11

78 24 6
                                    

| Someone who believes they're unloveable must find someone who loves them like it's breathing |

→ • ⁠✿ • ←

Desiran angin malam yang melewati rongga jendela terasa. Kulitku meremang, membuat kesadaranku kembali setelah beberapa saat.

Aku mengatur napasku yang sedikit sesak. Lama-lama ini membuatku lelah. Semakin hari tampaknya tubuhku semakin melemah.

Dan itu membuatku marah.

Aku tiba-tiba mendambakan kesehatanku di kehidupan sebelumnya. Tapi ini adalah konsekuensinya.

Tidak ada yang bisa kulakukan.

Tanganku yang setengah lemas kuangkat untuk menghidupkan ponsel di atas nakas.

00:43

Aku harus berterimakasih pada kakak karena telah membawaku ke kamar. Jika dia masih bangun, tentunya.

Perlahan kulangkahkan kakiku dari ranjang. Sakit. Kepalaku berputar tak karuan hanya karena aku berusaha berdiri.

Beberapa saat kemudian aku jatuh terduduk di lantai dingin kamar. Kakiku benar-benar lemas, semua tubuhku juga terasa sakit bahkan untuk digerakkan.

Aku meremas tanganku erat, menyebalkan.

Yang coba kulakukan adalah berhenti kecanduan obat-obatan dan pada akhirnya yang kulakukan hanyalah bersandar pada kaki ranjang. Bertanya-tanya apakah semua ini sepadan dengan apa yang akan kuterima ke depannya.

Nafasku kembali tak beraturan. Aku berusaha berdiri, nihil.

Aku kembali terjatuh ketika berusaha untuk berdiri. Suara tulang yang bertabrakan dengan lantai keras membuatnya jelas bahwa ini sangat sakit.

Di tengah ringisanku, cahaya masuk melewati celah pintu. Aku menatap kakak yang sudah berdiri di sana. Lidahku kelu. Kualihkan pandanganku dari netranya, malu dengan diriku sendiri.

Dapat kurasakan ia mendekat dan merengkuh pundakku.

"Duduklah sebentar."

Suaranya yang lebih lembut daripada biasanya. Aku merasa seluruh beban di pundakku runtuh seketika. Apa kakak memang seperti ini sebelumnya?

Rautnya lebih teduh dari biasanya.

Atau apakah ini hanya efek pencahayaan yang redup?

"Kak Sena," gumamku.

"Hm?"

"... kakak baik-baik saja, 'kan?"

Untuk sesaat kulihat netranya tampak kosong, mati. Dan setelahnya aku teringat sesuatu.

Tentu saja pemuda ini tampak berbeda dari biasanya. Bukankah ini adalah saat-saat di mana 'perang' itu terjadi?

"Khawatirkan saja tubuhmu sendiri, chou uzai."

Aku hampir sepenuhnya melupakan rasa sakit di seluruh tubuhku saat ini. Tapi siapa yang peduli? Meski sikapnya sangat kasar tapi dia lah yang selalu mengkhawatirkanku di saat kondisi tubuhku drop.

Tentu saja aku bersyukur seluruh keluargaku saat ini sangat peduli padaku.

"Perutmu baik-baik saja?"

Aku menggeleng. Rasanya aku akan muntah. Dan anehnya dia tahu hal itu. Dengan hati-hati dia menuntunku ke dapur untuk mengambil beberapa obat.

(3rd pov)

Seluruh tubuhnya terasa sakit. Izumi menghela napasnya tatkala raut pucat Name memenuhi pandangan.

"Berapa lama?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝔸𝕣𝕦𝕟𝕚𝕜𝕒 | 𝐈𝐳𝐮𝐦𝐢 𝐒𝐞𝐧𝐚 𝐟𝐭.𝐥𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞 𝐬𝐢𝐬𝐭𝐞𝐫!𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang