"Kamu memang anak yang tak punya sopan santun. Cepat angkat kepala kamu karena saya ada di depan kamu bukan dilantai. Kamu itu memang anak yang tak tahu untung, dibiarkan tinggal disini, dikasih makan, di sekolahin tapi malah ngelunjak, kamu itu selalu saja membuat saya darah tinggi. Untung saja hari ini saya kesini, jadi saya tahu kerjaan kamu kalau anak saya tidak ada di rumah. Kamu itu kerjanya hanya keluyuran nggak jelas. Bukannya sudah pernah saya katakan, jika kamu harus kerja bantuin membersihkan rumah ini. Ngerti kamu,,,!"

Dengan cepat segera aku angkat kepalaku yang daritadi tertunduk melihat ke arahnya yang terduduk di atas tempat tidurnya. Untuk membatah omongan Oma yang menyakitkan itu.

"Maaf Oma, tapi Bulan,,, " Kataku terputus karena Oma sudah mengangkat tangannya sebab isyarat dia tidak mau dibantah perkataan. Kalau sudah kaya gini aku tak akan diberi kesempatan itu memberi pembela karena benar atau salah. Karena apapun yang aku lakukan, baginya aku tetap salah. Dan tak akan ada toleransi yang diberikannya.

"Sudah cukup! Apa kamu tak ingat jika saya tak pernah mau mendengarkan penjelasan apapun yang keluar dari mulut kotormu itu. Jadi simpan saja untukmu sendiri!" Bentaknya. "Sekarang cepat kamu ke sini, kamu urutin kaki saya. Dan ingat jangan pernah berhenti memijat sebelum saya bilang berhenti. Mengerti kamu,, !" Tandasnya karena tak ingin aku terus membantahnya.

"Iya Oma,,,!" Sahutku pelan lalu mendekat padanya dan mulai memijat kaki Oma.

"Huh,,, kalau kaya gini kapan selesainya tugas sekolahku. Baru juga setengah yang dikerjain. Eh udah disuruh pijat lagi. Udah gitu kalau minta pijat lama banget, cepat tidur kek si Oma! Udah gitu kalau ngomong nggak di ayak dulu. Apa dia nggak tahu perkataan itu apakah melukai orang lain atau tidak!" Batinku. Lalu aku menghela nafas berat.

Oma itu memang terbiasa minta dipijat oleh aku, padahal dia tahu benar aku tidak pandai memijat. Tapi dia nggak mau tahu. Udah gitu kalau dipijat nggak mau berhenti lagi. Bahkan sampai tanganku lemas, dia tetap tidak mau berhenti. Padahal sudah hampir satu jam aku memijat kaki oma.

Aku kumpulkan keberanian intuk berbicara pada Oma. "Oma maaf, apa boleh aku berhenti memijat nya. Karena tangan aku sudah lemas, kebetulan juga tugas sekolah aku belum selesai. Boleh ya, Oma!' Cicitku pelan pada Oma. Meski suaraku terdengar bergetar saat mengucapkannya. Tapi aku harus mencobanya.

"Apa kamu lupa, tadi saya bilang apa! Jangan pernah berhenti sebelum saya bilang udahan. Kamu itu selalu saja membuat saya marah-marah, nggak pernah membuat saya senang!" Ucapnya marah sembari tangannya terus bergerak di atas handphonenya.

Mendengar ucapannya darinya membuat nyaliku menciut lagi. Karena kalau sudah kaya gini, aku sudah tidak bisa membatahnya lagi. Karena perintahnya adalah hal yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.

"Besok kamu bersihkan kamar tamu. Anak laki-laki saya mau datang dari luar negeri!" Perintahnya dengan suara yang lebih pelan dibanding sebelumnya.

"Kamu dengar Bulan, jangan lupa pulang sekolah langsung pulang jangan keluyuran lagi. Dan kamu jalankan perintah saya dan bersihkan kamar tamu! Dengar Bulan!" Sambungnya.

"Iya Oma, Bulan dengar. Besok sepulang sekolah Bulan akan segera menjalankan perintah oma untuk membersihkan kamar tamu!" Jawabku pelan dengan tangan yang terus memijat kakinya.

"Bagus kalau gitu! Untuk kali ini saya izinkan kamu, berhenti memijat kaki saya. Tapi besok jangan lupa, bersihkan kamar tamu. Kalau tidak, kamu tahu apa yang akan saya lakukan?" Ancamnya memberi ultimatum padaku.

"Baik Oma! Kalau gitu Bulan pamit untuk kembali ke kamar Bulan lagi ya, Oma!" Kataku dengan suara pelan, takut memancing kemarahan Oma dan tak membiarkan aku pergi.

"Ya udah sana pergi!" Usirnya sambil menghentakkan tanganku yang masih berada di kakinya dengan kasar. Aku hanya terus mengatakan kata sabar di dalam hatiku karena harus diperlakukan seperti ini.

Dengan cepat segera aku tinggalkan kamar Oma dan turun menuju kamarku. Sungguh aku sudah sangat lelah dengan semua perilaku yang aku dapatkan di dalam rumah ini. Aku juga lelah karena harus mencari uang tambahan, belum lagi tugas sekolahnya yang banyak dan harus segera aku kerjakan. Kalau tidak besok aku kena marah oleh guru. Dan di rumah aku juga harus mengikuti semua perintah dari orang yang tinggal di rumah ini. Jika aku masih bertahan untuk tinggal di sini.

Dulu aku pernah nekat nemuin bapak di ruang kerjanya. Tapi sebelum aku masuk ke ruang kerjanya, aku sudah dihadang oleh mami. Mami selalu memperhatikan gerak gerik aku. Bahkan dia tak pernah memberikan celah sedikitpun untuk aku dapat berbicara berdua dengan bapak. Apahal apa salahnya karena aku adalah anak kandung bapak. Namun mami selalu saja berada di samping Bapak tanpa mau beranjak meninggalkan bapak hanya berdua denganku saja. Sepertinya Mami sudah mengantisipasi setiap gerakan yang aku lakukan di rumah ini. Sehingga aku tidak memiliki kesempatan untuk mengadukan semua hal yang terjadi padaku kepada bapak.

Akan tetapi dari semua yang terjadi, aku masih memiliki orang yang baik di rumah ini. Salah satunya bibi Surti yang sudah seperti ibu pengganti untukku. Karena dia yang selalu ada untukku, dia begitu perhatian, peduli dan mau mendengarkan keluh kesahku. Meskipun dia tak bisa berbuat banyak untuk menolongku jika aku sedang dirundung kemalangan karena tindakan yang dilakukan mereka semua dirumah ini. Bahkan dia sudi untuk merawat aku ketika sedang sakit.

Kata bibi Surti, dia sudah menganggap aku seperti anaknya sendiri. Karena bibi Surti memang tidak mempunyai anak. Dan karena hal itu juga, suami bibi Surti memilih meninggalkannya dan menikah dengan wanita yang bisa memberikannya keturunan. Aku tak tahu kenapa orang sebaik bibi Surti harus menerima perlakuan seperti itu dari orang yang dia cintai sama seperti yang aku alami. Aku yang dulu sangat menghormati dan menyayangi bapak, dengan seiringnya waktu berjalan perasaan itu semakin terkikis. Karena bapak yang lebih sering mengabaikan kehadiranku dan juga membatasi interaksi aku dengan mama.

*****

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 09, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BULAN MERINDU Where stories live. Discover now