05

571 86 4
                                    

  pemuda dengan mata yang sembab akibat baru selesai menangis itu terlihat berteduh dibawah pohon rindang, entah karena apa tetapi hujan mulai turun dengan lebat sejak dirinya keluar dari rumah tadi.

"gue pengen pulang, gue gasuka disini" gumamnya sembari menenggelamkan wajahnya di lekukan lututnya.

"gue punya salah apa? kenapa tuhan jahat banget sama gue? kenapa gue yang harus menerima akibat dari perbuatan orang lain?" lanjutnya sembari terisak kecil.

"gausah ngerasa paling menderita" sontak Bryan langsung mendongak ketika mendengar ucapan itu.

"Lo?" pemuda itu hanya menaikkan alisnya seakan bertanya 'apa?' pada Bryan. "ngapain Lo disini?" tanya Bryan pada pemuda itu.

"serah gue dong emang ni taman punya kakek Lo?" sewot pemuda itu yang hanya dibalas tatapan sinis oleh Bryan.

Bryan tahu pemuda itu, ia adalah teman sekelasnya, Alvano Narendra namun seingatnya Alvano dengan Bryan asli tak pernah sekalipun berinteraksi meskipun mereka ada di kelas yang sama.

"ck. padahal Lo udah banyak bikin orang menderita tapi sekarang Lo bersikap seakan-akan hidup Lo yang paling menderita disini" Bryan hanya diam, percuma ia berkata bahwa dirinya tak pernah melakukan itu. ia hanya akan dianggap gila jika membicarakan tentang jiwanya yang menempati raga Bryan.

"Lo kalo cuma mau ngomong kek gitu mending pergi aja deh, gue tau kesalahan gue jadi gaperlu lo bilang lagi" bukannya pergi setelah mendengar ucapan Bryan, Alvano dengan santainya malah duduk disamping Bryan yang sedang menatap kesal kearahnya.

"Lo galiat lagi hujan deras?" mendengar itu Bryan hanya merotasikan matanya, ia tak mau terlibat obrolan yang lebih panjang dengan pemuda yang menurutnya sangat mengesalkan ini.

"sikap Lo kok beda banget?" Bryan menatap sekilas kearah Alvano lalu segera mengalihkan pandangannya kearah lain.

"emang gaboleh gue berubah?" bukannya menjawab ia malah balik bertanya. "emang ada orang yang bisa berubah tiba-tiba gini?" Bryan semakin memutar otaknya untuk mencari jawaban yang tepat.

"bener juga sih Manusia kan ga bisa cepet berubah" tak kunjung menemukan jawaban yang tepat akhirnya Bryan hanya berdehem untuk menanggapi pertanyaan dari Alvano.

Alvano menatap penuh curiga kearah Bryan, ia merasakan sikap yang amat bertolak belakang dari Bryan yang sekarang. meskipun tak pernah berinteraksi namun Alvano sering memperhatikan Bryan yang sangat senang merundung anak-anak lain.

menurutnya Bryan adalah jelmaan iblis yang tak pantas mendapatkan kebahagiaan tetapi pikiran itu langsung sirna ketika dirinya melihat Bryan dengan mata sembab akibat baru saja selesai menangis seorang diri dibawah pohon ditemani dengan rintikan derasnya hujan yang terus saja turun membahasi tanah.

tanpa sepatah katapun Alvano langsung berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan Bryan. Bryan hanya menatap punggung pemuda itu yang kini sudah kian menjauh.

°

°

°

jam sudah menunjukkan pukul 7 malam tetapi tak ada tanda-tanda bahwa Bryan akan pulang.

farell sudah mencoba menghubungi Bryan namun bocah itu ternyata meninggalkan ponselnya dirumah.

"bang Alan Lo udah keterlaluan sama Bryan" Alan yang mendapat amarah dari adiknya tentu saja tak terima.

"Lo nyalahin gue karna Bryan ga balik-balik Sampek sekarang? Lo masih bisa ngebela dia disaat dia udah berlaku kasar sama nyokap Lo sendiri?!"

"DIA ADEK GUE BANG!!" teriak farell penuh penekanan, mau bagaimana pun Bryan, dia tetaplah adiknya. adik manisnya yang selalu mengikutinya kemana pun dia pergi, adik manisnya yang selalu bersikap manja padanya. walaupun setelah remaja, Bryan selalu menjaga jarak dengannya namun kenyataannya bahwa Bryan adalah adik manisnya takkan berubah.

prang!!!

pecahan kaca berserakan di lantai akibat ulah dari Deon. ia yang sedari tadi sedang bersantai di ruang tamu harus terganggu akibat pertengkaran tak berguna dari kakak dan adiknya itu.

