26 Dia yang Menghilang Tanpa Meninggalkan Jejak

ابدأ من البداية
                                    

“Hen ...” Mahen hanya berdeham sebagai jawabannya. “Udah satu Minggu gue nggak ngeliat si Jevian. Dia kemana, ya?”

Mendapatkan pertanyaan itu dari Shaqueen, Mahen tiba-tiba berhenti menyuapkan roti ke dalam mulutnya. Pertanyaan ini kembali terlontar dan ia sendiri pun tak tahu harus menjawab apa.

Gurat kecewa tergambar dengan jelas di wajah Mahen, Shaqueen tahu itu.

“Gue juga nggak tau, gue udah coba dateng ke rumah dia, tapi di sana kayaknya nggak ada siapa-siapa.”

“Gue sama anak-anak udah coba cari dia, tapi kita semua nggak ada yang berhasil nemuin dia.”

“Bahkan, dia ngelewatin kesempatannya buat olimpiade. Padahal, gue sama yang lain tau kalo dia begitu excited banget buat olimpiade kali ini. Sampe-sampe dia jarang banget nongkrong karena sibuk belajar.”

Dadanya terasa seperti di pukul, Shaqueen tidak tau kenapa rasanya terasa sangat sesak. Pertanyaan yang ia utarakan nyatanya tak menuai jawaban. Justru malah menambah kekhawatiran yang entah harus di pecahakan di mana.

Ia segera mengeluarkan handphonenya, membuka aplikasi WhatsApp lalu mencari nama Jevian.

To Jevian:

Jev, lo gapapa, kan?
06.30

Waktu itu lo ngotot bilang ke gue kalo lo nggak bakal nyia-nyain usaha lo buat olimpiade. Tapi, kenapa waktu itu lo gk hadir?
06.31

Lo di mana?
06.31

Kalo semisal lo lihat pesan ini, gue mohon untuk di balas. Kalo enggak, liat aja, beneran gue jadiin lo masako sapi, ya!
06.32

Shaqueen tidak tau kenapa ia bisa sekhawatir ini. Bahkan ia merasa dunia yang ia huni lagi-lagi kembali sepi. Padahal, sedari dulu yang menjadi temannya sehari-hari adalah sunyi. Tetapi, ketika Jevian hadir, semuanya perlahan berubah. Ada secercah warna baru yang mengisi di antara warna putih dan hitam yang ia miliki.

Pertemuannya dengan Jevian memang belum lama, terbilang cukup singkat untuk dua orang asing yang memutuskan untuk saling bercengkrama. Jevian itu unik, dan memiliki cara tersendiri untuk mendekati ia yang rumit.

Satu minggu lebih ia mengenal sosok itu, seperti ada banyak perubahan yang ia miliki. Seperti ... tawa yang kembali terpancar, setelah sekian lama pergi dari kehidupannya kelam.

Cara Jevian itu memang di luar pikirannya, lelaki itu tidak pernah kehabisan akal untuk mencari akses untuk mendekatinya. Meski harus berdebat karena sikap tengilnya, tetapi, akhirnya Shaqueen bisa luluh juga.

Shaqueen tidak mencintai Jevian, dia hanya merasa nyaman dengan lelaki itu. Nyaman yang belum sempat ia rasakan di mana-mana. Bahkan, ketika bersama Aksa sekalipun.

Mengingat Aksa, seperti mengingat luka yang dua minggu lalu. Dari kejadian di dermaga sore itu, sampai sekarang nyatanya lelaki itu sudah tidak pernah menemuinya lagi. Semua akses berkabar seolah putus dengan sendirinya.

Lihat, semua yang ia punya perlahan-lahan pergi. Dari mulai bunda yang entah di mana, Ayah yang sibuk bekerja, Abang yang hampir tidak pernah pulang, Aksa yang tiba-tiba menjauh tanpa penjelasan. Dan juga Jevian yang hilang tanpa sebuah kabar.

Shaqueen tahu, siklus hidup itu memang seperti ini. Tapi, apakah, harus semuanya pergi?

Tetapi, kenapa ketika Jevian yang menghilang, rasa sesak yang pernah ia rasa waktu Bunda pergi dari rumah seolah terulang kembali. Ruang-ruang kosong itu seakan menggema hingga terasa pekak di telinga. Ia tidak tahu kenapa rasanya begitu sesak, mungkin karena ia dan Jevian memiliki paham yang sama, atau memang lelaki itu sudah berhasil menyelami kehidupannya jauh lebih dalam. Hingga membuatnya sudah terbiasa. Dan ketika Jevian menghilang, semuanya kembali seperti mode awal. Senyap.

Jevianحيث تعيش القصص. اكتشف الآن