibu Atin merasa tidak nyaman. Kenapa kamar itu harus berada terasing sendiri?

Degup jantung Nara semakin memacu kencang, saat mereka akhirnya berhenti di depan pintu kamar kosan bernomor 003.

Suara kunci yang  bergemerincing, membuat nafas Nara tercekat, dan menjadi sulit bernafas.

Klek!

Pintu kamar akhirnya terbuka. Bertepatan dengan pintu yang terbuka, Nara seperti merasakan hembusan angin tepat mengenai wajahnya.

Aroma anyep seketika menguar. Membuat Nara semakin ragu untuk masuk ke dalam ruangan.

Nara menggerakkan kepalanya dan menatap wajah Ibu Atin yang terlihat tegang. Matanya berkilat-kilat dan tampak sekali ada keraguan di sana.

"Bu?"

Wanita itu saat mendengar suara Nara dan langsung menatap ke arahnya.

"Masuklah Nara dan nikmatilah kosan barumu, tapi ingat! begitu kamu masuk, maka perjanjian kita tidak bisa dibatalkan. Jika kamu tidak sanggup, kamu bisa keluar sekarang," Ibu Atin kembali memperingatkan.

Nara diam seribu bahasa. Menatap lurus ke arah pintu yang sudah terbuka, ruangan yang tampak nyaman dari luar tapi tidak tahu jika ia masuk ke dalam.

Kembali bayangan kedua orang tuanya melintas, dan keinginannya yang ingin mandiri juga membantu kedua orang tuanya, membuatnya tidak ragu untuk tinggal dan menepis semua rasa takutnya.

"Baik Bu, Saya akan tinggal di kamar Kosan ini,"

****

My Handsome GhostWhere stories live. Discover now