"terus aja berantem cuma karna anak ga tau sopan santun itu" ucapnya lalu segera melengkang pergi dari sana. ia benar-benar kesal, mengapa saudaranya suka sekali bertengkar hanya karena Bryan kenapa mereka tak mengabaikannya saja seperti dirinya yang selalu mengabaikan pemuda itu.

"Mama ga habis pikir kenapa setiap hari kalian selalu seperti ini? Alan kamu harus ingat bahwa Bryan adalah adik kamu! kalian sedarah kenapa kalian ga pernah akur?" air mata turun begitu saja ketika ia mengatakan semua itu. sungguh hatinya sangat sakit melihat anak-anaknya saling memusuhi satu sama lain.

BRAKK!

farell membanting pintu begitu saja, ia marah pada dirinya sendiri karena telah membuat ibunya menangis seperti itu.

"bang farell?" mendengar suara yang sangat familiar di telinganya farell langsung menoleh, melihat sosok yang dicari-carinya sejak tadi ada di depannya sekarang membuat tubuhnya beraksi sendiri untuk memeluk tubuh adiknya.

"eumm bang?"sadar dari aksi yang tengah ia lakukan farell langsung melepas pelukannya ia yakin Bryan pasti akan marah sekarang.

"Lo nyariin gue? hehehe maaf ya tadi gue harus neduh dulu karna hujan" ucap Bryan sembari tersenyum kikuk, melihat reaksi yang terduga dari Bryan membuat farell lagi-lagi mematung.

"gapapa" ucapnya sembari mengelus singkat surai hitam kecoklatan adiknya. farell dengan hati berbunga-bunga langsung menggandeng tangan Bryan untuk masuk kedalam, ia sangat senang karena Bryan tak menolak sentuhannya lagi.

"bang?" farell yang merasa dipanggil pun langsung menoleh, ia mengerutkan keningnya ketika melihat raut wajah Bryan yang seperti ingin menyampaikan sesuatu tetapi ditahannya.

"kenapa?" sebelum menjawab Bryan menggaruk tengkuknya terlebih dahulu pasalnya ia malu jika mengatakan dirinya sedang sangat kelaparan.

"a-anu gue l-laper"

"ppffttt" hampir saja tawa farell pecah. ia benar-benar tak tahan melihat wajah malu-malu Bryan ketika mengatakan bahwa dirinya sedang lapar.

"mau makan diluar sama gue?" mendengar itu Bryan langsung menganggukkan kepalanya, sungguh ia harus benar-benar bersujud pada Tuhan karena masih menyisakan orang seperti farell untuk dirinya.

mereka berdua pun tak jadi masuk kedalam rumah dan langsung melesat pergi meninggalkan pekarangan rumah dengan motornya.

°

°

°

"kenyang banget gue" ucap Bryan sembari menepuk-nepuk perut nya yang sudah membuncit akibat kebanyakan makan.

"makan lagi yang banyak Lo kan belum makan dari pagi" Bryan menghela nafas pasrah dengan perlakuan kakaknya itu, farell benar-benar memberinya makan seperti memberi makan babi.

"gue udah ga sanggup mending bungkus aja buat dimakan ntar di rumah" farell menganggukkan kepalanya, ia sangat suka dengan sikap Bryan yang sekarang.

"bry?" mendengar namanya dipanggil Bryan langsung berdehem sembari menaikkan satu alisnya.

"Lo udah ga benci lagi sama gue?" Bryan mematung ia tak menyangka akan mendengar pernyataan itu dari kakaknya, sial! seharunya ia yang menanyakan hal itu pada farell bukan malah sebaliknya.

"kenapa Lo mikir kalo gue benci sama Lo?" pupil farell melebar, ia tak menyangka akan mendapat respon seperti itu.

"bukannya Lo emang benci sama gue dari dulu?" Bryan hanya mengendikkan bahunya, sebenarnya apa alasan sikap bryan asli kepada kakaknya itu? padahal farell sangat menyayanginya tetapi ia malah membalasnya dengan kebencian sungguh Bryan tak mengerti dengan cara berpikir pemilik tubuhnya ini.

Bad StoryWhere stories live. Discover now