1

337 50 4
                                    

"Mama, kakak kelen ya masih kecil udah jadi model?" suara anak kecil membuat orang dewasa itu menoleh.

Sang ibu memasang senyumannya pada anak di pangkuannya, "(Name) mau jadi model juga?"

Kepala gadis itu menggeleng pelan menanggapi. Ia menatap tayangan di dalam handphone yang sedang siaran langsung mewawancarai Izumi Sena, 'kakak'nya.

"(Name) nda mau masuk TV, ma."

"Kenapa?"

"Nanti sibuk teyus kaya kakak, teyus nanti mama sama siapa kalo (Name), kakak, sama papa sibuk?"

Ibunya tersenyum gemas dan menghujani ciuman di pipi sang anak, membuat anak itu menampilkan rona merah tipis.

'A, aku tidak terbiasa diperlakukan seperti ini!'

"Nah itu kakak sudah kembali, mau main sama kakak?" ucap ibunya menunjuk pada Izumi kecil yang keluar dari gedung stasiun televisi bersama anak bersurai kuning sebelum anak itu berjalan berbeda arah.

Hatinya berkata tidak dengan keras, namun tubuhnya malah mengangguk-angguk senang.

"Haha, baiklah, mama jemput kakak dulu, ya?"

"Oke ma!"

Gadis kecil dalam mobil itu menatap bosan di dalam mobil. Terkadang mencubit pelan pipinya untuk mencoba memastikan sesuatu.

'Ini sudah lima tahun sejak saat itu, apakah ini memang bukan mimpi?' batinnya setiap ia tetap berada ditempatnya setelah mencubit pipi berulang kali.

Pintu bagian depan dan tengah mobil terbuka, 'ibu' dan 'kakak'nya masuk ke dalam dan seketika raut terkejut dari mereka muncul.

"Hei, apa yang terjadi dengan kedua pipimu?"

"(Name)? Pipimu kenapa?!"

Ia dihujani pertanyaan kekhawatiran dari segala arah. Tatapan bingung ia tampilkan.

"N, nda papa kok! Pipi (Name) tadi di mam nyamuk, teyus (Name) garu tapi kekencenan."

'Sialan, kenapa jadi sok imut seperti ini, sih?!'

Helaan napas keluar bersamaan dari ibu dan Izumi. Izumi duduk di bagian tengah di sebelah (Name), sedangkan ibunya menyetir mobil.

"Kak Uki mana?"

"Kenapa?"

"Mau main ama kak Uki."

"Hah? Kakakmu ini sebenarnya siapa, sih?"

'Ya kamu, kalau Yuuki itu pacarku!'

"Kak Uki sama kak Sena!"

Ibunya tertawa kecil mendengar percakapan kedua anaknya.

Perjalanan ke rumahnya masih beberapa jam lagi, (Name) yang pada dasarnya anak kecil yang banyak tidur pun merasakan kantuk berat.

Ia menutup kedua matanya dan membiarkan dirinya tertidur lelap.

Izumi menatap adiknya yang tertidur. Jalanan yang berbelok-belok membuat tubuh adiknya terombang-ambing.

Tangannya bergerak memegangi adiknya yang hampir terjatuh. Ia meletakkan tubuh (Name) tepat di sebelahnya untuk menjaganya.

Tak lama rasa kantuk juga ikut menyerang Izumi, ia tertidur sembari memegangi erat adiknya.

"Anak-anak, kita sampai, ayo masuk."

Ibu merasa aneh karena tidak ada yang menjawab ucapannya dan menoleh.

Ia menatap (Name) yang terlelap menyenderkan kepala pada bahu kakaknya. Sedangkan si kakak masih berusaha membuka matanya sehabis tidur.

"Sini, biar ibu saja yang gendong (Name)."

Tanpa mereka sadari, (Name) sudah terbangun meskipun tak membuka matanya. Dia merasakan tubuhnya diangkat dan di gendong.

'A, aku malu ....'

"Dia ini kalau tidur susah sekali bangun! Chou uzai!"

Sekarang perempatan imajiner muncul di dahi (Name), ingin rasanya ia pukul wajah tampannya itu dengan batu.

Ibunya hanya tertawa mendengar Izumi.

"Namanya juga anak kecil, Izumi dulu juga begitu."

"Tapi aku tidak tidur selama (Name)!"

Dari yang tertawa ibunya tiba-tiba termenung, "iya juga, ya? Bahkan (Name) pernah tidur selama lima belas jam dulu."

'Memangnya kenapa, sih? Bukannya itu normal?' batin (Name) dalam acara berpura-pura tidurnya.

Ibunya menggandeng tangan Izumi dan satu tangannya ia gunakan untuk menggendong (Name).

Gadis itu awalnya ingin memberontak, namun kehangatan yang ia dapatkan dari pelukan seorang ibu. Ia tidak pernah membayangkan ia akhirnya dapat merasakannya.

'... hangat.'

Rautnya melunak, ia memeluk leher ibunya dan menempatkan kepala kecilnya pada leher sang ibu.

Ia kembali menuju mimpi yang sempat terjeda. Tubuh kecilnya sudah berada di kasur empuk dengan kakaknya di sebelahnya.

Awalnya ia takut karena ternyata satu kamar dengan Izumi.

Namun saat ia menanyakan hal itu pada ibunya, ibunya menjawab, "kan (Name) masih kecil dan mama papa tidak bisa menemani, jadi sama kakak dulu."

Katanya ia akan pisah kamar saat usia mereka mulai beranjak remaja. Jujur saja itu hal yang cukup normal, tapi tidak jika di dalamnya adalah jiwa dewasa.

𝔸𝕣𝕦𝕟𝕚𝕜𝕒 | 𝐈𝐳𝐮𝐦𝐢 𝐒𝐞𝐧𝐚 𝐟𝐭.𝐥𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞 𝐬𝐢𝐬𝐭𝐞𝐫!𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫Where stories live. Discover now